Part 15~ Akhir yang Menjadi Awal

586 88 2
                                    

"Kehilangan di hari ini bukanlah sebuah akhir, tetapi awal dari sebuah perjuangan."

~Zevano Rafardhan~

***

Siang itu Zevan baru saja kembali dari rumah teman barunya, ia memasuki kamar dengan botol kaca berisi air di tangannya. Zevan memandangi botol itu sejenak, kemudian meletakkannya di dekat jendela karena ponselnya yang berdering.

“Halo, Ibu?” Zevan menjawab panggilan dari sang ibu dengan semangat. Ia senang sekali sang ibu meneleponnya hari ini, karena ia tidak bisa berkomunikasi dengan Ibunya setiap saat.

“Zevan apa kabar, Nak?”

“Baik, Ibu sehat? Zevan kangen Ibu, kapan Ibu ke sini lagi?”

“Alhamdulillah Ibu sehat, Sayang. Mungkin akhir pekan ini Ibu baru bisa ke sana. Maaf ya Sayang, kali ini Ibu gak bisa lama-lama telepon kamunya. Lagi ramai pengunjung, nanti malam Ibu hubungin kamu lagi ya?”

“Iya, Ibu jaga kesehatan buat Zevan ya. Zevan kangen banget sama Ibu, mau tidur sama ibu lagi. Pokoknya Zevan mau dipeluk Ibu.”

“Iya, Sayang. Kamu baik-baik ya di sana, doain supaya kerjaan Ibu lancar biar bisa bayar biaya pengobatan kamu. Ibu sudah dipanggil, Ibu tutup ya teleponnya.”

Setelahnya panggilan terputus.

Zevan memandangi ponselnya dengan tatapan sendu. Karena penyakitnya ia harus tinggal di sini sementara sang ibu banting tulang mencari uang untuk pengobatannya.
Hari ini, rasa rindunya pada sang ibu terasa begitu menyesakkan. Mungkin karena sudah lama sang ibu belum mengunjunginya, maklum saja perjalanan dari kampungnya ke rumah singgah ini lumayan jauh. Pekerjaan sang ibu yang bekerja di toko oleh-oleh pada salah satu tempat wisata di Bogor juga cukup menyulitkan intensitas pertemuan mereka.

Zevan menghela napas, ia kembali merasakan sesak itu. Ditatapnya botol kaca bening yang berisikan berudu atau kecebong yang ia dapat dari teman barunya.

Sesaat ia terkekeh karena merasa aneh ketika gadis remaja pada umumnya menyukai hewan-hewan lucu, April —teman barunya— malah menjadikan larva dari katak itu sebagai hewan kesukaannya.

Namun, ketenangan yang ia dapat ternyata tak bertahan lama. Zevan mendengar suara keributan dari arah depan.  Maka dengan rasa penasaran dan khawatir ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju sumber suara.

Menapaki area ruang tamu, Zevan disuguhkan keadaan yang kacau. Beberapa pria dewasa berbadan kekar tampak saling dorong dengan Erland, Langit, dan beberapa penghuni rumah singgah yang lain.
Zevan tidak mengerti apa yang terjadi, tapi kekacauan ini membuat rasa sesaknya kembali. Ia panik dan takut disaat yang bersamaan. Pemuda itu menatap liar pada tiap sudut rumah yang sudah kacau. Sedetik kemudian ia membelalakkan matanya ketika melihat Shana yang ketakukan di depan pintu seorang diri.

“Shana ... Shana!”

Zevan berlari secepat yang ia bisa ketika melihat salah satu pria kekar itu berjalan ke arah Shana dengan tatapan bengis.

Grep!

Zevan berhasil membawa Shana ke dalam pelukkannya. Gadis kecil itu mengalungkan tangannya pada leher Zevan sambil terisak hebat. Tubuhnya pun bergetar karena tangis dan ketakutan.

“Shana udah aman sekarang,” ucap Zevan menenangkan. Ia kembali menatap sekelilingnya berusaha waspada.

“T-takut ... mereka siapa?” Shana bertanya di tengah isakkannya.

“Sudah jangan takut, kan ada kakak. Mereka bukan siapa-siapa, Shana tutup mata sama kuping Shana kalau masih takut.” Gadis manis itu menuruti ucapan Zevan.

GLIMMER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang