Part 11 ~ Tersingkapnya Tabir

627 95 14
                                    

Selepas melihat situasi terakhir rumah singgah, dan keadaan teman-temannya, kepala Gavin diisi dengan berbagai macam pikiran tentang bagaimana cara memperingatkan tantenya.

Sesungguhnya Gavin sudah tidak bisa menahan emosinya. Namun bagaimana pun juga Tyo tetap tantenya, tetap walinya, tapi rumah singgah adalah amanah. Penghuninya adalah saudara juga sahabat baginya. Hal tersebut membuat Gavin cukup frustrasi. Dia bingung harus mengambil langkah apa. Menunggu tantenya sadar secara sukarela, rasanya tidak mungkin.

Setelah menimbang dan memikirkan secara matang, Gavin memutuskan untuk menemui Tyo, mencoba berbicara baik-baik, walaupun sudah bisa Gavin tebak, tidak ada istilah ‘baik-baik’ untuk tantenya yang gila harta itu. Bukan tanpa alasan Gavin berpikir demikian, buktinya tentu saja serangan yang terjadi pada rumah singgah.

***

Keesokan harinya, Gavin datang ke kediaman Tante Tyo di siang hari saat matahari sedang duduk dengan pongah di singgasananya. Gavin menyipitkan matanya saat turun dari mobil, di sambut terik matahari yang terasa menyengat kulit itu, entah kenapa mengingatkan dirinya pada Tyo.

Dengan langkah pasti Gavin memasuki rumah megah yang tak jauh berbeda dengan miliknya. Satu-satunya kenangan baik terhadap rumah itu adalah Erland, walau hubungannya dengan Erland juga tidak bisa dikatakan hangat, tapi setidaknya, Gavin bisa melihat sebagian sisi Erland tidak menurun dari ibunya.

Gavin disambut oleh asisten rumah tangga di rumah itu. Setelah dipersilahkan duduk, dan disuguhkan segelas minuman dingin, orang yang dicari oleh Gavin belum juga terlihat sosoknya.

Gavin menoleh mendengar derap langkah seseorang. Sesuai dugaan Gavin, Tyo datang mendekatinya.

Wanita itu, tersenyum culas sejenak pada Gavin sebelum mengambil tempat untuk duduk di hadapan Gavin yang sedang berusaha untuk mengatur emosinya, agar tetap tenang menghadapi Tyo.

Seketika ruangan yang harusnya sejuk itu tetap tidak bisa mengademkannya, terutama hatinya. Tatapan dirinya dan Tyo bersinggungan saja sudah mengeluarkan aura yang begitu panas di antara keduanya, bagaimana jika sudah ada obrolan.

“Apa gerangan yang membawa kamu kesini?” tanya Tyo kemudian.

“Oh ... pasti soal rumah singgah itu, kalau kedatangan kamu untuk memprotes atas apa yang sudah Tante perbuat, kamu benar, Tante adalah dalang di balik apa yang telah terjadi pada rumah singgah itu.”

Gavin mengepalkan tangannya erat, sejak awal sudah yakin bahwa itu adalah ulah Tyo, tapi tetap saja, mendengar langsung hal tersebut rasanya sukses membuat darah Gavin mendidih.

“Bagaimana pun kuatnya keinginan Tante untuk memiliki rumah singgah itu, begitu juga kuatnya tekat Gavin untuk mempertahankannya.” Dari kacamata Gavin, dia melihat ekspresi menertawakan juga merendahkan dari Tyo.

Tyo tersenyum. “Itu belum seberapa, Gav, Tante masih punya serangan lainnya untuk menghadapi keras kepala kamu ... “

“ ... intinya begini, semakin cepat kamu melepaskan rumah singgah itu untuk Tante, berarti kamu tidak perlu melihat bagaimana Tante menghancurkan rumah serta isi dan penghuninya secara perlahan-lahan ... “

“ ... semuanya tergantung kamu, Sayang.”

“Tante pun harus tau, kalau Gavin juga tidak akan tinggal diam. Gavin bukan tidak bisa melakukan seperti apa yang tante perbuat. Mari bertaruh, Gavin jamin Tante bahkan tidak akan pernah bisa menduga apa yang bisa Gavin lakukan untuk menghancurkan Tante sebelum tante menghancurkan rumah itu.”

Tyo tersenyum sinis, melempar tatapan menantang pada Gavin,”Go ahead, Darling.”

“Tapi, jika Gavin melakukan hal serupa. Semua orang akan mengatakan kita terlalu mirip hanya karena memiliki ikatan darah, entah mengapa Gavin tidak suka fakta itu. Memuakkan.” Gavin menarik sudut bibirnya, saat menangkap bahasa ekspresi tidak suka milik tantenya.

GLIMMER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang