#33

1.1K 68 0
                                    

Hari demi hari telah berlalu, kini tiba dimana sehari lagi nayya akan berganti status menjadi seorang istri dari hafidzul ahkam. Sebuah mimpi yang tak pernah nayya sangkakan, bersanding dengan seseorang yang ia cintai.

Namun, di balik hari bahagianya itu, nayya diliputi rasa kesedihan, penasaran, dan lain sebagainya. Ia sedih kini baktinya sepenuhnya pada suaminya, dan ia pasti akan berpisah dari kedua orang tuanya. Entah itu nanti ahkam akan membawanya ke kampung halamannya atau apa. Karena kini, ahkam telah mempunyai pekerjaan yang mana ia harus mengajar di sebuah pesantren milik kakeknya di probolinggo.

Dan ditambah rasa penasaran nayya akan nada, yang tiba-tiba menghilang entah bagaimana. Semenjak satu minggu lalu, nayya dan nada kembali menghangat, bahkan tak jarang mereka jalan bertiga nayya, nada dan ahkam. Canda tawa kembali terdengar renyah, dan kini nada hilang entah kemana. Bagaikan di telan bumi, bahkan diva yang selalu bersama nada pun tidak tahu hilangnya nada.

Padahal dua hari yang lalu, nada berjanji ia akan mendampinginya di hari pernikahannya, dan menjadi dayang-dayang cantiknya. Tapi, sejak kemarin hingga sekarang nada tak terlihat dimanapun, dan itu membuat nayya sedikit galau.

"Div, kira-kira nada besok hadir gak ya?" tanya nayya lesu.

Diva yang melihat nayya seperti ini, tak kuasa masa sih di hari bahagianya nayya harus cemberut dan sedih terlebih ia lebih memikirkan nada sahabatnya di banding hari bahagia dan dirinya sendiri.

"Insya Allah, berdo'a saja mudah-mudahan nada datang" ucap diva dengan lembut.

"Aamiin" jawab nayya lesu.

Pikirannya terus menerawang jauh soal nada, baru kemarin nada kembali kini nada hilang lagi bagai jelangkung tau gak. Bahkan seluruh santri di asarama putri pun tidak tahu kemana nada, perginya nada tidak pamit dan tidak meninggalkan jejak sedikitpun. Ingin mengabarkan keluarganya, nayya tak enak karena dulu pernah menolak ozan paman nada. Ah nayya jadi pusing sendiri

"Bisa aja si nada pulang ke rumahnya. Udah gak usah khawatir, masa penganten cemberut sih di hari bahagianya, nanti kata tamu undangan di kira terpaksa lagi nikahannya" ucap diva berusa menghibur nayya.

"Kamu nginep ya disini, aku udah deg-deg'an" ucap nayya dengan datar.

Diva tau apa yang dirasakan nayya. Sebenarnya nayya bahagia, tetapi karena satu sahabatnya tidak ada alhasil menjadikan nayya lesu tak bersemangat seperti ini. Sedih dan kasihan, baru saja persahabatan ini kembali dan baru saja nayya merasa bahagia kembali, apalagi di tambah kebahagiaan nya dengan menikah dengan calon idaman nya. Tapi, nada benar-benar membuat ulah lagi, yang tak bisa diva pikirkan.

----------

Ahkam p.o.v

Hari semakin hari semakin membuatku gelisah tak menentu. Aku senang, aku bahagia  karena Allah menjawab do'a-do'a ku yang ingin menikah dengan nayya. Dan bahkan sejak kemarin rabu nayya telah menerima lamaranku aku bahagia sekaligus terharu, apalagi saat melihat nayya menangis sembari memeluk abahnya membuatku berpikir. Nayya adalah anak perempuan yang paling dekat dengan abahnya, dan aku dengan gampangnya mengambil nayya begitu saja.

Nayya memang masih terlalu muda untukku nikahi, bahkan umurnya pun masih 18 tahun. Tapi, entah mengapa diri ini selalu memaksa harus menikah sekarang-sekarang karena memang umurku juga sudah memasuki usia pernikahan, jadi apa salahnya kalau aku mengajak nayya menikah? Bukankah itu bagus? Lagian juga nayya tidak akan terhambat masa depannya. Aku mengizinkan dia untuk kuliah di kairo karena memang inginnya, dan aku pun harus melanjutkan pekerjaanku menjadi seorang guru di pesantren mbah dan seorang pendakwah.

Aku sudah siap menerima jika memang nanti nayya ingin pergi ke kairo, aku harus legowo karena itulah cita-citanya dari kecil. Apalagi aku berani sekali menikahinya disaat umurnya masih muda dan semuda itu harusnya di pakai untuk menggapai cita-cita, tapi aku dengan lancang mengajaknya menikah. Huftt, nayya maafkan aku.

Berbicara soal nayya aku teringat kejadian kami waktu di alun-alun, saat tak sengaja bertemu di suatu warung bakso dan nayya dalam keadaan murung. Dan keingat perkataan nayya tempo itu.

"Jika saya mencintaimu, apakah kau akan menggenggam cinta saya, atau akan kau lepas?" tanyaku penasaran.

"Jika memang dengan melepas bang ustadz bisa membuat sahabat nayya bahagia, maka akan nayya lepas. Tiada hal yang paling bahagia, kecuali dengan melihat sahabat bahagia" ucapnya sambil tersenyum, dan aku yakin 100 persen itu bukan dari hati.

"Jika saya tidak mencintai sahabatmu apakah kau akan tetap melepaskan saya?" tanya ku lagi

"Bang, cinta atau tidaknya tergantung nanti jika abang dan sahabat nayya sudah menjadi pasangan yang halal. Yang terpenting, nayya sudah bisa melihat sahabat nayya bahagia bersama abang" ujar nayya lagi dengan suara yang parau.

Aku tau nay, sesungguhnya kau mencintaiku begitupun sebaliknya. Aku tahu kau bicara seperti itu hanya karena kau tak enak hati pada sahabatmu. Tapi, apakah kau tidak lihat diriku ini? Aku pun sama terluka, jika kau memberikan ku pada orang lain. Apa kau tidak mau berjuang denganku? Nayya.

Malam itu kami berdebat sebentar, lalu nayya pamit dan pergi dari hadapanku. Argghhh,, aku benar-benar dilanda kebingungan, dan juga strees. Tetapi ternyata kestresan aku mengundang halayak ramai, aku menjadi pusat perhatian mereka. Apa mereka gak punya kerjaan? Selain memperhatikanku? Dasar orang jaman now!

Ku kejar langkah nayya dengan khawatir, takut dia kenapa-napa tapi nyatanya nayya sudah pergi, dan aku kehilangan jejak bahkan aku tidak tahu angkot yang nayya naiki tadi jurusan mana. Aku takut kalau nayya tidak pulang ke pondok. Tapi, ya mana mungkin sih nayya sampai harus kabur, yang ada ia akan di marahi abahnya.

Sesampainya di pondok, di kamarku aku segera rebahan meredakan emosiku hingga kembali stabil. Sungguh perkataan nayya tadi membuatku berpikir akankah aku lanjuti perjuangan cintaku ini? Atau udah stop sampai disini? Tetapi jika aku akhiri, nanti yang ada orang tuaku curiga dan memikir bahwa keluarga nayya tidak serius menikahkan anaknya. Huhhh berat sekali ya

"Astagfirullah, ahkam gak boleh mikir macam-macam, esok hari kau akan akad" ucapku ketika sadar dari lamunanku.

Ya, esok hari aku akan akad. Meminang gadis pujaan hatiku, yang cantik nan sholehah. Jantung ku berdegup kencang, mungkin ini lah cinta kali ya cinta yang sesungguhnya adalah menyatakan cinta melalu ikrar janji sehidup semati, dengan ikatan yang halal dan di ridhio Allah.

Dua hari yang lalu, keluarga besarku telah kesini kami menginap di hotel karena acara akadnya akan di adakan di masjid pondok.

"Ciee mas, mau nikah" goda adik perempuanku.

"Mas kalau nikah nanti kan mas jadi penerusnya pondok mbah. Mas nanti tinggal aja di rumah sama kak nayya" ujar adikku yang memang tidak mau berjauh-jauhan denganku

"Iya insya Allah ya" ucapku tersenyum sambil mengelus sayang rambutnya

"Udah gih sana tidur, tar besok kesiangan loh gak ikut nganterin mas nemu kak nayya" titahku pada nya "siap bos!" sergapnya dengan tangan hormat.

Adikku pun keluar dari kamarku, walaupun ia sudah kelas tiga SD tapi tingkahnya masih saja membuatku gemas.

Sudahlah aku mau tidur, besokkan aku akan akad. Do'akan ya teman-teman.

=============================================

Waduh mereka yang akad, aku yang deg-deg'an gimana ini? Detik-detik ahkam dan nayya menikah.

Tinggalkan jejak kalian

A.H.K.A.M (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang