#29

1.3K 103 11
                                    

Malam telah tiba, di taman kota di temani sinar rembulan dan beberapa tukang dagang yang berbaris rapi di pinggir trotoar. Suara motor dan mobil yang berderu-deru seolah-olah mereka sedang terburu-buru. Suara langkah kaki dari para pejalan kaki, melengkapi heningnya malam ini.

Di temani semangkuk bakso dan secangkir teh manis dingin nayya berduduk merutuki segala penyesalannya. Sedihnya masih belum larut, ia masih memikirkan perihal perpecahan persahabatan yang telah ia, nada dan diva bangun selama bertahun-tahun.

Nayya memberanikan berangkat seorang diri ke taman kota hanya untuk menenangkan diri dan pikirannya. Pikirannya bukan hanya satu, tapi beribu-ribu. Jika boleh jujur nayya lebih memilih capek fisik daripada capek batin. Tapi ia ingat perkataan diva Allah tidak akan membebani seorang hamba, melampaui batas kemampuannya. Ia yakin, di balik ini semua pasti ada hikmahnya.

Dengan bakso yang masih belum di makan, pikiran yang masih berbelibut, dan tatapan yang kosong membuat suasana hati semakin tak karuan. Ia tidak tahu harus apa, jika bunuh diri ia takut dosa dan takut gentayangan. Jika minum racun, sama ia takut mati. Jika terus hidup seperti ini, batin menyiksa.

"Andai punya suami, pasti seluruh keluh kesah terlontarkan, dan hati damai tentram" rutuknya dengan pelan.

"Nayya!" panggil seseorang yang membuat nayya menoleh ke arahnya.

Disana berdiri seorang lelaki dengan celana bahan berwarna nude di padu kaos berwarna hitam, dan sebuah tas yang tidak terlalu besar. Lelaki itu tersenyum ke arahnya, senyumnya bahagia dan juga tulus. Nayya melihat penampakan itu hanya melongo, melongo tidak tahu harus berekspresi apa. Karena ia mencintai sosoknya tetapi ia tidak bisa memilikinya.

Lelaki itu mendekat ke arah nayya, sedangkan nayya masih tetap melongo seiring berjalannya lelaki itu dan duduk berhadapan dengan nayya.

"Hey" lelaki itu mengibaskan tangannya ke mata nayya, agar sadar.

"Nay, nayya" namun ternyata gagal, ia mencoba sekali lagi dan berhasil membuat nayya berkedip.

"Eh astagfirullah" ucap nayya sambil memejamkan matanya yang lelah karena tidak berkedip.

"Kamu kenapa sendirian malam-malam lagi? Lagi ada pikiran?" tanya lelaki itu pada nayya.

"Eum.. I-iya bang ustadz. Nayya lagi ada pikiran, makanya nayya putuskan kesini sendirian" nayya nyengir terpaksa. Hatinya sudah tidak karuan, jantungnya berdebar-debar hebatnya.

"Abang ustadz, nayya boleh bicara?" ucap nayya yang langsung dan tak mau menunggu bebrrapa lama lagi untuk menyampaikan perasaannya.

"Boleh" jawab ahkam lelaki itu dengan antusias.

"Kalau nayya boleh jujur. Nayya mencintai abang karena Allah, nayya harap abang juga sama. Nayya sudah tak tahan, menahan perasaan ini pada abang. Nayya tak berharap abang balas cinta nayya atau lamar nayya, karena nayya sebentar lagi akan di jodohkan oleh seseorang pilihan abah. Dan nayya juga gak akan bisa sama abang, karena sahabat nayya suka pada abang sebelum nayya menaruh perasaan ini" ucap nayya dengan jujur dari hati yang paling dalam. Pandnagannya ia tundukan ke bawah.

Ahkam yang mendengar pernyataan nayya hanya bisa melongo tak percaya. Ternyata nayya belum tahu perihal perjodohannya dengan dirinya. Dan satu yang membuat ahkam sedih, nayya bilanh tidak bisa bersamanya karena sahabatnya mencintai nya sebelum dirinya mencintai ahkam

Ahkam hanya bisa diam, tak tahu harus berbicara apalagi. Ia tahu kondisi nayya sekarang sedang sedih, mentalnya sedang tidak baik. Dan ia tidak mau menambah kesedihan nayya.

"Udah ah jangan galau. Makan gih baksonya, kasian kan kedinginan. Kalau kedinginan, nanti sakit, kalau sakit siapa yang mau ngobatin bakso? Kamu?" ahkam mencairkan suasana agar nayya tidak bersedih.

Nayya tersenyum mendengar ahkam. Bahagia nya ya hanya seperti ini, simple dan mudah.

Makan malam nayya cukup sederhana, dengan makan bakso di dampingi oleh orang yang istimewa.

"Nay.." panggil ahkam pada nayya.

"Iya apa?" nayya menghentikan aktivitas makannya, lalu pandangannya menuju ke arah ahkam.

"Kamu bilang, teman mu ada yang suka sama saya?" tanya ahkam dan di balas anggukan oleh nayya.

"Jika saya mencintaimu, apakah kau akan menggenggam cinta saya atau kau lepas?" tanya ahkam.

Pertanyaan yang paling sulit sepanjang sejarah nayya, di banding soal matematika kimia, dan fisika.

Nayya memandang langit-langit yang penuh oleh bintang. Tangannya menggetrok-getrokan meja dengan jari, pikirannya melayang memikirkan pertanyaan dari sang pujaan hati yang sangat susah untuk di jawab.

"Nay, tolong jawab" pinta ahkam, dan membuat nayya kembali fokus padanya.

"Jika memang dengan melepas bang ustadz bisa membuat sahabat nayya bahagia, maka akan nayya lepas. Tiada hal yang paling bahagia, kecuali dengan melihat sahabat bahagia" nayya tersenyum penuh luka. Bibirnya dengan lancar berkata seperti itu. Namun tanpa ia sadari, karena ucapannya ada hati yang terluka.

"Jika saya tidak mencintai sahabatmu apakah kau akan tetap melepaskan saya?" tanya ahkam lagi.

"Bang, cinta atau tidaknya tergantung nanti jika abang dan sahabat nayya sudah menjadi pasangan yang halal. Yang terpenting, nayya sudah bisa melihat sahabat nayya bahagia bersama abang" ujar nayya lagi dengan suara yang parau.

"Nay, kamu tau kan cinta tidak bisa di paksakan? Kamu sendiri pun pernah bicara pada saya. Bahwa hakikat nya cinta itu alami dari hati, dan pemberian tuhan. Jika kita sudah memiliki cinta di hati maka genggam erat, walau seberat apapun terjangan di depan kita harus tetap pegang dengan erat. Karena cinta itu bersama, bersama orang yang sama-sama saling mencintai" jelas ahkam penuh keseriusan.

Nayya menundukkan kepalanya, mendengar perkataan ahkam cukup membuat hati nayya terenyuh. Tapi, bagaimana bisa ia menggenggam ahkam dengan erat, sedangkan persahabatannya hancur cuma gara-gara ini. Nayya tidak boleh egois, kini saatnya nayya yang berkorban walau memang perih.

"Nay saya tahu kamu sayang banget pada sahabat-sahabatmu. Sampai kamu rela mengorbankan perasaanmu. Tapi, tanpa kamu sadari nay, dengan caramu seperti itu ada hati yang terluka." ujar ahkam lagi.

Nayya menarik nafas dalam-dalam, menahan agar air matanya tak keluar.

"Bang! Percuma nayya genggam erat cinta abang. Sebentar lagi nayya akan menjadi istri orang, dan abang gak ada hak lagi untuk mencintai nayya!" nayya emosi, emosi karena ia berkecamuk dengan perasaannya yang tak karuan.

"Apa nayya salah kalau nayya ingin melihat sahabat nayya bahagia? Nayya salah? Jika salah tolong bilang dimana letak kesalahan nayya! Bang, kau tidak tahu persahabatan kami tuh sudah lama terbangun, suka duka kami lewati sama-sama. Dan hanya karena sebuah perasaan yang sama, kami hancur bang hancur!." sekuat apapun nayya menahan air matanya, tetap saja keluar juga.

Ahkam terdiam, tak kuasa melihat nayya begitu emosi hingga menangis. Rasa cinta pada persahabatannya mengalahkan, rasa cinta pada dirinya. Namun, tanpa nayya sadari bahwa kini ahkam lah calon suaminya. Senolak apapun nayya tetap saja, ahkam akan menjadi suaminya jika memang sudah di takdirkan.

********

Oke segini dulu, nanti dilanjut lagi. Jangan lupa vote dan coment biar aku makin semangat nulisnya. Dan do'akan aku ya ssmoga hasil ulanganku memuaskan aamiin🙏

Jangan lupa follow ig @viskaady_ nanti ku follback jika kalian mau follow😁

Dahh,,, wassalammu'alaikum

A.H.K.A.M (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang