The Communist Manifesto - Karl Marx

2.7K 213 20
                                    

Judul: The Communist Manifesto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Judul: The Communist Manifesto

Penulis: Karl Marx, Friedrich Engels

Penerbit: International Publishers

Genre: Non-fiksi

KOMENTAR PRIBADI

Tahun baca: 2019

Nilai: -

Jadi saya ada tugas Pancasila di kampus untuk membandingkan ideologi-ideologi yang ada di dunia. Kebetulan kelompok saya dapatnya komunisme. Karena penasaran, saya akhirnya langsung baca ke bukunya The Communist Manifesto. Kalau versi terjemahan Bahasa Indonesia, judulnya Manifesto Komunis. Ini sekalian saja saya kutip tulisan-tulisan di makalah yang saya buat, ya. Tolong dimaklumi ulasan/resume ini dibuat oleh mahasiswa pendidikan dokter. Jadi kalau ada temen-temen dari FISIPOL, FEB, atau teman lain yang lebih paham, silakan mengkritisi.

Berawal dari pertanyaan, "How can people be free?" Karl Marx mengembangkan theory of history. Menurutnya, manusia tidak bisa hidup bebas dan selalu terjebak di dalam jeratan alam ("natural constraint"), di mana manusia memiliki kebutuhan fisik yang harus dipenuhi. Untuk keluar dari jeratan itu, manusia perlu bekerja bersama agar bisa beradaptasi. Marx menyebutnya labor atau kerja. Namun, setelah keluar dari jeratan alam, manusia akan terjebak di dalam jeratan sosial. Menurutnya, hal itu karena manusia dihubungkan berdasarkan perannya dalam produksi materialisme. Dalam teori sejarah materialisme, Marx mengelompokan manusia menjadi dua kelas, kaum pekerja ("proletariat") dan kaum kapitalis ("bourgeoisie). Kaum pekerja adalah orang yang tidak memiliki apapun untuk produksi, sehingga satu-satunya yang bisa mereka jual adalah tenaga kerja mereka. Sedangkan kaum kapitalis adalah kaum yang memiliki alat serta sumber untuk memproduksi.

Marx percaya bahwa kaum kapitalis selalu terdorong untuk menciptakan keuntungan dengan cara menurunkan ongkos produksi dan atau meningkatkan produktivitas. Padahal, keuntungan atau surplus itu didapatkan dari tenaga kaum pekerja, yang mana mereka dianggap tidak mendapatkan gaji yang sesuai dengan beban pekerjaan mereka. Kondisi ini menimbulkan krisis produksi berlebih ("crises of overproduction") di mana krisis terjadi karena produksi terlalu banyak, lebih banyak dari yang dibutuhkan, sedangkan mayoritas masyarakat tidak bisa membeli hasil produksi. Situasi ini yang kemudian mendorongnya untuk menciptakan ideologi yang memihak kaum pekerja.

Pada bukunya Manifesto Komunis, ia berpendapat bahwa pergerakan sosial atau revolusi yang terjadi sepanjang sejarah merupakan akibat dari perbedaan sosial, di mana kaum minoritas menginginkan keadilan dari kaum mayoritas. Dalam konteks ini, maka kaum proletariat akan memberontak dan menuntut keadilan dari kaum borjuis jika keadaan terus dibiarkan. Maka, sebagai tanggapan dari sistem ekonomi kapitalis yang saat itu berkembang pesat sejalan dengan Revolusi Industri, terciptalah paham komunisme, atau yang kini lebih sering dikenal sebagai Marxisme.

Komunisme atau Marxisme pada dasarnya berawal sebagai koreksi terhadap paham kapitalisme di awal abad ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani—atau yang dikenal dengan kata 'proletariat'—hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi. Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem sosialisme bahwa segalanya adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Bedanya, dalam paham sosialisme rakyat masih mendapat gaji sedangkan dalam komunisme semua diganti dengan fasilitas umum dan kebutuhan pokok. Komunisme memperkenalkan penggunaan sistem demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis sehingga kekuasaan tertinggi terletak pada partai-partai komunis tersebut. Oleh karena itu, sistem tersebut sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan merupakan anggota partai komunis sehingga dalam paham ini tidak dikenal hak perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme. Dalam kata yang lebih sederhana, kepentingan-kepentingan individu tunduk kepada kehendak partai, negara dan bangsa.

Kelebihannya, dalam paham komunisme tidak akan lagi kesenjangan sosial karena komunisme meruntuhkan kesenjangan kelas. Fasilitas umum seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain juga gratis. Kemudian secara teori, kondisi ekonomi akan relatif stabil karena tidak ada monopoli dan kompetisi bisnis. Yang paling ajaib, dalam paham komunisme tidak akan ada pengangguran, karena kalau tidak bekerja ya tidak dapat jatah makan dsb.

KOMENTAR TAMBAHAN
Mungkin ada yang penasaran, kenapa juga saya harus balik baca ke kitab suci komunisme hanya untuk membuat makalah? Pertanyaan saya, kenapa tidak? Paham ini membuat Soekarno, yang dielu-elukan sebagai The Founding Father kita bersama, kesemsem luar biasa. Akibatnya, ya; ada Nasakom, infiltrasi CIA demi menyurutkan kekuasaan Soviet, penurunan paksa Soekarno sampai jadi tahanan politik, propaganda G 30 SPKI berpuluh-puluh tahun, sampai nyawa-nyawa yang hilang entah ke mana hanya karena dicap 'komunis'. Bahkan, saking hebatnya peran paham ini dalam sejarah kita, masih banyak novel sastra Indonesia yang mengangkat latar dengan kondisi pemerintahan Orde Lama hingga transisi ke Orde Baru.

Hei, jangan lupa juga cawapres kita sekarang punya peran dalam isu-isu komunisme dulu!

Hehe. Tapi sepertinya tidak banyak teman-teman generasi sekarang yang tertarik ya kalau memang tidak harus belajar tentang itu.

Menurut saya, filsuf Karl Marx dan Friedrich Engels punya ide hebat. Aslinya buku ini tidak tebal, bahkan tidak sampai 100 halaman. Tapi efek yang diberikan tidak main-main. Begitu banyaknya kaum proletar yang merasa diwakili dan disuarakan sampai-sampai paham ini dianut di banyak negara di dunia!

Sayang sekali, paham ini pun menurut saya terlalu idealis. Betapa indahnya dunia tanpa kelas sosial: tanpa kaya dan miskin, tanpa harus pusing mau makan apa, sekolah di mana, kerja apa, bisa beli rumah atau tidak. Seandainya terwujud, saya yakin yang mengeksekusi bukan manusia. Bahkan negara-negara yang terkenal menerapkan paham ini juga tidak pernah bisa menerapkan komunisme secara murni. Cina misalnya, menerapkan paham komunisme untuk sistem politik dan kapitalisme untuk sistem ekonomi.

Manusia tidak bisa adil. Saya tidak percaya paham ini bisa dieksekusikan dengan baik, sehebat dan sebijak apapun pemerintahannya.

Let the ruling classes tremble at Communistic revolution. The proletarians have nothing to lose but their chains. They have a world to win.
Workingmen of all countries unite!

(Omong-omong, kalimat ini dikutip oleh Kamerad Kliwon dalam buku Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan)

Kapan-kapan Kita Belajar Berpikir KritisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang