Jantungku berdetak sangat cepat, hingga aku pikir suaranya akan terdengar oleh bubun dan ayah yang duduk disampingku saat ini. Kami semua sedang menunggu mas Tama berbicara setelah tadi memberi salam dan mengucap bismilah. Mata hitam dengan alis hitam legam dan rambut hitam yang disisir rapih beserta pomade yang membuatnya berkilau adalah sosok calon suami yang kelak akan menjadi imam terbaik buatku.
"Tama ucapkan terimakasih untuk bapak ibu serta ayah bubun karena telah memberikan restunya hari ini. Terimakasih pula untuk saudara ade dan saudara Tama yang sudah support selama ini. Yang terpenting, terimakasih untuk ade...Tritici, calon istri dan ibu dari anakku Tristan serta anak kita kelak. Terimakasih ade sudah menerimaku apa adanya, menerima statusku, menerima kekuranganku serta menerima Tristan selama ini" suaranya tercekat matanya merah berkaca tapi cairan itu tak urung turun
Air mata pertama itu lolos tanpa ijin membasahi wajahku saat aku mengedipkan mata. Bubun yang ada disampingku malah sudah beberapa kali mengusap air matanya dengan tisu dan ayah masih terlihat gagah walaupun diujung matanya aku melihat jejak air mata yang terhapus. Aku segera menghapus lembut jejak air mata itu dengan tisu yang memang aku siapkan selama ada didalam kamar tadi.
"Ade, calon istriku yang hari ini sangat cantik dan mempesona. Aku tau bahwa perkenalan kita belum terlalu lama, bahkan kurang dari 1 tahun kita kenal dan dekat. Tapi percayalah walaupun singkat, aku sangat yakin bisa bersamamu hingga maut memisahkan kita. Seperti yang selalu aku katakan, bahwa hanya kamu wanita yang memenuhi semua syarat untuk menjadi istriku dan ibu bagi Tristan. Salah satu syarat pernikahan kekal abadi itu adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama, dan kamu membuatku seperti itu setiap saat. Ada satu quote dari pa Habibie yang selalu aku ingat. Beliau berkata masa lalu saya adalah milik saya, masa lalu kamu adalah milik kamu tapi masa depan adalah milik kita. Maukah kamu menjadi masa depanku bersama Tristan?"
Jangan tanyakan bagaiman make-up ku kali ini. Sumpah aku meleleh dibuatnya! Pria gagah nan tampan ini dateng dari belahan bumi mana sih? Kok bisa-bisanya bikin aku, ah tidak hampir semua wanita yang ada di ruangan ini meneteskan air mata mendengar untaian kata romantis dan tulus itu terucap. Aku mengusap air mataku yang banjir membasahi wajahku, mencoba mengatur napas agar saat menjawab pertanyaan nanti terdengar jelas dan tenang.
"Killer Quote ya Tama, sampai membuat hampir wanita diruangan ini tersentuh. Ade masih kuat de? Kalau ga kuat lambaikan tangan ke kamera" Fabian mencairkan suasana
Aku mengangguk sambil tersenyum ke arah Fabian.
"Ok, kalau masih kuat silahkan jawab permintaan Tama saat ini juga" Fabian memberikan mic padaku
"Bismillahirrahmanirrahim. Jujur aja Tici speechless. Rasanya masih kaya mimpi tapi ini nyata saat mas Tama datang pertama kali meminta ijin sama ayah dan bubun untuk kenal Tici lebih dekat. Terus sempet shock juga saat tau prosesi menuju pernikahan sekilat ini dan betul kata mas, kita kenal kurang dari 1 taun. Awalnya sempat ragu juga karena belum yakin sama niat seriusnya mas, apalagi kita juga ketemu hanya beberapa kali. Makin ragu saat ngerasa ga yakin sama diri sendiri, bisa ga ya jadi istri dan ibu yang baik dan bijak" aku menghela napas
Semua orang menunggu kata selanjutnya keluar dari mulutku, wajah mas Tama terlihat sangat tegang saat ini.
"Selama pendekatan dua bulan ini, mas Tama itu sosok ayah yang sangat bertanggung jawab. Mas bisa membuat Tici yakin kalau kita bisa sama-sama saling mengerti, saling menerima kekurangan dan kelebihan yang kita miliki serta meyakinkan Tici bahwa mas adalah pria terakhir yang sangat Tici sayangi. Kenapa terakhir? Karena Tici ingin mas menjadi cinta terakhir bagi Tici hingga akhir hayat nanti. Inshaa Allah dengan restu ayah bubun dan semua orang yang ada disini, Tici menerima lamaran mas. Bersedia mendampingi mas dan abang saat ini hingga maut memisahkan kita. Tici yakin, mas bisa menjadi imam yang membimbing Tici menjadi seorang istri serta ibu yang baik dan bijaksana"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam Jejak Tritici (END)
RomansaTritici Xenon Mulyadi, dokter bedah anak usia 34 tahun itu masih tetap melajang. "Aku belum siap aja" itu yang selalu menjadi jawaban pamungkasnya saat tiap orang bertanya tentang pernikahan. Tici, sapaannya itu memiliki luka di masa lalu yang hingg...