Part 10 ~ Penawar Duka

661 91 15
                                    

"Kita ada untuk saling melengkapi satu sama lain.

Dukamu-dukaku, bahagiamu-bahagiaku"

~Rayyan Zair Al Fatih~

------------------------------

Rayyan diam termenung menatap derasnya hujan di luar sana dari balik jendela. Kejadian pagi tadi di rumah singgah membuatnya kembali terusik. Bagaimana tidak, seluruh penghuni rumah singgah begitu peduli terhadapnya, padahal baru setahun ini ia menjadi bagian di dalamnya. Terutama Langit, Bunda Nana, dan Mbak Siti yang saat itu memang ada bersamanya saat preman-preman itu datang dan mengacaukan rumah singgah bahkan melukainya. Langit segera menarik kursi rodanya, begitu melihat preman itu menghancurkan kaca depan rumah singgah dengan tongkat kasti. Beruntung karena saat itu Shindu berhasil mengelabuhi preman itu dengan ide gilanya yang cukup cemerlang. Terbukti karena para preman itu segera menyingkir dari rumah singgah, setelah Shindu menjalankan aktingnya.

Bunda Vio yang baru saja kembali dari rumah sakit pun terlihat begitu cemas dengan kondisi Rayyan juga Shindu yang terbaring di kamar. Apalagi melihat kepala Rayyan yang dibalut dengan perban akibat dilempar pajangan kaca oleh preman itu. Sedangkan orang tuanya sendiri seakan tak lagi peduli terhadapnya, biaya pengobatannya memang ditanggung oleh mereka. Tapi, bukan itu yang ia inginkan saat ini, ia butuh dukungan dari keluarganya untuk kembali bangkit dari keterpurukannya. Semua itu hanyalah angannya belaka, nyatanya selama ia berobat di Indonesia, orang tuanya sama sekali belum pernah datang menjenguknya, sekadar menanyakan kabarnya lewat telfon juga tidak dilakukan keduanya.

Pikirannya kembali teralih, ketika ia mengingat kejadian pagi tadi. Kedatangan preman-preman suruhan Tante Tyo membuatnya merasa khawatir, jika rumah singgah benar-benar jatuh ke tangan wanita licik itu. Ia memikirkan bagaimana nasib penghuni tetap rumah singgah, jika satu-satunya rumah mereka diambil. Ia berfikir keras mencoba mencari jalan keluar atas masalah yang terjadi.

Lamunannya terhenti, ketika ia melihat mobil milik Gavin yang masuk melalui gerbang utama rumah singgah. Gavin terlihat sedikit berlari menghindari hujan yang nyatanya masih cukup deras. Gavin mengucapkan salam yang langsung disahuti oleh Rayyan yang memang duduk di samping jendela ruang tamu.

Gavin terlihat terkejut ketika menyadari jendela kaca ruang tamu pecah, dan melihat perban di kening sahabatnya. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Tantenya akan senekad ini, bahkan hingga melukai penghuni rumah singgah.

"Astaga, Ray. Kamu gak gegar otak 'kan? Gak amnesia juga 'kan? Masih ingat aku gak? " tanya Gavin beruntun.

"Gak usah lebay, Gav. Aku baik-baik saja kok. Gak ada yang perlu dikhawatirkan, kamu gak perlu khawatir," ketus Rayyan.

Gavin justru terkekeh melihat ekspresi wajah Rayyan, bibirnya maju tiga centi.

"Ke rumah sakit yuk, Ray! Periksa, takutnya kamu beneran gegar otak," ucap Gavin serius.

"Gak perlu, Gav. Tadi udah dipanggilin dokter kok, lagian aku juga udah sehat gini," jawab Rayyan tersenyum.

Rayyan memperhatikan penampilan Gavin yang terlihat acak-acakan, baju yang terlihat kusut, rambut yang berantakan, juga jas hitam yang hanya ditenteng di sebelah tangannya. Pemuda itu tampak sangat lelah dan kacau.

"Gav, are you oke?" tanya Rayyan setelah terdiam cukup lama.

"Pusing, Ray. Aku gak tega lihat kalian semua jadi korban karena masalah aku sama Tante Tyo. Aku gak tahu harus bagaimana lagi memperjuangkan rumah ini," jawab Gavin frustasi.

"Kamu gak sendiri, Gav. Kita berjuang sama-sama untuk mempertahankan rumah ini. Kita semua akan selalu ada di samping kamu, kita hanya perlu terus berusaha dan berdoa agar rumah ini tetap menjadi milik kita," ucap Rayyan tersenyum.

GLIMMER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang