Eleanor mengintip tempat tidur ayahnya. Ia tersenyum gembira melihat ayahnya masih tidur pulas. Dengan hati-hati ia menutup pintu kamar tidur ayahnya dan menuju teras.
“Semuanya sudah siap, Tuan Puteri,” lapor Fauston.
Eleanor tersenyum senang.
Ini adalah hari Kamis – hari di mana Eleanor dapat pergi ke Loudline tanpa pengawasan ayahnya. Setiap hari Kamis pagi Fauston berbelanja keperluan Hielfinberg selama seminggu di Loudline. Di saat itu pulalah Eleanor selalu ikut serta.
Walaupun Eleanor tidak dapat bersikap anggun seperti layaknya seorang lady, ia tetaplah seorang gadis. Eleanor menyukai keramaian Loudline dan ia benar-benar menikmati saat-saat ia bermain di sana tanpa sepengawasan siapa pun baik itu Earl sendiri, Derrick maupun Irina!
“Earl tidak akan menyukai ini,” seperti biasanya, Nicci mengeluh.
Eleanor melihat wanita itu dan tersenyum, “Papa tidak akan tahu, ia masih tidur.”
“Apa kata Countess bila ia melihat Anda seperti ini,” wanita yang telah melayani Eleanor semenjak Eleanor kecil itu mendesah. Matanya menatap pakaian seorang pelayan yang dikenakan Eleanor.
“Aku tidak mempunyai pilihan lain,” Eleanor membela diri, “Hanya ini satu-satunya gaun yang pantas kukenakan.”
“Anda perlu pergi ke penjahit dan membeli beberapa gaun baru yang sesuai dengan ukuran Anda. Saya melihat beberapa gaun Anda sudah kekecilan untuk dikenakan. Anda bisa mengajak Tuan Puteri Irina. Saya yakin ia akan menemani Anda dengan senang hati.”
“Aku tidak membutuhkan gaun baru,” Eleanor menolak, “Tidak untuk saat ini.”
Nicci tahu itu. Ia sudah mengenal watak Eleanor dengan baik. Nicci percaya Eleanor adalah satu-satunya gadis bangsawan yang sama sekali tidak tertarik untuk mengkoleksi gaun-gaun yang indah beserta aksesorisnya juga perhiasan-perhiasan yang mempesona.
Eleanor adalah gadis yang suka tampil apa adanya. Ia juga tidak senang rambut panjangnya ditata rapi. Ia lebih suka membiarkannya tergerai bebas. Untungnya, Eleanor jarang perlu menata rapi rambutnya. Setiap hari dan hampir setiap saat ia berada di sekitar Hielfinberg.
“Apa kata Countess bila melihat Anda pergi seorang diri tanpa sepengetahuan Yang Mulia,” lagi-lagi Nicci mendesah.
“Mama tidak akan memarahiku hanya karena aku pergi ke Loudline tanpa sepengetahuan Papa. Lagipula aku tidak sendirian,” Eleanor membela diri, “Fauston ada bersamaku. Kau boleh ikut bila kau mau.”
“Tidak,” Nicci menolak, “Saya harus ada bila Yang Mulia menanyakan keberadaan Anda.”
“Kau selalu seperti ini,” Eleanor tertawa geli, “Kau selalu melarangku tetapi kau juga selalu melindungiku.”
“Apa boleh buat,” keluh wanita yang telah menginjak kepala tiga itu, “Saya tidak suka melihat Anda terus dikurung di sini. Sekali-kali Anda juga perlu keluar.”
“Papa tidak pernah mengurungku.,” Eleanor membenarkan, “Ia hanya terlalu mencemaskanku bila aku meninggalkan Hielfinberg.”
“Saya akan lebih lega bila Tuan Puteri Irina atau Tuan Muda Derrick ikut bersama Anda.”
“Tidak,” Eleanor menolak tegas, “Aku tidak suka terus merepotkan mereka. Mereka telah cukup menjadi pengawal dan pengasuhku. Sekarang aku sudah dewasa. Aku bisa menentukan sendiri langkahku.”
Lagi-lagi Nicci kalah.
“Kami harus segera pergi,” Eleanor berpamitan, “Aku tidak ingin kesiangan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu Pilihan (Tamat)
FantasyStory From Sherls Astrella Nov 2007 - Des 2007 ♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧ Ketika sepupunya menikahi seorang pelacur dengan catatan kriminal panjang, Quinn tahu ia harus melakukan sesuatu untuk kehormatan kerajaannya. Rakyat sudah berspekulasi Rajanya akan...