#26

1.3K 109 10
                                    

Awww... Aku merintih kesakitan menahan perih di pipi akibat luka yang di timbulkan oleh baku hantam tadi.

Aku tahu fauzan cemburu, aku mengerti itu. Sama hal nya denganku, aku pun cemburu. Cemburu bahwa nayya memilihnya di banding aku, cemburu bahwa kini nayya akan menjadi istrinya tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa aku hanya bisa berdo'a pada Allah untuk menguatkan hatiku.

Aku tidak tahu fauzan dapat info dari siapa perihal nayya menghampiriku di kebun tadi. Dan aku pun menjaga jarak padanya, karena aku sadar diri tak mungkin lah aku mengambil orang yang di sayang sahabatku sendiri. Walau nyatanya dialah yang telah mengambilnya dariku.

Taman asrama putra kini ku berada,.dengan kotak P3K yang aku ambil sendiri di ruang UKS pondok. Mengobati luka ku sendiri, walau senad senud rasanya. Andai saja tadi aku bisa lebih sabar mungkin jiwa premanku tidak akan muncul kembali.

"Assalammu'alaikum ustadz" sapa santri padaku.

"Wa'alaikumussalam" jawabku sambil terus mengobati memar dengan betadine dan kapas.

"Punten ustadz. Ustadz, di panggil buyya ke rumah untuk mengahdap buyya sekarang" ucapnya.

DUG!!!

jantungku berdegup lebih kencang sekarang udah mah tadi aku berantem, kini di tambah dengan panggilan buyya pasti saja beliau akan menanyakan hal ini.

"Oh iyya, terimakasih. Nanti saya kesana kalau sudah beres nutupin luka" ucapku sambil tersenyum. Santri itupun lantas pergu dari hadapanku.

Kini, yang aku rasakan dag dig dug super super super. Lebih super dari aku berhadapan dengan nayya. Bukannya takut, karena memang aku pun salah juga, tapi aku malu. Malu padanya, aku di percaya olehnya namun jiwa premanku masih ada.

Daripada aku buat buyya semakin marah, aku pun bergegas merapikan kotak obat dan pergi ke rumahnya.

****

Sesampainya aku disana, ternyata sudah ada fauzan. Ia menatapku sinis seolah aku ini sangat menjijikan baginya.

Ku cium tangan buyya seraya duduk sopan di hadapannya. Aku gak berani duduk tegak seperti fauzan, karena bagaimanapun buyya adalah guruku walau tidak akan menjadi mertuaku.

"Ahkam! Apa benar kamu yang mulai duluan pertengkaran ini?" tanya buyya langsung tanpa basa basi dengan nada sedikit tinggi.

"Afwan buyya. Saya tidak tahu apa-apa tiba-tiba saja fauzan menghampiri saya dan langsung menghantam saya" ucapku dengan kepala yang masih menunduk.

"Bohong buyya! Jelas-jelas lo yang nyerang gue duluan. Bisa-bisanya lo bilang ke buyya bahwa gue yang nyerang lo!" bantah fauzan dengan nada tinggi.

"Afwan buyya, saya tidak pernah berbohong sekalipun itu pada sahabat saya, saya selalu katakan dengan benar dan sesuai fakta. Jikapun saya yang menyerang fauzan duluan mungkin saya akan takut dan nada bicara saya akan meninggi seperti orang yang takut tertangkap basah" ucapku sedikit menyindir fauzan

"Lo nyindir gue? Maksud lo apa? Gue yang mulai duluan gitu? Jelas-jelas lo ya yang mulai duluan. Tanpa sebab tanpa apa lo nyerang gue!" fauzan memegang kerah bajuku matanya melotot mengancamku.

"Sudah sudah! Saya tidak tahu salah siapa. Yang jelas dari apa yang buyya lihat, ternyata fauzan yang terlihat gelisah" ucap buyya melerai kami.

"Buyya, percaya sama saya. Saya calon mantu buyya, mana mungkin saya akan melakukan tindakan kasar jika tidak di mulai terlebih dahulu" ucap fauzan yang keukeuh akan pendiriannya.

A.H.K.A.M (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang