"Ayolah, kak," Shaqueen sibuk menarik tangan Lay yang sedang duduk karena merajuk. Ia tidak mendapatkan cokelat berbentuk pohon natal limited edition.
"Biarkan saja dia," ujar Kai dingin. Shaqueen melepaskan tangannya dari tangan Lay. Setelah itu ia melenggang pergi bersama Jay dan Kai.
"Ah, sayang sekali. Padahal kita akan melihat pertunjukan dalam ruangan di depan sana. Katanya, orang yang beruntung akan mendapatkan kado natal," ucap Jay sedikit berteriak, sengaja menggoda Lay agar ikut. "Semoga kau beruntung Shaqueen, mendapatkan hadiah spesial itu."
Shaqueen sesekali melirik ke arah Lay yang mulai memperhatikan mereka. Ia memainkan matanya, menggoda Lay agar ikut. Akhirnya Lay ikut setelah beberapa kali dilirik oleh Shaqueen.
Mereka sampai di lantai 2 untuk melihat pertunjukan itu. Hanya pertunjukan biasa. Menari dengan kostum natal, bernyanyi dan lainnya. Mereka menikmati acara itu sampai tiba-tiba seorang wanita berjalan ke arah mereka. Shaqueen ingat, ia adalah wanita yang tadinya berperan menjadi anak nakal sehingga ia tidak mendapatkan kado natal dalam drama singkat tadi.
"Hai, pemilik kekuatan Black," bisik wanita itu pelan. Sontak Shaqueen yang mendengarnya langsung melihat ke arah Kai. Wajahnya terlihat menahan marah. "Tidak ingin ikut ke istana tuanku?" bisiknya lagi yang kali ini terdengar seperti desisan.
Wanita itu memperhatikan satu persatu dari mereka. Perhatiannya berhenti pada Shaqueen. Ia memperhatikan Shaqueen dari atas sampai bawah. Lalu ia terlihat berpikir sejenak.
"Oh, ternyata itu kau, gadis manis." Ia tersenyum penuh arti. "Perkenalkan, namaku Emilie, bawahan Diablo," bisiknya diakhir membuat Shaqueen mundur selangkah, mendekati Jay.
"Bahkan dalam namamu terdapat kata bohong, lie." Jay menutupi Shaqueen dengan tubuhnya.
"Begitulah namaku, Emilie. Bermain drama adalah kesukaanku. Drama yang penuh kebohongan," ia tersenyum miring. "Dan ia pasti gadis itu, putri Razendra. Ternyata kau tumbuh menjadi gadis yang cantik." Emilie mengusap rahang Shaqueen dengan ibu jarinya, membuat Shaqueen bergidik ngeri.
"Pergilah, kami tidak ada urusan denganmu," ucap Lay penuh penekanan. Ia tidak tahan jika bawahan Diablo berada disekitarnya.
"Baiklah, sampai jumpa, Kai. Senang bisa melihatmu, Black Prince."
Kai menggertakkan giginya geram. Ia langsung mengambil tongkat sihir miliknya yang setia di balik jaket yang ia pakai. Menyerang Emilie dengan cepat sebelum ia pergi dengan teleportasi.
"Ck," decak Kai kesal. Kekesalannya bertambah setelah mendengar kata Black Prince dari mulut wanita itu.
Jay yang melihat situasi sudah aman mulai menghilangkan sihir penghenti waktu yang tadi sempat ia pakai. Semuanya kembali normal. Tidak ada orang-orang yang menyadari apa yang mereka lakukan tadi.
"Kita pulang?" tanya Lay membuyarkan lamunan Shaqueen. Ia menganggukkan kepalanya dan mereka segera berjalan menuju parkiran.
Selama diperjalanan pulang, semuanya hanya diam. Mereka tidak ingin memancing amarah Kai yang mungkin saja bisa membahayakan mereka. Shaqueen masih sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Tentang sebutan Black Prince untuk Kai tadi. Ia ingin sekali bertanya, tapi ia tahu ini bukan saatnya.
Saat sampai di perumahan, mereka berhenti di rumah Sean. Shaqueen memutuskan untuk ikut Lay ke taman belakang rumah mereka. Sementara Jay dan Kai masuk ke dalam rumah.
"Kau ingin tahu apa maksud Black Prince itu?" tanya Lay langsung setelah mereka duduk di bangku taman. Shaqueen menganggukkan kepalanya. "Bawahan Diablo bilang kalau Kai adalah pangeran mereka. Sementara pemimpinnya adalah Diablo itu sendiri. Mereka bilang ia pangeran karena Kai adalah pemilik nama Black yang ada sampai saat ini setelah Diablo. Pemilik kekuatan Black terdahulu sudah tidak ada, termakan usia. Tapi tidak dengan Diablo, ia menggunakan sihir yang membuatnya abadi. Dan ia ingin mengajak Kai." Lay berhenti sejenak. Kemudian ia menatap Shaqueen sambil menaikkan satu alisnya seolah bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantastic High School (DISCONTINUE)
Fantasy#1 Sihir [16-5-2019] #7 Fantasy [18-5-2019] Shaqueena Almeera Frazza, Semua orang bisa menjadi penyihir. Tapi, tak semua orang bisa menjadi penyihir hebat. Semua penyihir bisa mencintainya. Tapi, tak semua penyihir bisa dicintai olehnya. Aku akan...