"HOEK HOEKKK,"
Ini kesekian kalinya Salama memuntahkan isi perutnya. Berton-ton makanan keluar dari sana.
Nggak ding, canda.
Salama bukan titisan Buto Ijo kali. Tapi masih ada kemungkinan mereka sodaraan?
Hesya yang sedari tadi memperhatikan Salama terduduk lesu di trotoar jadi khawatir. Pasalnya, sedari kemarin Salama sudah menghabiskan sekitar dua puluh kantong plastik hitam.
Lagian si Salama ini kan makannya banyak, jadi pas keluar juga tambah banyak.
"Duh Sal, kog makin parah sih," Hesya menggigit bibir khawatir. Tangannya menyeka keringat dingin yang membasahi kening Salama.
Intan dan Keisya yang baru turun dari bis berlari menghampiri mereka.
"Muntah lagi?" Intan berjongkok disamping Salama, menatap wajah pucatnya.
Keisya mengeluarkan minyak kayu putih dari tas kecilnya kemudian mengoleskan di leher Salama.
"Bawa ke hotel aja, disini dingin,"Keisya menarik pelan lengan Salama.
Namun, belum sempat gadis itu berdiri tubuhnya sudah ambruk ke tanah. Intan dan Keisya yang melihat itu mencoba untuk tidak panik dan tidak membuat keributan. Meskipun hatinya dag-dig-dug tak karuan, takut Salama kenapa-napa.
"Galih, Bima, bantuin!"panggil Intan setengah berbisik saat Galih dan Bima baru saja keluar dari dalam bis.
Tanpa basa-basi, Bima dan Galih langsung membopong tubuh Salama masuk ke dalam hotel.
Di luar hotel sudah tidak ada orang. Mereka yang terakhir turun dari bis.
Intan jadi ragu untuk memanggil guru pendamping atau anak-anak PMR. Semuanya pasti sudah istirahat karena kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang.
Akhirnya dengan kondisi yang sama-sama lelah, mereka memasuki lobi hotel. Hesya dengan mata yang tinggal setengah watt mencoba untuk menjaga keseimbangan agar tidak ambruk ke lantai.
Wajar aja, kemarin mereka berangkat dari Jakarta pukul 7 pagi kemudian sampai di Bali pukul 4 pagi buta. Dan selama 21 jam itu Hesya nggak bisa tidur, jagain stok kantong plastiknya Salama.
Begitu mereka sampai di koridor hotel yang memisahkan kamar cowok dengan kamar cewek, Rocky dan Vana berlari menghampiri mereka.
"Astaga, kalian kemana aja sih? Gue sama Rocky nyariin kalian ke seluruh hotel anjir," kata Vana ngos-ngosan.
"Kampret ya lo pada. Gue kira kalian ketinggalan di pelabuhan," tambah Rocky kesal.
"Bodoamat woy, ini Salama berat banget,"keluh Galih, karena dia yang membopong Salama sepenuhnya. Bima? Dia cuma bantu doa sama kipas-kipas.
"Loh, Salama kenapa? Dia pingsan? Kog bisa? Dia sakit?" Vana langsung panik seketika.
"Kog kalian nggak bilang ke gue sih kalo ada yang sakit? Gue kan bisa panggilin pak Martin," kata Rocky menyebut nama guru yang bertanggung jawab di bis mereka.
Intan, Hesya, dan Keisya kompak mendengus.
"Udah deh, mending Salama kita bawa ke kamar dulu. Kasian encoknya Galih kambuh," perintah Hesya yang diangguki Intan dan Keisya."Ck. Yaudah sana. Tapi ntar kalo ada apa-apa hubungin gue loh," Rocky memberi komando.
Semuanya hanya mengangguki dengan lemas perintah ketua kelasnya itu. Nggak ada waktu buat protes.
"Iya iya. Udah, lo cuci muka terus istirahat sana. Muka lo tuh udah kaya ladang minyak," ucap Vana ketika melihat wajah berkeringat Rocky.
"Tetep aja gue masih ganteng," balasnya menunjukkan senyum sok manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZER0
RandomXA2. Kelas yang orang bilang kelas kaku, tegang, dan nggak banyak omong. Isinya orang pinter yang belagu, arogan, dan selalu menunjukkan keunggulannya. Mereka nggak serusuh kelas IPS dan nggak seasik kelas IPA lainnya. Tapi itu menurut pandangan ora...