Judul: 7 Habits of Highly Effective People
Penulis: Stephen R. Covey
Penerbit: Free Press
Genre: Self-help
KOMENTAR PRIBADI
Tahun baca: 2019
Nilai: 4,0
Ini adalah buku pertama yang saya tamatkan di tahun 2019, dan mungkin buku non-fiksi yang paling cepat habis. Motivasi awal membaca ini karena saya selalu dikelilingi sahabat yang produktif dan super efektif; sebut saja dari yang jago akademik, sudah berpenghasilan, hingga punya prestasi di mana-mana. Saya, yang kebetulan tahun 2018 kemarin lebih banyak belajar untuk jadi dewasa dan punya segudang perang internal, merasa tertinggal jauh dengan teman-teman saya. Maka, dengan beberapa resolusi 2019, saya pun bertekad menamatkan buku ini.
Di ranah non-fiksi, buku ini termasuk legendaris. Yang menarik, penulisnya adalah pebisnis sukses, bukan psikolog maupun psikiater. Analogi yang disertakan sebagian besar berbau bisnis, atau merupakan pengalaman pribadi di dunia konsultan dan korporasi.
Menurut saya pribadi, poin-poin di buku ini cukup umum sehingga bisa diterapkan oleh siapa saja di usia berapa saja. Kalau buka youtube, pasti ramai ulasan mengenai teori yang dipaparkan Covey. Saya suka dengan ide-idenya, tapi agak menyayangkan karena tidak banyak teori psikologi yang dijelaskan sebagai konsep awal. Teori yang digunakan justru tentang rasio P/PC; P refers to getting desired results and PC is caring for that which produces the results. Produk dan Kapabilitas Produk. Jika ingin telur angsa emas (P), maka harus juga memperhatikan kesejahteraan si angsa (PC). Sebaliknya, jika punya angsa yang bagus (PC), maka harus ditetapkan target telur yang sesuai (P).
Dari 7 kebiasaan yang dijelaskan, semua dibagi menjadi 3 golongan besar. Pertama, independensi. Kedua, interdependensi. Ketiga, perkembangan yang kontinyu. Independensi di sini maksudnya adalah penguasaan atas diri sendiri, dibagi menjadi tiga poin; be proactive, begin with the end of mind, put first thing first. Sepemahaman saya, proaktif di sini maksudnya adalah kita harus bisa bertanggung jawab atas kondisi kita sekarang, jangan menyalahkan lingkungan dan orang lain, karena kita lah yang membuat keputusan meski seolah-olah kondisi yang memaksa. I am not a product of my circumstances. I am a product of my decisions.
Kemudian kebiasaan dua mengenai perencanaan yang matang; everything is created twice. Kita yang harus membuat rencana, menciptakan kebiasaan, memiliki gambaran tentang hidup kita; jangan membiarkan first creation dibuat orang lain. Yang ketiga, prioritas. Teorinya menggunakan matriks Eisenhower, dibagi menjadi empat kuadran. Orang yang produktif menghabiskan waktu di kuadran dua; aktivitas penting namun tidak mendesak. What one thing could you do in your personal and professional life that, if you did on a regular basis, would make a tremendous positive difference in your life? Quadrant II activities have that kind of impact. Our effectiveness takes quantum leaps when we do them.
Kemudian interdependensi, bekerja sama dengan orang lain, bukan bergantung dengan orang lain. Ada tiga poin; think win-win, seek first to understand then be understood, synergize. Yang pertama menekankan kalau hubungan atau kerjasama antar individu harusnya benefisial bagi keduanya, bukan win-lose, lose-win, lose-lose, atau win. Kemudian bagian kesukaan saya adalah seek first to understand then be understood: most people do not listen with the intent to understand, they listen with the intent to reply.
You've spent years of your life learning how to read and write, years learning how to speak. But what about listening?
Ini yang paling nyata di kehidupan sehari-hari. Kebanyakan orang kalau ditanya atau diceritakan sesuatu, akan merespons sesuai dengan perspektifnya; "Kenapa enggak kamu ini aja?" "Kalo aku sih, pasti . . ." "Masa gitu aja nangis? Aku dulu lebih parah enggak kenapa-kenapa." Menurut Covey, kita terlalu banyak membacakan autobiografi kita ke orang lain, bukannya malah mendengarkan maksud dari pembicaraan orang tersebut.
Ketiga adalah sinergis; maksudnya bekerja sama. Kalau bekerja sama, hasilnya jadi lebih bagus. Mungkin konsep lama, ya? Tapi nyatanya masih sulit juga diterapkan.
Nah, yang terakhir adalah improvisasi diri; pengembangan diri. Menurutnya dibagi menjadi tiga aspek, fisik, mental, dan sosial. Fisik berarti menjaga tubuh; berolahraga, makan sehat, dan lain-lain. Mental ya membaca, menulis, melatih berpikir kritis, banyak memacu otak kiri. Sosial bersosialisasi yang sehat, berempati, menjaga hubungan dengan orang lain.
Beberapa konsep memang terdengar tua, tapi realisasinya sulit. Saya berikan bintang empat karena aspek yang diangkat cukup representatif untuk semua kalangan. Bahasanya juga ringan. Buku ini bisa menjadi referensi yang bagus karena idenya sangat umum dan bisa dibaca ulang di usia berapapun. Tidak saya berikan bintang lima karena kebanyakan analoginya tentang bisnis, lebih berdasarkan pengalaman pribadi, dan hanya sedikit menyertakan teori sains dan psikologi di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan-kapan Kita Belajar Berpikir Kritis
RastgelePernah orang bijak bilang, "Kamu hari ini sama seperti kamu lima tahun lagi, kecuali dalam dua hal: buku yang kamu baca dan orang yang kamu jumpai." Menanggapi itu, saya sebagai pembaca amatir, jadi tertantang untuk mendokumentasikan hasil bacaan sa...