Escape...!

41 7 0
                                    

Jasadnya masih bergelantunga di dahan pohon dengan seutas tali...

Bobot tubuhnya berat hingga bisa terdengar deret kayu yang menanggung beban terlalu lama.

Aroma busuk bisa tercium.

Mayat Dani dibiarkan membusuk di atas sana.

Aku berdiri di tempat yang sama. Tanpa bergerak sedikit pun di tempatku berdiri. Menyaksikan gelombang air segera menelanku...

Aku terbangun.
Di mana ini? Pinggir sungai... "Sejak kapan-"

"Kau sudah sadar." Ucap Kak. Zaenal. Lalu melemparkan batu kerikil padaku. "Astaga... Gara-gara kamu semua jadi kacau."

"Apa yang kau bilang? Aku tidak berbuat salah apapun." Bentakku.

"Lalu, siapa yang membuat Dani mati?!" ucap Kak. Zaenal berseru keras.

Napasku tertahan.
Sialan. Mengapa jadi begini? Aku tidak bermaksud melukai siapa pun termasuk Dani.

"Cepat bangun. Sebentar lagi kita sampai di pos dua." Perintah Kak. Zaenal.

Lantas aku beranjak berdiri, bajuku basah kuyup. Emang, tidak ada tempat lain selain pinggir sungai. Aku kedinginan. Untungnya, aku tidak terseret arus sungai yang deras. Bisa-bisa aku mati tenggelam sebelum bangun.

Sesampainya berada di atas.

Pleton tujuh sudah berbaris. Lya mengangkat tangan, menyuruhku di sampingnya.

"Cepetan, Rizal. Nanti ketinggalan."
Aku bergegas ke sana, lalu masuk barisan paling belakang sama Lya.

"Ya ampun, dingin banget." Keluhku, sambil memeluk diriku dengan erat.
Hachii...!
Yabai. Jangan-jangan aku pilek.
"Rizal..." kalimat Lya menggantung.

"Maafin aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maafin aku. Kamu jadi basah. Ini semua ideku. Aku tidak bermaksud menaruhmu di pinggir sungai. Kak. Zaenal yang melakukannya. Aku berusaha menghentikannya, tapi dia tetap menaruhmu di pinggir sungai. Gommen nasai... Rizal-kun."

Aku bingung.

"Sudahlah. Ini juga salahku. Seandainya aku jujur dari awal. Mungkin, tidak jadi seperti ini."
Mengepalkan tanganku erat-erat. "Dani pasti marah padaku."

"Itu tidak benar." Jawab Lya, dia menyentuh pipiku. "Dengarkan aku. Itu bukan salahmu. Cobalah untuk melihat di antara kedua kakimu. Percayalah..."

"Apa maksudmu?" tanyaku.

Dia menutup mulutku. "Jangan keras-keras. Mereka bisa mendengarkan pembicaraan kita." Lya berbisik.

"Kalian berdua ngobrol apa sih?!" ketus Azmi.
"Tidak. Kami tidak bicara apa-apa." Lya menjawab, sambil menyikut lenganku.
"Itu benar. Aku bilang cuacanya cerah untuk keringin bajuku." Aku berbohong.
"Ciie..! Kalian deket banget. Pdkt yah! Zal." Yopi ikut bicara.
Kali ini, dia mirip Yopi yang ku kenal.
"Bukan. Kami hanya berteman" ketusku.
"Ooo. Temanan. Bentar lagi kamu punya rasa sama Lya. Lihat, tuh! Wajah kamu merah kayak tomat." Yopi menyindir.

4 BROTHER version CRIME #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang