Play Game

60 6 0
                                    

Peserta LDKS berbaris sesuai arahan pembina upacara.

Kami memulai membaca do'a bersama-sama, dilanjut permainan yang biasa anak pramuka lakukan. Dimulai dari membuat yel-yel singkat dari masing-masing pleton. Aku kecewa. Teman-teman dari bermacam-macam kelas sungguh kurang kreatif. Mereka meng-copypaste yel-yel kelompok lain.

Aku malas sih! Bernyanyi didepan umum sambil tepuk tangan. Sayangnya, ke-tiga temanku sangat bersemangat melontarkan lagu cukup keras dan mengalahkan suara alam terbuka ini.

"~Wahai anak muda. Kuatkan imanmu.
Jangan terlalu banyak nonton anime echi kemalaman.
Bisa-bisa nambah dosa.
Wahai anak muda. Ikutilah kami.
Bermain. Belajar. Bersama-sama...~"

Aku cukup grogi.

Semangat juang Dani membakar semangat teman-teman kami. Dia memimpin. Aku takjub sekaligus iri. Aku tidak seberani Dani.

"Semuanya!!!"
"Wahai anak muda. Kuatkan imanmu. Jangan terlalu banyak nonton anime echi kemalaman. Bisa-bisa nambah dosa. Wahai anak muda. Ikutlah kami. Bermain. Belajar. Bersama-sama... Bermain. Belajar. Bersama-sama..."
"Semuanya!!!"
"Wahai anak muda. Kuatkan imanmu. Jangan terlalu banyak nonton anime echi kemalaman..."

Aku malas bernyanyi.

Ngomong-ngomong mereka kayak menyindirku. Aku suka nonton echi sampai malam. Apa yang salah?

Sehabis itu, A Ian memberi instruksi kami bermain ular naga.

Bukannya, aku menilai orang dari luar atau fisik. Tapi A Ian sangat misterius dimataku. Dia mirip dracula difilm-film yang sering teteh tonton.

Kalau dipikir-pikir. A Ian cukup keren, tampan dan berhati dingin.

"Tidak. Tidak. Tidak."
Aku menggeleng kepala, menegaskan A Ian jelek, galak, dan menjijikan.
"Kamu lihat apa, Rizal?"
Azmi membuyarkan lamunanku.
"Tidak ada" aku berseru keras.
"Biasa aja kali. Ga perlu marah segala" ketus Azmi.
"Aku ga marah kok!"
"Makanya jangan banyak melamun. Bisa-bisa kamu kesurupan atau pingsan. Tempat ini angker loh!"
Azmi menjelaskan dengan intonasi layaknya pendongeng.
"Jangan bilang, tetanggamu bernama iyeum yang cerita padamu."
"Tidak. Kali ini berbeda. Aku hanya mendengar gosip sekolah yang beredar dari mulut ke mulut anak sekolah ini. Dari kakak kelas. Kakak kelas. Kakak kelas. Kakak kelas. Kakak kelas yang cerita. Bagi siapa saja yang berpikiran kosong, jorok, dan mengeluh sejak mengikuti dari awal dimulai LDKS akan digentayangi arwah penasaran yang menghuni setiap pepohonan Ranca Upas. Konon, A Ian adalah salah satu arwah penasaran yang membawa jiwa-jiwa petualangan seperti kamu."
Azmi menunjuk.
Aku lihat, A Ian menjelaskan peraturan pada salah satu peserta LDKS.
"Kamu pasti bercanda" sindirku.
"Aku serius."
Kali ini Azmi terlihat bersungguh-sungguh.

Aku menelan ludah. Dia tidak bergurau.

Kemudian, Azmi tertawa. "Aku bercanda. Mana mungkin ada hantu yang mengincarmu?"

Aku ikut tertawa. "Kau benar."
Kami saling menepuk bahu.

"Yang kelompok tujuh suruh siapa ngobrol?!"
Suara A Ian berseru tegas.

Kami diam. Spiker yang dibawa A Ian brek-brek kayak radio butut menyuruh kami harus bekerja sama dengan tim.

Aku menjulurkan lidah saat A Ian memantau peserta lain.

"What's wrong, Rizal?" tanya Yopi.
"Ga ada."
"Eh~! Kamu mah kukulutus bae. Cing sabarnya menghadapi cobaan ini."
"Iya. Yop."

Aku menghela napas panjang.
Kali ini aku sependapat dengan Yopi.

Tiba-tiba kotak-kotak kecil melayang dikepala Yopi. Aku mengedip mata, tidak ada bayangan kotak kecil dikepala Yopi.

Lalu kotak-kotak kecil berlanjut disetiap peserta lain. Dan menghilang dalam sekejap. Kenapa dengan mataku?

Perlahan, satu-dua gurat membuyar wajah A Ian. Matanya hitam-kemerahan menyala memantauku, seringai senang seakan mengejek, kulit pucat pasi... A Ian seperti hantu. Aku mengedipkan mata. Semua kembali normal.

Kowoi.

Pengalaman spiritual yang sedang terjadi padaku sungguh singkat. Mudah-mudahan yang diceritakan Azmi hanyalah takhayul.
A Ian meniup peluit.

Kelompok tujuh melawan kelompok lima.
Aku sudah terbiasa bermain permainan menantang. Tetapi, kenapa aku harus baris paling depan?!
"Yopi!! Yang benar mandunya."
"Oke."
Napasku berderu cepat.
Astaga, kelompok lima cewek-cewek psychopat semuanya. Lya memimpin, aku bisa-bisa dicingcang.
Kacukku lumayan transparan. Air liur Lya menetes tak karuan. Jangan-jangan dia punya niat memakanku hidup-hidup.
Saat A Ian meniup peluit.
Aku buru-buru lari ke kanan sebelum Yopi menepuk bahu kami dari belakang.

"Kiri. Kiri. Kiri. Kanan. Kanan. Kanan."
Instruksi Yopi.
"Yang benar, Yopi!" Azmi berseru keras.
"Aku udah benar. Rizalnya yang pergi ke mana-mana."
Aku asal jalan agar menghindar dari Lya.
"Rizal. Aku pasti tangkap kamu."
Lya berseru keras.
Bikin malu aja.
Para peserta dan panitia yang bertugas ketawa.
Aku setengah malu. "Dasar nenek kopet. Berhenti menggodaku."
"Rizal!! Kamu pergi ke mana?" Dani teriak.
"Rizal. Rizal. Arah kanan. Arah kanan." Suruh Yopi.
"Rizal. I love you."

Aku merapat geraham. Semua kacau.
"Rizal. Rizal. Rizal. Berisik. Aku gak bisa konsentrasi." Keluhku.
"Awas, Rizal. Lya mendekat."
Yopi telat.
Aku sudah dipeluk tau.
A Ian meniup peluit. "Pemenang pertama diraih oleh kelompok lima."

Kelompok lima bersorak riang. Aku dan temanku mengeluh, kecewa.
"Rizal. Aku suka kamu."
"Menjauhlah dariku nenek kopet."
Aku mendorong Lya.
Melempar kacuk ke tanah.
Lya memungut kacukku, mengikuti langkah kakiku dari belakang.
"Cie~! Rizal. Wikwiuw."
Yopi mengikut lenganku.
Aku mengepal tangan, memukul kepala Yopi.
"Urusai. Cacing kermi!"
Lya toel tanganku. Kacukku terlipat rapi ditangannya.
Dengan cekatan aku ambil langsung pakai lagi.
"Berhenti mengikutiku" mataku melotot.

Lya cemberut. Kembali lagi ke kelompoknya.

"Kau cukup terkenal dikalangan cewek-cewek, Rizal." Dani berpendapat sambil menyentuh dagu.
"Sudah kuduga. Kau dilahirkan memiliki pacar yang banyak." Azmi bersependapat.
"Tidak seperti kami. Pacar ga punya. Wajah pas-pasan." Yopi angkat bicara. "Rizal. Berikan keringatmu pada kami. Supaya ketampananmu tertular padaku."
"Emangnya, aku Maskulin."
"Aku cuma mengarang. Astagfirulloh, kebiasaan nonton echi kemalaman menjadi penyakit buatmu."
"Apa?"
"Sudah-sudah jangan berkelahi. Kita kan sabahat sejati. Harus saling memaafkan."
Azmi mencoba meleraikan pertingkaian kami.
Aku memalingkan wajah. Lya menatapku sambil mengedipkan mata.
Sialan. Buru-buru memalingkan wajah. Mataku tertuju pada A Ian. Ya ampun, emangnya aku tidak punya objek lain selain mereka.

Kemudia kotak-kotak kecil berterbangan ke udara. Tampilan A Ian berubah seratus delapan puluh derajat. Dia memakai pakaian serba hitam, kulit pucat dan mata hitam membuatku semakin takut. A Ian menyeringai senang, mengangkat jari telunjuk. "Diam."




Uuu....
Menyeramkan bukan?
Hah. Aku bukan pencerita yang baik.

Sampai jumpa lagi. \(^0^)/

4 BROTHER version CRIME #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang