12. Satnight

101 16 0
                                    

Sore itu mereka berkumpul di rumah Hesya. Menghabiskan malam Sabtu bersama dengan mabar, makan bareng. Kenapa malam Sabtu? Kalo malam Minggu kata Choki kasian yang punya pacar nggak bisa malmingan.

Disana sudah ada barisan tukang rusuh, siapa lagi jika bukan Ayana, Fiona, Bara, Rocky, Bima dan Choki. Ada barisan emak-emak juga, Sharavana, Hesya, Windy, dan Intan. Mereka datang duluan untuk membantu Hesya menyiapkan mabar nanti. Sementara yang lain katanya nyusul.

"Windy, Intan, sama Vana ikut gue masak di dapur ya," ucap Hesya yang langsung diangguki ketiganya.
"Oh iya. Lo ikut ke dapur juga Sal,"tambahnya.

Salama melongo, ingin menolak karena dia tidak bisa masak.
"Sya, lo tau kan gue cuma bisa masak mie sama telor ceplok. Itu pun masih buka tutorial di Google," kata Salama malu.

Intan, Windy dan Vana menahan tawanya. Menatap satu sama lain sebelum akhirnya tawa mereka menyembur. Salama mengerucutkan bibirnya kesal.

"Ck. Maka dari itu gue ajak lo. Biar lo bisa masak dikit-dikit," tutur Hesya membuat Salama dengan pasrah menerima ajakan Hesya.

Selagi Hesya, Salama, Windy, Vana dan Intan memasak di dapur, Ayana dan Fiona serta anak-anak buaya sibuk menyiapkan tempat di halaman rumah Hesya. Ayana dan Bara menyiapkan tikar untuk alas duduk mereka. Bima, Rocky sibuk angkat-angkat meja. Sementara Fiona dan Choki malah asik memainkan kembang api entah dapat darimana.

"AWAS WOY, ITU APINYA JATOH KE MATA LO!" teriak Fiona heboh saat Choki menggoyang-goyangkan kembang apinya ke udara.
"Ck. Apinya nggak bakal jatoh, mercik doang,"kata Choki santai.

Fiona tetap saja panik. Mendadak terlintas nama seseorang di kepalanya. Nama orang yang akhir-akhir ini membuat tidurnya jadi tidak tenang.

Devanka Wistara. Cowok aneh dengan jalan pikiran yang sulit ditebak. Berawal dari awal MOS sampai sekarang, Fiona masih saja memendam perasaan yang sama pada kakak kelasnya itu. Hanya mengingat namanya saja membuat gadis itu berdedar tak karuan. Apalagi jika tanpa sengaja saling bertatapan, Fiona sudah jumpalitan.

Tapi Devan itu aneh. Iya, memang sudah aneh dari awal tapi akhir-akhir ini dia lebih aneh. Devan jadi sering menatap Fiona, mereka juga jadi sering berpapasan. Bahkan Devan tak hanya sekali dua kali melempar senyuman padanya.
Fiona jadi bingung saat itu, makanya dia memberanikan diri mengirim pesan via Whatsapp padanya. Tau apa yang terjadi?

Pesan Fiona hanya dibaca.

Iya, dibaca. Bonusnya nomornya nggak disave.

Definisi sakit tapi nggak berdarah. Malunya itu loh. Fiona sampai pernah berencana ingin menutupi wajahnya dengan kantong plastik saat di sekolah. Bukannya Fiona terlalu cantik, tapi dia terlalu malu jika harus bertemu cowok sialan itu.

"...PI AWAS PI!" Fiona tersentak kaget saat mendengar suara teriakan Choki. Choki datang-datang membawa ember berisi air.

"Eh, lo mau ngapa-"

Byur

"...in," Fiona melebarkan matanya. Mengusap air di wajah yang menetes dari rambut basahnya. Fiona menghembuskan nafas kasar. Choki tidak melihat perubahan raut wajah Fiona dan malah mengelus dada lega.

"CHOKI!"teriak Fiona kesal membuat Choki terlonjak kaget.

Fiona mengambil paksa ember di tangan Choki. Kepala Choki langsung dikurung begitu saja dengan ember. Tak lupa juga Fiona memberi pukulan keras diatasnya.

"Aw sakit Pi!" Choki mengaduh, mencopot ember dari kepalanya.

"Lagian lo ngapain sih main nyiram-nyiram aja, lo pikir gue taneman," gerutu Fiona. Choki masih memegangi kepalanya yang berdenyut kecil.
"Tadi rambut lo kebakar kena kembang api bego," ucap Choki ikut kesal. Fiona meraba rambutnya. Dan benar saja, pucuk rambut panjangnya terlihat gosong.
"Lo sih ngelamun sambil main kembang api," cibir Choki.

ZER0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang