part 1

84 8 5
                                    

Sinar mentari tajam menusuk kamar Niko. Menembus cela-cela terali yang membalut kaca jendela. Lewat lagi! Dalam satu bulan ini baru sekali ia tidak lewat shalat subuh. Padahal shalat subuh seperti dijabarkan Rasulullah memiliki manfaat yang baik. Bahkan rasul bersabda bahwa shalat subuh lebih baik daripada dunia beserta isinya. Mungkin syaitan sangat kokoh membisikan sesuatu didalam dirinya. Sehingga ketika panggilan tuhan lewat muadzin itu berkumandang, ia malah menarik selimut lebih panjang dan melengkungkan kakinya hingga betis belakangnya menyentuh paha belakangnya. Dan paha depannya menyentuh perutnya.

Pukul 07:17 ia segera menunggangi kuda besi kesayangannya. Kabarnya kendaraan itu pernah memakan korban. Namun itulah kenyataannya. Beberapa kerusakan pada sepeda motornya memang tidak bisa berbohong. -Saat ia duduk dibangku SMP ia pernah mengalami kecelakaan yang cukup parah. Bahkan korban yang tertabrak mengalami luka yang cukup parah. Kala itu ia nyaris mendekam dipenjara anak, akibat kelalaiannya tersebut. Motor yang dibeli hasil tabungan ibunya tersebut sengaja ia bawa kesekolah dengan bangga dikarenakan hanya ia satu-satunya yang membawa motor sport disekolahnya tersebut. Itu adalah senjata jitu menggait hati para gadis disekolahnya. Bermodalkan muka yang terbilang tampan serta gagah itu ia pamerkan kemampuannya menjadi joki kuda besi. Namun apalah daya. Usianya memang tidak bisa bohong pada saat itu mengenai kemampuannya membawa sepeda motor belum terlalu mahir. Insiden itu terjadi. Ia tak sadarkan diri. Tahu-tahu ia sudah berada disebuah rumah sakit. Lepas tiga hari dari insiden tersebut ia dimintai keterangan di Kantor Polisi. Namun usianya dan keterangan saksi yang menyatakan bahwa korban juga melakukan beberapa kesalahan, memberi ia kesempatan wajib lapor saja seminggu tiga kali.- memang semua terjadi begitu cepat.

Pagi itu ia pamit untuk pergi ke sekolah yah hari ini adalah hari pertama MOS di SMA nya.
"Bu, Aku pergi!" Teriaknya lantang didepan pagar rumah yang hanya berjarak beberapa meter dari pintu rumahnya. Tak hirau ibunya mendengar atau tidak, yang penting ia pamit pagi itu.
Sepanjang jalan yang ia pikirkan hanyalah tempat membosankan yang selalu disebut sekolah. Paranoid mulai menghantui. Nanti tidak punya teman, bakal dibully, dan berbagai ketakutan lainnya mulai tepikir dibenaknya. Hingga tanpa sadar putaran terakhir roda motornya berhenti tepat di halaman parkiran sekolah. Terlihat nuansa biasa. Ada yang bercakap-cakap, membaca buku, ada yang masih bercanda dengan rekannya, atau hanya sekedar melintas. Matanya merekam tiap aktifitas disekitar. Normal dan biasa. Yah beginilah sekolah barunya. Ia harus bisa beradaptasi dengan lingkungan disana. Langkah kakinya mulai cepat. Disusurinya tempat yang ramai dikerumuni siswa baru. Tampaknya pengumuman untuk MOS hari berikutnya. Terlihat ekspresi datar. Tampaknya mulai bosan dengan aktivitas persekolahan. Ia melanjutkan langkahnya pelan menuju kantin. Siapa tau ada sesuatu yang bisa dimakan.

"Membosankan bukan?" Celetuk seorang siswa dari belakang.

Tak ada ekspresi berlebih dari Niko. Mata yang beku itu melihat sekilas kesumber suara lalu menunduk dan berbalik kembali. Siswa itu berjalan mengiringinya.

"Kau tidak suka dengan suasana sekolah ini?"

"Jika kau berpikir begitu berarti kita sama." Tungkas Niko singkat.

"Yoga. Siapa namamu?" siswa itu mengulurkan tangannya.

"Niko. Ayo kekantin, pasti banyak yang akan kita bicarakan." Jawab Niko menyambut uluran tangan Yoga.

Sampailah mereka di sebuah meja makan kantin. Yoga memesan makanan yang ia suka dan menawarkan pada Niko untuk memesan makanan yang sama. Niko menanggapi.

"Dari SMP mana?"

"Swasta belakang sini. Kau SMP mana? Jawab Niko.

"SMP negeri dari Lampung. Wah sekolahmu itu pasti disiplin.
Bukankah itu persatuan guru?"

"Sangat disiplin. Tapi mereka tak bisa mendisiplinkanku."

"Hahaha. Kau ini ternyata nakal juga ya? Tapi aku tak heran melihat reaksi dinginmu itu."

Tak lama mereka bercakap-cakap, makanan yang mereka pesan datang. Mereka menyantap dengan tetap berbincang satu sama lain. Cukup akrab hubungan mereka. Namun Niko tetaplah pria yang selalu menyendiri. Bertahan dalam kesendirian. Menikmati tiap detik kehidupan tanpa ditemani kebahagiaan. Terlalu banyak beban untuk anak seusia dia. Memakan tumpukan masalah sehari-harinya. Bergelut dengan bayang-bayang masa lalu keluarganya yang selalu keras terhadapnya karena keegoisan masing-masing. Tak sedikit yang melirik sinis kearah dirinya. Menganggapnya sebagai monster yang tak bisa bergaul dengan sesama.
Pernah suatu ketika seorang siswa bercanda dengannya secara kasar. Namun sebenarnya normal bagi anak SMA. Siswa itu menggosok kepala Niko dengan agak keras saat ia memperhatikan pelajaran. "Sok fokus loe!" ujar siswa itu sambil tertawa. Tanpa berpikir panjang ia memukulnya dihadapan guru yang mengajar. Begitulah pribadi Niko. Sangat keras dan sulit untuk dimengerti. Hingga ketika ia naik ketingkat dua SMA, tak ada satupun orang yang mau menyapanya. Namun ia menikmati itu. Sekali lagi, sepi telah bersemayam dalam dirinya.
***

Titik Balik PerubahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang