6. Apa Yang Terjadi?

21 3 2
                                    

Jam dinding sudah menunjukan pukul dua pagi, namun Zeena masih belum bisa menutup matanya. Pikirannya kacau, ia tak mampu mengistirahatkan tubuhnya.

Pikirannya terus saja tertuju pada Zylan. Ia masih gelisah, atas keputusan Zylan yang tiba-tiba saja ingin pergi keluar kota meninggalkannya.

Ya, mungkin Zylan hanya akan pergi keluar kota, dan itupun hanya untuk beberapa waktu. Namun tetap saja Zeena tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya disaat hari-harinya harus ia jalani tanpa ada Zylan disampingnya.

Pasti hari-hariku akan sepi tanpa dia. Pikir Zeena. Hal itu terus saja berputar dipikiran Zeena seakan tak ingin membiarkan pikiran Zeena untuk beristirahat.

Dengan sekuat tenaga Zeena berusaha untuk bisa menutup matanya, mencoba untuk tertidur, namun lagi-lagi bayangan Zylan terus menghantuinya.

Terutama kejadian romantis yang baru saja ia dapatkan dari seorang Zylan yang selama ini dingin, yang selama ini selalu menjengkelkannya, yang tak pernah membuatnya bahagia hingga melambung tinggi seperti yang baru saja ia alami.

"Kenapa disaat dia baru bersikap romantis, disaat itu pula dia harus pergi?" Keluh Zeena resah yang kini tengah terbaring ditempat tidurnya.

"Ah, Zylan!" Teriak Zeena kesal.

Kemudian ia menyembunyikan wajahnya dibawah bantalnya, ia sudah tidak tahan terus memikirkan Zylan yang hanya membuatnya kesal.

Namun, tanpa diduga tiba-tiba saja telinga Zeena berhasil menangkap suara seseorang yang memanggil namanya. Seseorang yang tak asing lagi baginya.

"Zeena," Panggil orang itu yang berhasil membuat Zeena tertegun.

"Zylan?" Ujar Zeena tersentak.

Dengan segera ia keluar dari balik bantal yang menutupi kepalanya, untuk memastikan bahwa suara yang ia dengar itu memang suara Zylan.

Namun, disaat matanya terbuka, melihat kondisi sekitarnya, Zeena dibuat terkejut olehnya.

Zeena yang semula berada dalam posisi terbaring ditempat tidurnya, didalam kamar. Kini tiba-tiba saja ia berada ditempat yang aneh, sangat aneh.

Tidak ada yang dapat ia lihat selain kabut warna putih pekat yang menutupi langit dan tanah yang tengah ia injak. Tidak ada orang lain ataupun sesuatu yang berada ditempat itu. Hanya Zeena seorang.

"Tempat apa ini? Kenapa semuanya terlihat putih seperti ini?"

Bola mata Zeena berputar menjelajahi setiap sudut tempat itu, namun tetap sama, tidak ada apapun yang dapat ia lihat selain kabut yang berwarna putih pekat.

Keterkejutannya semakin bertambah, disaat ia teringat bahwa sebelum ia berada ditempat aneh itu ia sempat mendengar suara Zylan yang memanggilnya. Namun saat ini ia tidak melihat Zylan. Hal itu membuat Zeena mulai merasa gelisah.

"Zylan? Kau ada dimana, Zylan?"

Rasanya mustahil baginya untuk bisa menangkap bayangan Zylan ditempat yang sepi dan aneh itu. Namun siapa sangka, justru telinga Zeena kembali menangkap suara Zylan.

"Aku ada disini, Zeena." Ujar Zylan yang seolah terdengar dibelakang Zeena.

Dengan cepat Zeena membalikkan tubuhnya, dengan harapan bahwa Zylan memang benar-benar ada dan suara yang didengarnya itu bukanlah sebuah ilusi belaka.

Begitu ia berhasil membalikkan tubuhnya, dilihatnya seorang pria yang kini tampak berdiri dihadapannya. Dengan pakaian yang serba putih pula, seakan mendukung suasana tempat aneh yang serba putih itu.

Zeena merasa sedikit lega disaat ia mengetahui bahwa pria itu memanglah Zylan. Namun rasa lega itu hanya bertahan dalam waktu beberapa detik saja, karena suatu kejanggalan kembali dirasakan Zeena.

Melihat keadaan Zylan, rasanya sangat aneh. Selain pakaiannya yang serba putih, wajahnya pun tampak pucat, dan tampak cahaya bersinar disekeliling tubuhnya.

Senyuman Zeena yang sempat mengembang disaat ia melihat Zylan, kini kembali mengerucut, keningnya mengerut seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat atas keadaan Zylan.

"Zylan? Apa yang terjadi padamu?" Ujar Zeena yang semakin menatap Zylan lekat.

Bukannya menjawab pertanyaan Zeena, justru Zylan hanya terdiam menatap Zeena tanpa ekspresi.

Perlahan Zeena mulai melangkahkan kakinya mendekati Zylan. Ia terus menatap Zylan dengan tatapan yang seolah masih berusaha meyakinkan diri bahwa yang dilihatnya memanglah Zylan.

"Zylan? Kau baik-baik saja, bukan?" Tanya Zeena begitu ia berada tepat dihadapan Zylan, namun tetap tidak ada jawaban dari Zylan, ia terus terdiam tanpa pergerakan sedikitpun bak patung.

"Zylan, katakan padaku. Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau terlihat pucat seperti ini? Apa kau sakit? Hmm?"

Lagi-lagi tidak ada jawaban dari Zylan, selain tatapannya yang semakin dalam menatap mata Zeena. Namun demikian, Zeena tidak merasa kesal sedikitpun. Justru kata-katanya selalu terdengar begitu lembut, tidak seperti biasanya yang selalu tidak tahan disaat ia didiamkan begitu saja oleh Zylan.

"Kenapa kau diam saja? Apa kau benar-benar sakit?" Ucap Zeena masih dengan nada lembut.

Perlahan Zeena mulai mengangkat tangannya, ia berusaha untuk menyentuh pipi Zylan demi memastikan bahwa tubuh Zylan terasa hangat atau tidak.

Bukannya mendapat kejelasan tentang keadaan Zylan yang demikian, justru Zeena harus mengalami kejadian aneh disaat ia tidak bisa menyentuh Zylan.

Tangannya seakan menembus wajah Zylan. Tentu saja hal itu membuat Zeena tersentak terkejut.

"Astaga," Pekik Zeena refleks saat tangannya menembus wajah Zylan.

Zeena membulatkan matanya menatap Zylan, ia benar-benar tidak menduga bahwa ia akan mengalami hal demikian. Sementara Zylan, dia tetap saja terdiam tidak menampakkan reaksi apapun.

Seakan tak percaya dengan apa yang telah ia alami baru saja, Zeena kembali berusaha untuk menyentuh Zylan.

Ia mencoba untuk memeluk Zylan, namun lagi-lagi tubuhnya menembus tubuh Zylan. Ia tidak bisa memeluk Zylan seperti yang ia harapkan.

Dengan wajah syok, Zeena segera membalikkan tubuhnya menghadap Zylan kembali. Dilihatnya Zylan juga membalikkan tubuhnya yang semula membelakangi Zeena, hingga kini mereka kembali saling berhadapan.

Walau kenyataannya Zeena tidak bisa menyentuh Zylan, namun ia tetap tidak percaya. Ia kembali berusaha untuk menyentuh tubuh Zylan.

Berkali-kali ia mencoba untuk menyentuh Zylan, namun berkali-kali pula ia harus gagal, tangannya tetap menembus tubuh Zylan. Hal itu membuat Zeena mulai merasa kesal.

"Zylan? Apa ini? Kenapa aku tidak bisa menyentuhmu? Ada apa dengan dirimu?" Ucap Zeena terdengar panik sekaligus kesal.

"Zeena, kini dunia kita sudah berbeda. Kau tidak akan pernah bisa menyentuhku lagi." Ujar Zylan yang berhasil membuat Zeena tertegun.

"Apa yang kau maksud dengan dunia kita sudah berbeda, hah?" Zeena mulai merasa ketakutan disaat ia mendengar pernyataan dari Zylan itu.

"Aku pergi, Zeena. Maafkan aku jika aku tidak bisa tetap berada disampingmu. Jaga dirimu baik-baik. Aku akan menunggumu dikehidupan baru nanti." Ujar Zylan yang berhasil membuat air mata mengalir dengan deras dipipi Zeena.

"Tidak, Zylan. Apa yang kau katakan? Kau tidak akan pergi. Kau akan tetap bersamaku selamanya."

Air mata semakin deras mengalir membasahi pipi Zeena, ia merasa takut saat ia mendengar kalimat Zylan.

"Selamat tinggal, Zeena,"

Seiring dengan kalimatnya, tiba-tiba saja bayangannya mulai memudar dari pandangan Zeena.

Hal itu membuat Zeena semakin ketakutan disaat melihat bayangan Zylan yang berangsur menghilang.

"Tidak, Zylan. Kumohon jangan pergi. Zylaaaaaaannnnn!!!!" Teriakan Zeena pecah disaat bayangan Zylan benar-benar hilang dari pandangannya.

Namun, seiring dengan teriakannya yang memanggil nama Zylan, tiba-tiba ia dikejutkan oleh...

———

Duka Kasih JT610Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang