Kini matahari telah memancarkan cahayanya dari arah timur dan memaksa masuk dari celah celah jendela yang sengaja berlubang agar udara bisa masuk kedalam.
Pagi ini sunggu lelah, seperti buana yang berjalan berlontang lantung tak jelas arah kemana. Dengan sekuat tenaga buana tersebut terus berjalan untuk mencari arah tujuan.
"ndok buka pintunya sayang, udah siang" suara umi yang terdengar dari ambang pintu
"iya umi sebentar" sambil aku berlari kecil meninggalkan ranjang yang masih berisi Tia sedang tidur pulas disana
"Syifa tidak sholat subuh ya?!" pertanyaan yang telah dilontarkan dari bibir orang yang tidak muda lagi, dan membuat hati gugup untuk menjawabnya
"emmm..anu mi..itu Syifa sedang uzhur"jawabku berbohong dan sedikit gugup
"lah itu temannya?"pertanyaan itu kembali dilontarkan
"Tia juga sedang uzhur, kami uzhur selisih 2 hari jadi hampir sama" jawabku berbohong lagi
"owalag yasudah ndok, tadi umi panggil panggil untuk sholat sibuh berjamaah tidak ada yang bangun, ya setidaknya meskipun ada tamu yo kamu itu harus bangun untuk bersih bersih" saran umi
"iya umi afwan atas perlakuan Syifa ya"
"Tidak apa apa, ayo keluar dulu, abi sudah nunggu didepan, kami mau berpamitan pulang"
"loh umi ini kan masih pagi buta kenapa terburu buru!"
"nanti biar abi yang jelaskan, sekarang bangunkan temanmu dan mandi lalu sarapan, umi sudah siapkan semua"
Dengan anggukan aku pun menuruti pinta umi, entah rasanya umi dan abi sekarang beda tidak seperti dulu, apa mereka tau jika aku sudah tidak seperti dulu yang mereka kenal.
"woi Ti, yuk bangun ngorok mulu sih" dengan suara lirih dan gaya bahasa yang tidak halus lagi aku membangunkannya
"ih paansi lo fa, masoh jam berapa ini ngantuk eh" tolak Tia aku pun memaksanya hingga berhasil kubawa ke kamar mandi agar kami ceoat bergegas ke ruang tamu u tuk menemui umi dan abi
Setengah jam kemudian apa yang disuruh umi tadi kami sudah melakukannya dan aku berjalan gontai menuju ruang tamu, yang diikuti Tia dibelakangku. Firasatku tidak enak, sebab raut wajah abi seperti sudah tidak menyukaiku lagi, apa yang akan terjadi kali ini ya!
Ternyata benar dugaanku abi bermuka murung dengan wajah yang lesu, entah mengapa sepertinya dia tidak lagi menginginkanku kembali ke Jakarta lagi, namun bagaiman aku bisa melanjutkan keliahku?
"ndok, kamu sudah beda, seperti tidak ada cahaya lagi yang terpancar diwajahmu! Apa kamu jarang sholat? Dan apa kamu jiga sudah mengenal cinta dengan cara bergaul dengan seroang pria?" tanya abi yang langsung to the point saat aku duduk didepan beliau
Sepertinya beliau sudah tau semua tentang ketidak perawananku, sepertinya juga beliau sudah mengetahui semuanya sebelum aku memberitahukan. Aku terdiam mendengar semua apa yang dikatakan oleh abi. Sebelum aku menjawab itu semua, abi dan umi berpamitan kepadaku dan Tia untuk segera pulang ke kampung halaman. Tak ada sepatah katapun hanya ucapan salam mereka meninggalkan tanah yang mereka pijak.
"Aneh" ucap Tia lirih saat abi dan umi telah berlalu
"apanya yang aneh?" tanyaku sok polos
"lo yang aneh, dan keluarga lo, gue gerah tau pake kek ginian, emang lo ga gerah?!" tanyaya sambil memicingkan pakaian syar'i yang telah dibelinya kemaren lusa
"biasa aja kali. Gue mah udah terbiasa, yuk ke apartemen gue rindu Dion tau" ajakku manja
"ih lo itu pengennya nempel mulu kek prangko" cerocosnya
"bodoamat penting gue ketemu Dionku"
"yaudah kuylah pesen taksi" pintaku
"capcus"
Setelah 1 jam perjalanan akhirnya aku sampai juga diambang pintu kamar yang biasa kutempati bersama Dion. Aku sengaja membuka knop pintu dengan pelan agar bisa menjadi kejutan untuk Dion.
" surprise, i came hany" aku pun membuka dengan sangat girang. Namun semua yang kuinginkan tak sama seperti yang kudapatkan
"Who is she?" tanyaku saat melihat Dion sedang bercumbu mesra dengan seorang cewek yang berpawakan sama sepertiku.
"eh..darling u..da.hh datang, kok gak bilang dulu, kan bisa aa..ku jemput"balasnya dengan nada gugupnya
"D I A S I A P A?" tanyaku dengan nada kasar sambil menekan tiap tiap huruf yang ada dikalimat tersebut
"loh itu siapa beb?" cewek tersebut bertanya kepada Dion dengan sebutan yang kadang ku gunakan saat memanggil Dion
"udah sono rin, lo gaada urusan lagi kan sama gue" Dion mengusir cewek tersebut dan mendorongnya keluar
"lo PENGECUT PENGHIANAT"ucapku dengan nada marah
"aku bisa jelasin sayang" sambil merangkulku
"gaada yang perlu dijelaskan, kami tadi sudah berpelukan dengannya kan jadk buat apa lagi penjelasan itu" jawabku sambil mendorongnya hingga menbuat Dion teroentak diatas ranjang, aku pun berlari dengan air mata yang terus membanjiri
Aku menoleh kebelakang namun apa yang kuharapkan tidak ada, saat Dion tak lari mengejarku untuk meminta maaf, apa dia benar benar sudah selingkuh. Dengan jalan yang gontai aku meninggalkan apartemen dan menuju jalan raya untuk memesan taksi. Namun pada saat itu taksi yang biasanya berlalu lalang kini tak ada satu taksi pun yang lewat. Akupun menunggu dihalte bus untuk bisa naik bis entah arah mana yang harus aku tuju.
Aku terdiam menikmati senja yang kian menggelap, matahari mulai terbenam menandakan akan segera tiba adanya malam bersama angin semilir sepoi sepoi, aku duduk dihalte sendiri tak ada seorang pun yang menemani. Aku rindu Dhion namun mengapa ia jahat, tak pernah mengerti apa yang telah aku rasakan.
"sungguh allah tidak suka umat yang terlalu berlarutarut dalam kesedihannya" tiba tiba suara itu muncul disampingku
"kau siapa?" tanyaku heran
"kau begitu cantik, jika kau beri sedikit ukiran senyum untuk bibirmu yang manis" pintanya
"kau siapa?" lagi lagi pertanyaan itu ku lontarkan kepadanya
"kau tak perlu mengetahui aku siapa, karena jika kita hanya bertemu sepintas itu hanya akan mengukir luka" jawab laki laki itu
"mengapa tidak berteman saja?" tanyaku
"jika kita tak bertemu lagi, sama saja hanya mengenal nama dalam angan yang menyebabkan fikiran tak karuan" jawabnya dengan kata yang tersusun penuh makna
"namaku Syifa" sahutku untuk memberitahukan namaku tanpa mempunyai rasa malu
"itu bisnya sudah datang" celotehnya lantas membuatku menoleh kearah yang ditunjuk ia tadi.
Akupun menoleh kearahnya lagi, untuk memberikan ucapan terimakasih karena sudah menemani namun ternyata yang kurahapkan nihil dia menghilang begitu saja, meninggalkan sebuah buku dan kamera yang ada disebelah tanganku."misterius sekali" celotehku dalam hati
Aku terus memikirkan semua kejadian yang kuanggap begitu singkat, bertemu dengan seorang lelaki yang begitu menenangkan jiwa. Aku saja belum tahu namanya namun aku berharap untuk bisa bertemu dengan orang itu.
Dari buku diary hariannya, banyak untaian kata dan puisi yang begitu indah tatanan diksinya, pantas saja dia bertemu denganku mengenakan ucapan yang manis beda dengan cowok yang lain. Dari dalam bus aku selalu memikirkan dia, entah dari sorotan matanya maupun dari lantunam kata yang terucap dari bibirnya. Dia begitu mempesona dari pertama kali pandangan yang memukau manik matanya indah lebih dari sang malaikat pujangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya cinta
Teen FictionDion! Cowok tajir yang memanfaatkan hartanya dan menjanjikan kemualafannya hanya untuk memikat hati gadis muslimah yang berasal dari desa. Ia terpikat dengan gadis tersebut namun ia belum bisa sepenuhnya mencintainya dan ia berharap bisa menjaganya...