part 20

4 0 0
                                    

Akhirnya aku kembali menikmati masa-masa sekolah. Kini kelas dua belas atau kelas tiga SMA aku jalani. Sangat optimis aku menjalaninya. Disela-sela kesibukanku disekolah, band kami juga menjadi pendamping perjalanku. Banyak juga yang protes pada diriku."Ustad kok band Metal.", "Katanya Alim kok jadi anak metal.", dll. Benar juga menurutku. Biarpun aku bukan ahli agama di sekolah, tapi aku tengah memperbaiki diri. Tentunya apapun yang aku jalani harus berlandaskan syiar dan dakwah. Apa pandangan orang jika aku terus menerus berada pada band yang menuhankan syaitan dalam setiap performnya. Kuceritakan semua unek-unekku pada teman-teman. Dan semua terbahak-bahak. Mereka sangat geli melihatku yang jauh berbeda. Dulu di SMP, aku selalu menyukai kehidupan bebas, main hinggah larut malam, dan didampingi beberapa wanita saat kumpul bersama teman. Namun bagiku dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang. Masih bisa diperbaiki segalanya. Masih bisa diubah pola fikirnya.
"Jadi loe mau keluar, niko?" Ungkap Aldo dengan nada mulai serius. Terlihat ekspresi kecewa diraut wajahnya.
"Kayaknya, bro. Gue punya misi sendiri. Misi dunia dan akhirat. Gue suka musik, tapi pengen lebih bermanfaat ajah bagi sesama. Silakan cari pengganti gue ya. Kapan-kapan kita ngeJam bareng."
"Gak bisa gitu niko. Loe gantungin ni Band klo gitu. Gak bakal sukses loe jadi ustadz. Sialan tau gak yang loe lakuin sekarang. Ribet agama loe! Ribet, bro!" Ucap Vio sedikit panas. Spontan pukulanku melayang kewajahnya. Dia mundur beberapa langkah dan mengibaskan rambutnya kebelakang sambil memegang pipi kirinya yang terkena pukulan.
"Gue bukan Ustad. Gue Cuma belajar jadi orang baik. Loe islam, gue islam. Islam itu sempurna, tapi gue enggak. Jadi kalo ada kesalahan, salahin gue, jangan islamnya."
"Sudah-sudah, jangan berantem kita udah saudara disini.kita dipayungi satu band, bro." Aldo mencegah aku melepaskan pukulan kedua.
"Loe semua. Sialan loe semua!!! Liat loe, niko. Gak akan tenang hidup loe!!!" Ucap Vio sambil menunjukku.
Aku geram mendengarnya. Segera kudekati dirinya dan kupukuli berkali-kali. Dia juga mencoba membalas, namun hanya satu pukulannya yang telak menghantam wajahku. Teman-teman yang lain segera memegangi kami berdua.
"Lepasin Gua!!! Loe semua liat. Gue bales ini semua. Band Sial!!! Sialan!!!" Ucapnya sambil menunjuk-nunjuk kami semua. Dia segera keluar pintu studio dengan menghempasnya cukup keras.
"Jangan pakek emosi lah, niko. Loe bilang mau berubah. Kenapa masih emosi." Kata Aldo menggoyang-goyangkan badanku cukup keras. Aku hanya diam. Dan menatap rekan-rekanku.
"Maaf, Guys. Gua kepancing emosi. Sekarang Cuma ada pilihan. Lanjut band ini lalu berubah genre dan nama, atau gua keluar. Sekali lagi, gua nggak alim. Tapi gua Cuma mau memperbaiki diri. Cukup semua problem gua dulu." Jelasku pada semua rekan-rekan yang masih setia pada diriku. Aku memotivasi mereka untuk berubah.
"Gua keluar, ya?! Ancur semua. Gara-gara loe, niko!" Zio meletakkan stik drumnya dan berdiri.
"Loe gak bisa nyalahin niko, Zi! Gak ada yang salah sama niko!" Aldo membela.
Zio keluar dari studio meninggalkan kami berdua. Ia meninggalkan aku dan Aldo didalam studio. Aku menatap wajah sahabatku ini yang masih setia padaku.
"Nanti kita fikirin kedepannya ya, bro. Sukses buat kita." Aldo menepak pundakku dan meninggalkan aku di studio siang itu. Aku berharap hubungan ini tetap baik nantinya.
Aku pun berjalan cepat meninggalkan tempat yang biasa kami gunakan untuk membuahkan karya bagi syaitan-syaitan terkutuk. Aku mendahului Aldo menuju pintu keluar.
"niko!" Aldo menarik pundakku yang sudah mendahuluinya. "Waspada dengan Vio. Dia benar-benar liar dan berbahaya." Aldo menambahi
Aku melihat Aldo dan tersenyum kepadanya. Aku mengetahui bahwa Vio lebih liar dibanding masalaluku. Dia terjerat narkoba. Bahkan dia sudah pernah membuat orang kritis saat tawuran. Aku harus waspada. Ya, aku harus waspada.

Titik Balik PerubahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang