Lepas magrib kami berkumpul di gazebo halaman belakang. Rencananya malam ini mas Tama akan balik ke Jakarta ditemani Pa Mufti, ah jangan lupakan anakku Tristan yang saat ini sedang sangat manja padaku. Sejak datang hingga saat ini Tristan ga mau pisah dariku, lihat saja sekarang dia berbaring di pangkuanku. Bahkan ajakan Biru untuk bermain juga ditolaknya dan alasannya membuat semua keluargaku amazed karena tingkah polosnya.
"Biru, sorry...i just want to be with mami tonight before i go back to Jakarta" tolaknya saat Biru mengajaknya
Biru mengangguk "Ok, i will give you take a moment"
Jadi setelah itu Biru membiarkan Tristan selalu bermanja-manja denganku. Mas Tama juga yang biasanya cemburu melihat sikap manja Tristan padaku, membiarkannya untuk kali ini. Kami berkumpul untuk mendengarkan nasehat pernikahan dari ayah dan papap sambil menunggu waktu Isya dan ditutup dengan makan malam bersama sebelum mas Tama pulang ke Jakarta.
Bapak dan Ibu sudah pamit sejak tadi sore karena akan menemui kerabatnya yang mengadakan yasinan di Purwakarta lepas Isya, ditemani oleh pa Bimo dan Naya. Tangan mungil itu masih asik menggenggam tangan kiriku sambil terus memperhatikan cincin yang melingkar di jari manisku. Sebelah tanganku mengusap kepalanya hingga ke pipinya yang sekarang semakin berisi.
"Mami"
"Iya sayang" ucapku sambil menunduk
"Abang promise sama mami. Abang will be good boy without mami but mami..." Tristan menghela napas berhenti bicara
"But?" tanyaku
"Can take me when mami and papa go to Bi__"
"Tristan" panggil mas Tama memotong ucapan Tristan
Aku mengerutkan kening melihat tingkah kikuk mas Tama yang mencegah Tristan bicara "Kenapa mas?"
Dia menoleh padaku "Hmm apa kenapa de?"
"Mas manggil Tristan kenapa?"
"Ga apa-apa de hehehe" tawanya seperti dipaksa "Hi boy, you promised me"
Tristan menunduk lesu "I know"
"Iih mas sama abang aneh deh. Kenapa sih? Janji apa coba cerita sama mami?!" tegasku pada mereka berdua
"Ini rahasia lelaki sejati. Pokonya ga ada apa-apa, iya kan boy?" desak mas Tama
Tristan mengangguk lesu "Tapi abang..."
"Ckck" mas Tama berdecik
Tristan menghela napas sambil cemberut.
Fix, aku gagal paham sama apa yang mereka omongin. Jangan salahkan aku kalo kadar kepo aku sekarang udah sangat memuncak, siapa suruh main-main sama Tritici anak pa Mulyadi.
"Kalo ga ada yang mau ngomong, mami marah nih" aku memulai aksi protes
Tristan bangun dari posisi tidurnya, posisinya persis seperti bayi koala saat ini. Puppy eyes kebanggaannya kini sedang menggoda imanku, tahan Tici tahan.
"Mamii..don't angry please" ucapnya sambil memelas
Mas Tama dilema, dia ingin berusaha memelas juga tapi terhalang wudhu yang sudah aku wanti-wanti sejak tadi agar tidak membatalkannya.
"Udah udah, ayo Isya dulu" lerai bubun yang mendekat ke arah kami bertiga
"Iya bun" jawab mas Tama "Ayo Tristan, jangan manja terus sama mami" dia mengulurkan tangannya pada Tristan yang masih berada diatas pangkuanku
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam Jejak Tritici (END)
Storie d'amoreTritici Xenon Mulyadi, dokter bedah anak usia 34 tahun itu masih tetap melajang. "Aku belum siap aja" itu yang selalu menjadi jawaban pamungkasnya saat tiap orang bertanya tentang pernikahan. Tici, sapaannya itu memiliki luka di masa lalu yang hingg...