Hidup itu realistis saja, jika tidak bisa menjadi yang sempurna, cukup jadi yang berguna dan bermakna
Aku berada lebih dari seribu orang yang berada dikampus ini, duduk diantara barisan mahasiswa yang ingin menuntut ilmu bersama. Namun tak satu orang yang menyukaiku dari tatapan sinisnya, dari hinaannya dari perlakuannya. Banyaknya hujatan, gunjingan, ejekan, yang melontar padaku saat aku sudah masuk ke kelas.
Sok alim banget sih lo, kalo mau ngehaji bukan disini
Eh ada cewe kampung tuh
Ih jijiq bgt deh sekelas sama cewe kampungan ini
Ya begitulah kira kira ocehan dari mereka yang sangat menyayat hatiku, apa salahku apa aku terlalu buruk bagi mereka, apa aku salah berpakaian seperti ini, dan apa aku menganggu hidup mereka.
Kuatkan aku ya rabb, kuatkan aku dengan seulas senyuman seperti bidadari yang kau ciptakan, aku hanya ingin umi dan abi bangga melihatku.
Ketika aku merasa putus asa, aku hanya bisa mengingat perjuangan dari orang yang sangat berperan penting untuk bisa menjadikanku seperti ini. Bahkan Nabi Muhammad saja tidak pernah mengeluh memperjuangkan agama islam mengapa aku harus mengeluh untuk memperjuangkan masa depan?
Saat aku berjalan melewati koridor kampus, tiba tiba ada seseorang yg menjegalku hingga membuatku terjatuh.
"woi kampus kami tuh kaga mau nerima orang yg bercadar kek lo, sok musterius sekali isis ya" tibatiba ada seorang segerumbulan cewek yang menghinaku dan menghampiriku
Aliran sesat tuh
Isis kali ya
Sok alim
Isis
Itulah beberapa
"kalian saja yang belum mengerti agama" belaku lalu berdiri karena merasa sudah lelah setiap hari mendengar ejekkan dan aku hanya ingin membela agamaku, membela pakaian yang ku kenakan ini. Mesti terkadang perkataan itu tak seharusnya ku lontarkan, namun aku memberanikan diri untuk berucap semua itu, karena mereka sudah sangat mengecewakanku.
"sudah sudah lo ini sil ngejudge mulu, kapan insapnya?!" tibatiba ada seorang cowok yang melerai pertengkaran kami
Entah aku tidak tau mimpi apa aku semalam, apa allah memberikan pertolonganku melewati cowok yang mempunyai wajah tampan ini, seorang cowok bule yang rela membelaku yang bekum tentu mengetahui wajah asliku.
"eh Dion, engga kok aku cuma nolongin cewek sok alim ini yg tadi jatuh" elak cewek tersebut tanpa ku ketahui namanya
"lo itu ngeles mulu, sudah bubar sana!" cowok tampan bernama Dion itu berusaha membuyarkan segerombol mahasiswi yang tengah menggunjingku tadi
Kini hanya tinggak aku yang masih berdiri menunduk dan Dion yang berdiri didekatku.
" syukron akhti sudah menolong Syifa" suaraku yang membuyarkan keheningan antara aku dan dia
" oh, ya(sambil tersenyum)" jawabnya singkat lalu meninggalkanku tanpa mengucap salam
Hati ini rasanya tak karuan, mengingat hal yang tak pernah kualami, berbicara dengan seorang cowok pun aku tidak pernah kecuali dengan abi dan uztad karena selama 19 tahun ini aku dipesantren dan tidak ada satu laki laki pun yang diperbolehkan masuk ke pesantren wanita, dan itulah sebabnya aku tidak mengerti apa arti rasa ini.
Kejadian itu selalu mengiang difikiranku hingga aku berharap yang seharusnya tak kuharapkan. Bahkan aku ingin menemuinya lagi. Entah rasa apa ini yang mendorong kuat untuk selalu bertemu dengan dia yang sudah menolongku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya cinta
Teen FictionDion! Cowok tajir yang memanfaatkan hartanya dan menjanjikan kemualafannya hanya untuk memikat hati gadis muslimah yang berasal dari desa. Ia terpikat dengan gadis tersebut namun ia belum bisa sepenuhnya mencintainya dan ia berharap bisa menjaganya...