[8] Spesial

77 10 0
                                    

Setelah pergi meninggalkan laki-laki itu, aku segera kembali ke kelas dan duduk di bangku-ku dengan earphone yang masih terpasang. Dan aku pun melihat laki-laki tadi baru saja masuk ke kelas dengan tersenyum kearahku.
Sial! Ternyata dia mengikutiku.

"Puja sini deh," ucap Balqis dengan suara pelan sembari tetap fokus ke arah handphone nya, mungkin dia ingin memperlihatkan sesuatu lewat ponsel nya. Dia berbicara dengan nada yang sangat pelan sekali, wajar jika aku tidak mendengarnya karena aku juga sedang memasang earphone.

"Puja, sini dulu," ujarnya kembali memanggilku tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel miliknya itu.
"Pujaaaa!" Mungkin dia kesal karena aku tidak menoleh sedikitpun setelah beberapa kali dipanggil olehnya.

"Apa?" Tanyaku menoleh padanya sembari melepaskan earphone yang dari tadi terpasang di telingaku. "Pantes aja, dari tadi gue manggil lo tapi lo nya gak denger gue" ucapnya yang baru menyadari kalau aku sedang memasang earphone dari tadi.

"Oh ya? Maaf maaf. Emang kenapa?" Kali ini aku mendengarkan nya dan segera membenarkan posisi badanku menghadapnya.

"Gak jadi ah, gue mau ke kantin aja!" ujarnya marah padaku dan meninggalkanku sendirian. Aku pun langsung mengejarnya dan mensejajarkan langkahku dengan nya. "Qis tungguin gue dong."

"Apaansih, ya udah ayo. Makannya jalan tuh jangan lelet."
"Biasa aja kali gak usah marah-marah."

"Puja!"
Baru saja aku sampai pada ambang pintu, suara yang tak ku kenal memanggilku dari arah dalam kelas. Dengan refleks aku menolehkan kepalaku melihat siapa yang memanggilku barusan.

Hah? Dia lagi? Ya ampun gak ada capek nya kali ya, tuh cowok gangguin aku terus.
Dia berlari ke arah ku dan berhenti tepat di depanku.
"Kenapa tau nama saya?"
"Tadi denger lo ngobrol sama Balqis"
"Gak sopan!" Tak ada manfaatnya juga membuat obrolan dengan laki-laki ini semakin panjang. Lebih baik aku kembali menyusul Balqis.

"Kalau gak sengaja juga gak sopan ya?" Ucapnya berteriak.
Dia berujar seakan-akan dia yang benar. Hah? Memangnya dia siapa?
Dengan langkah terhenti aku membalikkan tubuhku dan menaikkan sebelah alisku.

"Iya!"

Dia terdiam. Bagus, itu yang ku harapkan. Sudahlah aku sudah tidak mau diganggu oleh laki-laki itu lagi.

"Ya ampun Puja, katanya lo mau nyusul gue ke kantin tapi kok malah diem dari tadi." Beruntung kau menyusulku Balqis. Aku sangat berterima kasih padamu kali ini. Aku tidak suka laki-laki itu terus mengganggu ku.

"Eh ki, ngapain lo berdiri disitu? Kaya gak ada kerjaan lain aja." Dan kini Balqis beralih pada laki-laki itu. Ya Tuhan, kau membuang-buang waktu ku Balqis. Aku tidak jadi berterima kasih padamu. Aku akan tarik omonganku tadi.

"Terserah gue lah!"
Yang benar saja? Tadi dia memanggilku seperti laki-laki tidak tahu malu,lalu sekarang dia membentak Balqis? Sebenarnya dia itu siapa?

"Ya elah, gue cuman nanya doang kok. Santai aja kali."
"Terserah lo!" Dia meninggalkan Balqis dengan rasa tidak perdulinya.
"Lah katanya tadi terserah lo, kok jadi terserah gue sih? Labil lo!" Percuma Balqis mengucapkan itu. Toh, dia sudah keburu pergi dari kelas. Buang-buang tenaga saja.

"Udah lah qis, gue capek di gangguin dia mulu."

"Tunggu-tunggu. Maksud lo, yang gangguin lo itu Rizky Seftian yang tadi diem disini?" Selidik Balqis padaku.

"Iya, pokoknya itu lah. Gue gak tau namanya siapa."

"Apa? Dia gangguin lo? Sejak kapan seorang Rizky Seftian gangguin cewek? Ya Tuhan-Ya Tuhan gue butuh minum sekarang juga." Balqis berujar seperti seorang yang kesetanan karena kaget mendengar pernyataan ku barusan.

"Apaan sih qis, ribet amat deh hidup lo. Kita ke kantin aja ya, sekalian lo beli minum," aku menarik pergelangan tangan Balqis untuk meninggalkan kelas dan segera menuju kantin.

Sesampainya di kantin, Balqis meneguk minumannya sampai habis dengan cepat.
"Lo kaget atau haus sih qis? Heran gue sama lo, ketimbang kaget aja segitu parahnya," kagetnya dia bukan kaget biasa.

"Lo tau gak? Dia itu sama sekali belum pernah gangguin cewek mana pun. Jangan kan ngengangguin, nyapa duluan aja kagak pernah, ke colek dikit sama cewek aja kaya yang najis," ujar Balqis yang sudah kembali tenang.

"Kenapa lo kenal sama dia? Lo kan gak sekelas sama dia," entah kenapa dia bisa mengenal laki-laki itu serinci-rincinya.

"Gue sama dia itu satu sekolah pas SMP dan kebetulan juga sekarang satu ekskul. Lo tau gak dia itu siapa?"

"Nggak."

"Dia itu ketua ekskul basket. Ketua ekskul basket Puja!" Ujar Balqis dengan suara menggelegarnya.
"Terus?" Aku masih tidak mengerti dengan apa yang Balqis katakan padaku.

"Kok lo gak kaget sih?" Herannya.

"Hah? Sumpah gue gak ngerti apa yang barusan lo omongin" kali ini aku benar-benar tidak mengerti dengan kalimat yang diucapkan Balqis barusan.

"Lo itu harusnya kaget karena lo udah di sapa duluan sama Rizky. Secara dia itu ketua ekskul basket yang paling terkenal di sekolah kita," jelasnya panjang lebar.

"Ohh"

"Ya ampun Puja, masa lo cuma jawab pake ohh doang sih"
"Ya terus gue harus jawab apa?" Sekarang aku semakin bingung.

"Astaga Puja! Gue gak ngerti sama jalan pikir lo. Lo kaget dikit kek, bahagia dikit gitu" ujar Balqis yang mungkin sudah capek menangani ku.
Kenapa dia jadi marah?

"Terserah lo!" Ujarku yang sama kesalnya dengan Balqis.

"Lo sama kaya Rizky. Sama-sama nyebelin. Udah deh lo berdua emang cocok titik, gak pake saos gak pake sambel" Setelah berujar seperti itu, kemudian Balqis meninggalkan ku sendirian dengan keadaan bingung.

"Apaan sih lo, gak jelas tau gak? Tungguin gue!" Ucapku berteriak.

"Gak mau!" Dia kembali membalas ucapanku dengan berteriak.

"Gitu aja marah. Lo lagi PMS ya? Dari tadi marah-marah mulu," Yap, mungkin dia lagi PMS. Itu pikirku. Ya sudah lah dari pada aku kena marahnya lagi, lebih baik aku kembali ke kelas sendirian.

***

Senja & RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang