Part 22~Terluka Kembali

546 58 0
                                    

"Halo ... Ayah tolongin Langit. Ini Langit gimana, Yah?"

Agha terisak hebat di balik maskernya. Di sebelahnya ada Rian yang coba menenangkan, tapi percuma. Melalui sambungan telepon, Agha coba menyampaikan kabar tentang apa yang menimpa Langit, dengan harapan sang ayah dapat bersiap-siap di rumah sakit dan begitu Langit tiba, dia bisa segera mendapat penanganan.

Minivan yang membawa mereka entah bagaimana berjalan terlalu lamban bagi Agha. Dadanya sesak, cemas, bercampur aduk jadi satu semua karena Langit. Agha harus menunggu dua puluh menit hingga akhirnya dia bisa menginjakan kaki di lantai IGD rumah sakit milik ayahnya. Langit yang datang lebih dulu dengan mobil Gavin terlihat dibawa dengan brankar.

Dari kejauhan, Agha bisa melihat mata Langit yang lelap begitu rapat. Rasanya menyakitkan, Agha bahkan bingung bagaimana caranya menguarkan rasa sakitnya. Rasa-rasanya harus ada yang disalahkan, harus ada yang rela menerima pelampiasan rasa sakitnya. Mungkin dengan begitu, sesak yang Agha rasakan bisa berkurang.

Sontak pandangannya tertuju pada Erland yang berada di antara para penghuni rumah singgah yang nampak cemas dan kalut seperti dirinya saat ini.

Agha melangkah lebar dari tempatnya, menghampiri Erland penuh emosi. Tangannya yang terkepal erat mendarat dengan keras di wajah Erland hingga anak itu nyaris terjatuh menghantam ubin bila tak ada Alvi yang menahan.

"Pergi!" Agha memandang Erland dengan tajam, menepis tangan orang-orang di sekitarnya yang mencoba menenangkan.

Ia tidak dapat menahan, emosinya tak mampu untuk ia bendung. Cukup baginya Zevan yang menjadi korban dalam masalah ini, ia tidak ingin kehilangan lagi.

"Pergi dari sini, Land! Tinggalkan tempat ini!" Kembali Agha berteriak mengusir Erland yang kini telah dalam berada pengamanan Alvi dan Rian, sementara dirinya berada dalam kungkungan Nevan dan Rafa yang menahan geraknya.

"Tenang, Gha. Jangan emosi kayak gini," tutur Rashi yang tengah berada di antara Agha dan Erland.

"Tenang? Langit terluka karena mamanya yang serakah itu, gimana aku bisa tenang, Kak As?" Agha bertanya emosi, matanya menatap tajam pada Erland yang hanya diam tanpa membalas kalimatnya.

"Tenangin diri kamu, Gha.  Bukan cuma kamu yang kalut. Kita semua sama takutnya saat ini, tapi kendaliin emosi kamu, Erland gak salah."

"Kalian belain dia?"  Agha menatap tak suka pada Rasya yang menimpali kalimat Rashi. Ia marah pada Erland, emosinya tumpah pada Erland yang merupakan putra dari Nyonya Tyo yang telah menyebabkan segala kekacauan ini.

Bagi Agha rumah singgah sangat berarti, tempat ternyamannya. Di sana ia dapat merasakan hangatnya keluarga, tak lagi kesepian dan merasa terpenjara saat harus berada di rumah sakit untuk perawatan.

Rumah singgah yang berjarak tak jauh dari rumah sakit adalah tempat favoritnya, begitu banyak kisah di sana yang selalu membuatnya kuat dan ceria menjalani hari-harinya bersama mereka, keluarga keduanya.

"Pergi, Land. Aku tidak ingin melihatmu di sini!" titah Agha menatap Erland, ia tidak peduli nasihat para teman-temannya yang lain, lagipula rumah sakit itu miliknya ia berhak mengusir Erland.  Agha tak ingin akan hadirnya Erland saat ini hingga membuat emosinya memuncak.

***

Debar jantung Agha masih berdebar hebat, temponya tetap kacau  walaupun Erland tak ada lagi di tempatnya. Ia terduduk lemas di depan pintu di mana Langit raib tidak lagi terlihat. Bola mata berairnya lamat-lamat membaca sticky note yang ia tempel di balik pintu malam sebelumnya.

Tata Cara Menunggu di IGD

1. Baca doa
2. Jangan lupa makan,
3. Baca doa yang banyak
4. Jangan sampai ikut sakit
5. Baca doa lebih banyak
6. Kalau kamu sudah banyak baca doa, lalu ikhlaskan.

Agha tersenyum, tapi air matanya tak bisa lagi ia tahan. Mengalir dalam diam, merasakan bagaimana sulitnya mengikuti tutorial yang ia buat sendiri.

Lama menunggu. Lewat tengah malam menjelang fajar, dokter yang sebelumnya ia lihat masuk ke IGD bersama Langit, keluar. Ia menarik perhatian semua orang dengan derit pintu yang menyesakkan, kemudian meminta Gavin selaku wali Langit untuk mendekat.

Agha duduk terlalu jauh untuk bisa mendengar penjelasan dokter pada Gavin. Lagipula Agha tidak yakin bisa kuat jika ternyata berita buruklah yang disampaikan. Maka dia memilih untuk duduk tenang. Hingga Agha bisa melihat sendiri bagaimana Gavin yang jatuh terduduk, menangis tersedu, tepat setelah dokter menggeleng dan menunduk dalam, mungkin untuk mengutarakan maafnya.

***

Agha masih belum percaya akan apa yang dia dengar langsung dari ayahnya. Dia pikir tadi, setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Langit bisa mengentaskan rasa khawatirnya. Namun, Agha salah.

Langit koma, dan penyebabnya adalah pendarahan dalam yang parah. Agha bahkan tidak mengerti penjelasan panjang yang disampaikan ayahnya. Agha terlalu biasa mendengar istilah medis berseliweran di telinganya, dia paham beberapa. Tetapi kali ini, Agha tidak sedikit pun berniat untuk memahami. Dia menyesal bertanya pada sang ayah, kalau bisa dia ingin hilang ingatan kemudian membelenggu dirinya sendiri dengan kebodohan.

Jika itu bisa meninggikan harapannya akan kondisi Langit. Maka Agha rela setiap kebodohan melekat pada dirinya.

Namun, sayang, Agha tidak mendapatkannya kali ini. Dia terlanjur mengerti, Agha sudah terlalu memahami, dan apa yang dia lihat begitu menginjakan kaki di ruang Langit saat itu mengukuhkan apa yang ingin dia hancurkan. Bahwa Langit terluka parah, dia jauh dari klausa Langit baik-baik saja.

Sekuat apa pun Agha menyangkalnya, kenyataan tidak akan berubah. Bahwa Langit saat ini sekarat. Sungguh hal tersebut benar-benar menjadi pukulan untuknya dan para penghuni rumah singgah lainnya.

Agha dapat melihat betapa terpukulnya mereka yang nampaknya tak kuasa menahan tangisnya. Sungguh Agha berharap bila Langit akan baik-baik saja,  dan semuanya kembali seperti dulu.

___________________________________

Written By SweetStoryArea Members

GLIMMER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang