Jujur aja aku ga nyangka kalau dokter Sean sangat excited menyambutku. Dia cerita tentang bagaimana mas Tama pertama kali mengatakan bahwa ingin menjadikanku istrinya. Meminta semua data tentang aku serta menyuruhnya menceritakan bagaimana keseharianku.
Awalnya dokter Sean ragu dengan niatan kakak sulungnya ini. Pasalnya selama 6 tahun semenjak kematian Rista istri mas Tama, tak pernah sekalipun mas Tama dekat dengan seorang wanita. Dokter Sean bercerita kalau Prof Rumi beberapa kali mengenalkan mas Tama dengan anak kenalannya tapi tak pernah berhasil. Hingga akhirnya mereka menyerah.
Selama 6 tahun itu, mas Tama lebih banyak membangun perusahaannya dibidang konstruksi. Menjadi seorang architect consultant untuk proyek-proyek resort dan hotel di Batam dan pulau Bintan. Memilih tinggal di Singapore karena Rista yang memang berasal dari negara tersebut.
Hanya itu yang diceritakan dokter Sean padaku, selebihnya kami lebih banyak membahas tentang kasus pasien bayi nyonya Rudi. Rencananya awal penanganan kasus ini adalah informed consent pada pasangan suami istri tersebut. Menjelaskan kondisi janin yang sudah berumur 27 minggu itu kepada mereka serta pendampingan.
Aku sedang membaca semua jurnal mengenai kasus Omphalocele diruanganku. Mempelajari semua kasus tersebut untuk mempersiapkan diri menghadapi operasi yang mempertaruhkan dua nyawa itu.
Membaca jurnal kadang membuatku lupa waktu, hingga aku menyadari bahwa aku belum menunaikan kewajibanku. Mengganti flat shoes dengan sendal rumah sakit, aku bergerak menuju toilet kecil didalam ruanganku. Duh, datang bulan disaat yang tidak tepat nih.
Pasalnya aku tidak menyiapkan pembalut padahal tamu bulanan ga pernah telat lebih dari 3 hari, jadi aku biasanya lebih prepare mengenai hal-hal emergency ini. Aku keluar mencari pembalut di dalam tas yang aku rasa sudah habis, oh iya ada satu di laci kalau ga salah. Bingo! I got it! Alhamdulillah.
Selesai itu aku duduk, kembali menghadap layar komputer. Pintu ruanganku diketuk saat aku sedang membaca jurnal ketiga.
"Masuk" ucapku
Kepala Fabian menyembul dibalik pintu "Sore dok"
"Hai, masuk-masuk" suruhku
Dia masuk ke dalam ruanganku, duduk didepanku "Apa kabar dok?"
"Baik, jadi mau ngomong hal penting apa nih?" aku menopang dagu melihat kearah Fabian
"Kasus baru ya dok?"
"Sorry?"
"Itu dok kasus baru" dia menunjuk layar komputer
Aku mengangguk "Iya, kasus baru tentang Omphalocele"
"Menarik" gumannya
"Hmm iya menarik tapi harus ekstra hati-hati dan teliti saat proses nanti. By the way, lo mau ngomongin apa nih?" aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan
Fabian mengusap tengkuknya "Masalah pribadi sih dok. Boleh ga saya bicarakan masalah pribadi?"
Aku menopang daguku kembali "Ok, gue open minded sih orangnya. Lo bisa curhat apapun kalo lo mau"
"Hmm saya sebetulnya ada niat serius sama dokter"
"Niat serius?"
"Begini dok, saya merasa nyaman dengan dokter dan tertarik lebih dekat dengan kepribadian dokter yang menurut saya menarik"
"Sorry sorry, gue potong ya. Gue udah ngerti maksud pembicaraan ini tapi gue minta ma__"
Fabian memotong ucapanku "Saya ga masalah tentang umur, saya hanya niat untuk menyempurnakan ibadah saya denganmu dok" ucapnya meyakinkan
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam Jejak Tritici (END)
RomanceTritici Xenon Mulyadi, dokter bedah anak usia 34 tahun itu masih tetap melajang. "Aku belum siap aja" itu yang selalu menjadi jawaban pamungkasnya saat tiap orang bertanya tentang pernikahan. Tici, sapaannya itu memiliki luka di masa lalu yang hingg...