07. Heartbreak

97 12 2
                                    

"Hesya!" Pekikan Salama membuat gadis itu mendongakkan kepala lesu. Hesya terhenti di ambang pintu mencoba menyembunyikan raut wajah sendunya.

Gadis bertubuh jangkung itu tersenyum manis. Berjalan masuk menuju mejanya di pojok kelas. Melewati meja Salama yang kemudian berhenti sejenak untuk menyapanya.
"Pagi Sal,"

Salama mengerutkan alis heran. Memandang mata sembab Hesya.
"Sya, mata lo kenapa?"
Gadis itu menolehkan kepala ke arah meja Hesya di barisan ketiga. Membuat Galih dan Teressa yang duduk dibelakang Salama ikut menoleh juga.

"Lah, lo nangis Sya?!" Ressa sudah panik duluan.

"Eh, nggak kog. Gue- anu, semalam begadang. Jadinya kaya gini deh." Hesya menyangkal. Membuat Galih jadi ikut nimbrung.
"Beda kali, mata lo gede begitu kaya digigit tawon."

"Lo kemarin kena sengat di mata?" tambah Teressa.

Hesya mendecak.
"Gue beneran nggak nang-"

"GOOD MORNING," Intan berlari menghampiri meja Hesya dengan ransel yang masih digendongnya.

Galih melengos, menelungkupkan kepala mencoba tidak peduli. Dia paling malas jika Intan si biang gosip itu sudah bergabung. Pasti jatuhnya mereka akan membahas aib satu sekolahan, mulai dari kepala sekolah sampai warung soto bu Budi.

Sementara itu, Teressa masih penasaran dengan Hesya. Salama pun sudah beralih duduk di kursi kosong Rei disamping Hesya.

"Ayok, ada gosip apa lagi?" Intan sudah antusias.

Hesya hanya membalas dengan kekehan kecil. Teressa mencibir.
"Hesya lagi galau, jangan diajak ngegosip."

"Galauin apa sih? Syahrini nikah sama Reino Barack?" Intan bertanya.

Salama menyeletuk, membuat bahu Hesya melemas.
"Galauin bang Hansa ya,"

Air mata Hesya mendadak jatuh membasahi pipinya. Salama yang tadi menyeletuk asal menjadi panik, diikuti Teressa dan Intan yang saling memandang bingung.
"Eh eh, kog nangis. Gue salah ngomong ya? Aduh, maaf Sya,"

Hesya menggelengkan kepala.
"Nggak papa kog Sal."

Intan jadi khawatir. Pasalnya, Hesya tidak biasanya seperti ini.
"Lo kenapa sih Sya?cerita aja. Walaupun gue suka ngegosip, tapi gue bisa jaga rahasia temen gue kog."

Galih menoleh. Menyipitkan mata ketika Intan mengucapkan kalimat barusan.
"Yang ada Hesya lo jadiin bahan gosip satu sekolahan."

Intan menatap Galih galak seakan siap menerkam laki-laki berkulit putih itu saat ini juga.
"Bacot lo. Gue nggak gitu ya kalo sama temen sendiri. Mending lo urusin aja muka lo tuh biar tambah putih!"

Galih ingin membalas tapi Salama sudah menghentikan adu mulut antara keduanya.
"Udah woy. Ini Hesya lagi sedih loh,"

Hesya malah terkekeh dengan kelopak mata yang masih berair.
"Ke UKS yuk, gue males pelajaran pak Ilham."

Teressa, Intan, dan Galih melongo. Kompak melirik Hesya yang sedang memaksa Salama menemaninya ke UKS.

"Sya, lo yakin? Ini pelajarannya pak Ilham loh," ujar Teressa yang diangguki ketiga temannya.

"Gue agak pusing," seru Hesya meyakinkan.

Intan melirik, memberi isyarat Salama untuk menemani Hesya ke UKS. Tapi karena Salama anaknya lemot, dia malah celingak-celinguk tidak jelas.

Intan memutar bola matanya jengah. Andai Salama itu komputer, mungkin Intan sudah memprogramnya ulang.

Intan menarik tangan Hesya, mengajaknya berdiri.
"Yuk, gue temenin ke UKS,"

ZER0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang