"Jadi, mulai darimana?" tanya Yoongi setelah melihat Jungkook nyaman dengan posisinya di sofa sementara dirinya duduk kursi bar yang tidak begitu jauh.
"Terserah. Kau maunya darimana?" ini Jungkook menjawab sambil menengadahkan kepalanya di sandaran sofa.
"Ada apa dengan Ayahmu?"
Hening tidak begitu lama lalu suara Jungkook terdengar. "Aku tidak tahu, katanya serangan jantung."
Yoongi membalikkan badannya menatap Jungkook. Berdecih, "Dan kau biasa saja?" tanyanya.
"Entahlah. Sulit mengatakan aku biasa saja namun sepertinya memang begitu," jeda sejenak karena Jungkook memilih untuk meraup udara sebanyak-banyaknya. "Aku mungkin salah satu anak yang membenci ayahnya sendiri."
Oke, Yoongi tak bisa membiasakan degup jantungnya saat mendengar itu. Namun berusaha terdengar kasual, Yoongi bertanya, "Heum, dan boleh kutahu kenapa?"
Jungkook mendengus. Matanya melirik Yoongi yang juga melirik dirinya.
"Apa? Lirik saja terus." ketus Yoongi, sedikit kesal.
"Aih, santai," lalu tertawa, kemudian menghela nafas, "Ceritanya panjang tapi akan kupersingkat."
"Kudengarkan."
Jungkook memejamkan matanya. Dalam hati mengutuk kepalanya yang terasa berdenyut.
"Masih kudengarkan." celetuk Yoongi, lagi. Kesal lama-lama menunggu Jungkook bersuara.
Sempat tertawa lalu Jungkook membalas. "Oke. Jadi Ayahku itu penjudi yang agak gila. Tidak, itu aku saja yang mengatakan gila. Tapi mungkin dia memang gila. Suka sekali menyakiti anaknya karena kesal tak punya banyak dollar. Ibu tidak tahan dan dia membawa adikku. Tapi kurasa itu baik saja, adikku perempuan sementara aku laki-laki. Jadi tidak masalah kalau aku yang dipukul setiap hari, 'kan?"
Yoongi tak ingin menceletuk lagi. Rasanya hanya Jungkook boleh yang bersuara sekarang, ... 'kan?
"Lalu adikku yang tadinya sembilan tahun, datang dengan dirinya yang lima belas tahun. Tinggal aku, ayah dan adikku yang tidak mau memberitahu alasan kenapa hak asuhnya jatuh pada Ayah. Lalu ternyata Ibu menjadi salah satu manusia yang muak dengan dunianya." Jungkook kembali meraup udara. Rasanya sakit, sesak, namun tidak ada luka. Mengingat semua itu membuat kepalanya lebih berdenyut.
"Kenapa kau bisa sampai disini? Korea?"
"Huh, hanya hal kecil yang konyol. Adikku menemukan ponsel dan dompet yang terdampar di kursi taman perumahan. Dia tahu keinginanku, maka aku disini, dengan otak bodohku yang membiarkan Ji Eun bersama pria brengsek itu karena aku rakus dengan keinginan ini."
Jungkook berdiri, menatap dalam Yoongi. "Kau tahu, Min Yoongi? Aku sudah merusak mimpi milik orang-orang, milik adikku, sebelum kau menyuruhku untuk tak merusaknya. Jadi kurasa ini memang salah. Aku salah. Dari awal semua sudah salah."
Yoongi menghela nafas. Badannya gemetaran meski tak kentara. Jungkook pintar sekali membuat orang menjadi seperti setengah hilang kesadaran. "Lalu? Apa yang akan kau lakukan? Sekarang?" hanya bisa memberi balasan itu karena otaknya masih kaku dengan yang baru saja dia dengar.
Dilihatnya Jungkook memberi senyum yang tidak Yoongi ketahui artinya. "Aku akan bahagia." suara Jungkook. Kemudian di lihatnya Jungkook melangkah kekamarnya dan di dengarnya suara sebelum pintu kamar itu di tutup, "Pulanglah, Min Yoongi! Terima kasih dan senang bertemu denganmu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Day to Dream
FanficTak ada yang begitu peduli tentang bagaimana perjuangan yang dilaluinya, namun mengingat bahwa dirinya pernah memiliki hari untuk bermimpi ... sudah, Jungkook sudah cukup bahagia. ©2019, fanfiction by Conamoon Status, sudah selesai. Terimakasih suda...