part 18

3 0 0
                                    

Libur panjang sudah dimulai. Tas, buku, dan seragam sekolahku masih dingin tak tersentuh hangatnya kobaran semangatku menuju sekolah. Kalau aku ingat-ingat bagaimana aku dulu pertama ada di sekolahku itu, aku pasti terpingkal. Dulu aku sangat membenci aktivitas sekolah, namun aku sangat merindukannya kala sedang liburan seperti ini.
Mataku yang awalnya tertutup, perlahan-perlahan aku buka dan aku usap-usap. Kuluruskan pinggangku dengan menarik tangan keatas dan kakiku kebawah. Jam dinding dikamarku menunjukan pukul 05.11 WIB. Masih sempat untuk subuh fikirku. Segera aku melawan setan yang mengikatku dengan tiga tali. Tali pertama sudah aku buka kala aku membaca doa bangun tidur. Tali kedua juga sudah aku buka dengan menggerakkan tubuhku menuju tempat wudhu. Lalu segera kubentangkan sajadah dan mengenakan sarung kotak-kotakku untuk membuka ikatan ketiga. Lepaslah aku dari belengguh setan pagi ini. Dengan hikmat aku panjatkan doa dan puji syukur pada tuhanku. Karena aku masih diberi kesempatan menikmati satu hari lagi di dunia ini. Setelah puas aku mengemis pada tuhanku, segera aku raih HPku untuk membangunkan bidadariku disana. Aku tidak mau ia melewatkan kesempatan baik mengiba pada tuhan. Tut... tut... tut... dan akhirnya ada suara disebrang sana menjawab panggilan suaraku.
"Assalamualaikum. Maaf lama mengangkat, sayang. Tadi lagi shalat." Lega sekali aku mendengar pernyataannya.
"Waalaikumusalam. Iya, aku hanya ingin membangunkanmu shalat subuh." Jelasku dengan nada sangat lembut.
"Iya trimakasih sayang, sms aja, ya?!"
"Iya-iya. Assalamualaikum." Aku mengakhiri percakapan itu.
"Waalaikumusalam wr.wb."
Aku langsung mengirimkan pesan singkat. Evina jarang sekali mendahuluiku dalam mengirim pesan. Mungkin ia takut menggangguku atau sebagainya. Terhitung dalam satu minggu ia hanya mengirim dua kali pesan kepadaku. Tak mengapa, aku sangat menyukai wanita yang cuek. Itu adalah cara mereka mencintaiku tanpa mengganggu kesibukanku.
Hanya pesan-pesan biasa yang saling kami tukarkan. Mulai dari menanyakan kegiatan masing-masing, hingga sudah makan atau belum, dan lain-lain. Ntah siapa yang memulainya, kami mulai membahas masalah raport kami yang turun. Sangat detail. Terjawab sudah semua keresahannya. Rasa cinta kami selama ini adalah penyebab prestasi kami menurun. Diberbagai kegiatan sekolahpun ia kerap tidak maksimal dalam menuntaskan tugasnya. Sangat jelas regresnya. Aku sedih mendengar semua keluh kesah itu. Mungkin rasa cinta kami yang begitu besar mengalahkan logika kami. Pretasi yang turunpun kami tahankan demi merajut talikasih ini lebih lama.
"Lalu bagaimana?" celetukku. Memancing dirinya untuk mengakhiri ini semua.
"Kalau sayang ingin break, aku sudah siap. Apabila jodoh, maka tuhan tidak akan menukarmu dengan yang lain." Jawabnya tegas. Mataku membinar, hatiku terenyuh. Tidak tahu apa disana ia juga merasakan hal yang sama. Aku tidak pernah seperti ini. Dulu saat aku masih menjalani 'cinta monyet', putus nyambung itu sudah aku anggap biasa. Tapi kali ini aku benar-benar sakit.
"Baiklah, kita istirahat dulu ya sayang. Ketika tugas kita belajar selesai, aku akan kembali."
"Iya sayang, aku menunggumu." Jawabnya padaku.
Terhitung hari itu, aku berhenti berstatus pacar Evina. Pagi itu tuhan merancang sebuah episode sedih bagiku. Ia memberikan aku kesempatan menjadi aktor luar biasa yang sanggup menahan peran menyakitkan dari-Nya. Ah, dalam film juga pemeran utama selalu bersedih hati sebelum bahagia pada akhirnya. Tuhan benar-benar sutradara terhebat. Pasalnya ia sudah menggariskanku untuk mencintai seorang gadis yang luar biasa. Aku sangat bangga walau belum genap setahun hubungan itu. Semoga ia juga merasa bahagia selama bersamaku. Tidak ada lagi balasan darinya. Aku mematikan layar ponselku dengan perasaan sedih bercampur ambisi. Ambisi untuk memberi bukti padanya bahwa perpisahaan hari ini hanyalah sementara. Aku pasti kembali pada bidadariku itu. Aku harus mendapat pringkat pertama untuk membuktikannya. Mataku menerawang kelangit-langit kamarku secara tak tentu. Pedih dan gunda. Gelisah dan marah. Namun aku percaya takdir tuhan lebih indah.
Setelah dari insiden itu, tekadku sangat bulat untuk menjadi orang cerdas agar kata putusku hari itu tidak sia-sia. Seminggu berlalu, entah apa yang dirasakan Evina. Namun aku selalu melihat status-status FBnya yang selalu sedih namun menghibur diri. Dari status-status itu, aku mengetahui bahwa ia sangat terpukul. Dia wanita yang tegar. Komunikasi kami tetap terjalin. Dan kali ini dia yang sering memulai. Mungkin itu ungkapan rasa rindunya. Rindu yang diterpa ombak dan terhempas batu karang. Namun sepandai-pandainya ia menyembunyikan rasa rindu, tetap saja ia seorang wanita yang memiliki hati lemah akan cinta dan kasih sayang. Aku mulai mengisi waktu liburanku dengan banyak sekali kegiatan. Terutama targetku menghafal al-Qur'an. Aku sangat menyesal, mengapa diusia yang sudah begini baru kefikiran menghafal Qur'an. Kenapa tidak saat aku masih berusia tiga tahun. Pasti sekarang tinggal mereview saja untuk fasih mengucapkannya. Aku mulai tersenyum sedikit mulai sedikit. Semoga ia selalu menjadikan Al-Qur'an sebagai penawar rindunya. Dan nanti ketika tahun ajaran baru sudah dimulai, aku bisa fokus dan tenang dalam belajar.

Titik Balik PerubahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang