Part 13 ~ Harus Semangat

541 81 8
                                    

-GLIMMER-

"Kita harus bertahan karena kita ber-Tuhan."
-Davino Arrafikal Mahendra-

***

Davin berpamitan pada sopir pribadinya lantas keluar dari mobil. Ia bergegas menuju rumah singgah, menyusuri jalan setapak berbatu. Langkahnya sedikit tergesa, ia ingin segera menemui sahabat-sahabatnya dan memastikan bahwa mereka baik-baik saja.

Beberapa waktu lalu, setelah Davin membaca grup chat yang beranggotakan anak rumah singgah, ia langsung berniat untuk berkunjung ke sana. Mendengar bahwa kemarin terjadi insiden di rumah singgah, tak urung Davin merasa cemas. Meski Langit sudah mengatakan bahwa semua sudah baik-baik saja, Davin tak puas jika belum dirinya sendiri yang memastikannya.

Sampai di depan gerbang rumah singgah, Davin menyapa Nia-si penjual nasi uduk yang menjadi langganan anak-anak. Ia membuka pagar besi yang sedikit berkarat, melangkahkan kaki menuju pelataran rumah singgah. Dilihatnya Novi yang sedang menyapu halaman depan bersama Nis.

"Yang bersih nyapunya, Teh." Ucapan cukup keras Davin menghentikan adu mulut Novi dan Nis. Kedua perempuan itu melempar senyum pada Davin seraya mengacungkan ibu jari. Davin balas tersenyum, mengangguk sekali pada dua orang yang cukup dekat dengannya itu.

"Mas Dapin."
Perhatian Davin teralihkan pada suara cempreng yang baru saja menyapa indranya. Ia tersenyum lebar mendapati Shana berlari ke arahnya dengan penuh semangat. Lelaki itu bertekuk lutut saat Shana sampai di depannya, mengajak bocah itu untuk ber-tos ala mereka.

"Mas Dapin kok balu dateng? Padahal kemalen Sana beli pelmen coklat banyak pake uang putih-putih. Ai juga bawa kue banyak, tapi Ai-nya pelit Sana nggak bagi." Davin tertawa kecil melihat wajah cemberut Shana ketika bocah itu menceritakan keluh kesahnya tentang Ari.

"Kemaren Mas nggak enak badan, jadi di rumah terus. Hmm, rugi dong ya kemarin Mas nggak ke sini?"

"Mas Dapin sakit?" Shana menempelkan telapak tanganya di dahi Davin, meniru sang bunda yang sering melakukan itu jika ia demam. "Panas enggak," ucap Shana seraya menurunkan tangannya.
"Udah sembuh kok, kan udah liat Shana. Masuk yuk, Mas kangen nih sama semua."

"Ayooo." Dengan girang, Shana menggandeng tangan Davin, mengajak lelaki itu masuk ke dalam.

Keramaian mendominasi ruang tengah kala Davin memasuki rumah singgah. Dalam hati lelaki itu bersuyukur karena tawa sahabat-sahabatnya tak tampak luntur. Pikiran buruknya seketika lenyap, ia lega luar biasa.

Bibir pucat Davin mematri senyum, terkagum dengan mereka yang begitu pandai mengudarakan duka, lihai menciptakan tawa. Dari mereka Davin belajar banyak. Salah satunya adalah tetap semangat meski tertimpa cobaan berat. Menganggap keterbatasan fisik sebagai anugerah Sang Kuasa, kendati kadangkala cukup menyiksa.

"Eh, Davin. Kamu ngapain bengong aja di situ? Sini gabung." Davin mengerjap kala suara Langit terdengar, membuyarkan lamunannya. Ia lantas berjalan menghampiri sahabat-sahabatnya yang sedang duduk melingkar di atas karpet sembari mengobrol.

"Gimana keadaan kalian?" tanya Davin setelah mengambil tempat duduk di sebelah Deva.

"Seperti yang kamu lihat, kita baik-baik aja kok. Kamu mah dibilangin nggak percaya," jawab Langit, memakan cemilan yang beberapa waktu lalu diberikan oleh Bunda Nana.

"Ya kan aku khawatir sama kalian. Apalagi keinget badan kurus Deva." Davin melirik Deva yang duduk di sampingnya.

"Lah, kenapa jadi bawa-bawa berat badan aku?" Deva sedikit sewot saat Davin mulai membicarakan perihal berat badan. Di antara mereka semua memang Deva lah yang paling kurus. Oleh karena itu, tak jarang ia dijadikan bahan bercandaan oleh Davin.

GLIMMER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang