Aku meregangkan tubuhku saat suara alarm handphone berbunyi di atas nakas dan segera meraihnya. Lenguhan halus terdengar dari seorang pria yang tidur disampingku, pria kecil yang telah membuatku jatuh cinta.
"Mamii" suara serak Tristan
"Iya sayang" aku meraih tubuhnya kedalam dekapan pelukanku
Eratan tangan mungil itu mengetat di punggung "Morning"
"Morning abang. Mami mau sholat subuh dulu. Kita sholat subuh dulu yuk!"
Anggukkan kepalanya dengan mata yang sedikit terbuka sudah menjawab pertanyaanku.
"Bangun dong kalo mau sholat, sekalian bangunin papa ya di luar. Kita sholat berjamaah. Mami mau wudhu dulu" perintahku sambil mengusap kepalanya
Tristan membuka matanya, menguceknya dan mulai turun dari atas ranjang. Dia berjalan keluar dari dalam kamar. Semalam mas Tama yang niatnya menjahiliku malah kena senjata makan tuan.
"May I?" ucapnya sambil menyentuh bibirku
Aku mengerjap saat gerakan sensual itu terjadi, menelan ludahku yang terasa amat sulit dan tingkahku itu terlihat oleh mas Tama.
Mas Tama mendekatkan wajahnya hingga kami nyaris berciuman sebelum suara interupsi terdengar dari arah belakang mas Tama.
"Papa, don't" suara Tristan menginggau yang membuat aku refleks melepaskan diri dari dekapan mas Tama yang eratan pelukannya melonggar karena kaget.
Kami berdua menoleh bersamaan ke arah ranjang, Tristan masih dalam posisi tertidur. Saat aku akan mendekati Tristan, tanganku segera diraih mas Tama, gelengan kepalanya membuatku berhenti di posisiku.
"Kayanya malam ini aku tidur di sofa" keluhnya sambil memelukku
"So poorly mas" kekehan kecilku terdengar seraya mengusap punggungnya
Helaan napas panjang mas Tama sudah bisa menjelaskan bagaimana dia merasa kecewa saat ini. Dia melepaskan pelukannya, saat akan berbalik aku segera menahan lengannya.
"Kenapa de?" tanyanya
Kecupan singkat aku berikan pada pipi mas Tama yang dibalas dengan senyuman manis dan kecupan dikeningku sebelum akhirnya dia beranjak keluar dari kamar. Dan mas Tama malam itu tidur di sofa ruang tengah.
Erick malam itu menjemput istrinya yang selesai tugas dari Kuala Lumpur. Jadi semalam kami belum sempat bertemu karena pesawatnya landing malam hari. Mas Tama cerita kalau Erick baru menikah setahun lalu dan masih belum dikaruniai momongan.
Pagi ini setelah selesai sholat berjamaah, Tristan kembali naik ke kasur "Tristan masih ngantuk, can i sleep again?" ucapnya sudah berbaring
"Ok, until 7 o'clock" jawab mas Tama sambil menyerahkan sarung dan sajadah padaku
"Ok, thanks papa"
Aku merapihkan mukena dan membereskan perlengkapan sholat ke atas meja. Mas Tama ikut berbaring di samping Tristan saat aku selesai meletakan sajadah, sarung dan mukena di atas meja.
Saat aku kembali dari kamar mandi, terdengar dengkuran halus dari kedua pria yang tertidur bersampingan di kasur. Tristan memunggungi mas Tama, tangan mas Tama memeluk perut Tristan. Pemandangan yang kelak setelah 13 hari kedepan akan menjadi pemandanganku setiap pagi.
Suara orang yang berbicara terdengar dari arah luar kamar, sepertinya istri Erick sedang bicara dengan seseorang diluar. Setelah menyelimuti mas Tama dan Tristan, aku segera keluar dari kamar. Benar saja, di dapur ada dua orang wanita yang sedang berbincang. Wanita paruh baya dan wanita muda yang masih menggunakan kimono tidurnya. Aku berjalan mendekat ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam Jejak Tritici (END)
Roman d'amourTritici Xenon Mulyadi, dokter bedah anak usia 34 tahun itu masih tetap melajang. "Aku belum siap aja" itu yang selalu menjadi jawaban pamungkasnya saat tiap orang bertanya tentang pernikahan. Tici, sapaannya itu memiliki luka di masa lalu yang hingg...