Eleanor memperhatikan sekelilingnya.
“Kau sudah bangun?” Quinn bertanya lembut.
Mata Eleanor beralih ke pemuda yang duduk di sampingnya itu.
“Apa kau sudah merasa lebih baik?” tangannya merapikan rambut di sekeliling wajah Eleanor.
“D-Di mana ini?” tanya Eleanor panik.
Quinn hanya tersenyum.
Eleanor pucat pasi. Tangannya menggenggam erat selimut tipis yang menutupi tubuhnya.
Quinn duduk di sisi Eleanor. “Tidak ada yang perlu kautakuti,” ia meraih tubuh Eleanor.
Eleanor mencengkeram baju Quinn. Wajahnya terus memutih. Tubuhnya bergetar hebat.
“Kau pasti telah melalui masa-masa yang sulit,” bisik Quinn di telinga Eleanor. Tangannya bergerak membelai rambut gadis itu.
“Aku ingin pulang,” pinta Eleanor.
“Tak lama lagi semuanya akan usai. Corogeanu sudah dekat.”
“Aku masih harus pulang ke Schewicvic,” gerutu Eleanor tidak sependapat.
Quinn termenung. Tidak adakah yang bisa dilakukannya untuk mengalihkan perhatian gadis ini?
“Ini adalah kesempatan langka,” Quinn berdiri, “Mengapa kau tidak melihat pemandangan luar?”
Eleanor mencengkeram baju Quinn semakin erat.
Quinn mau tidak mau duduk kembali. “Kau tidak bisa terus begini.”
“Aku mau pulang,” Eleanor mengulangi.
Quinn mendesah. Trauma berhasil membuat Eleanor menjadi seorang gadis manja yang penakut.
“Aku menyesal sekarang aku tidak bisa menuruti keinginanmu.”
Eleanor juga tahu sekarang terlalu terlambat untuk kembali ke Fyzool. Sekarang sudah amat terlambat untuk menarik kembali keputusannya menerima tantangan Quinn. Sekarang sudah terlambat untuk menghentikan harga dirinya yang terusik oleh ejekan Quinn.
Quinn menyandarkan punggungnya di atas tumpukan bantal tanpa melepaskan Eleanor. “Katakan apa yang harus kita lakukan untuk menghabiskan waktu?”
Eleanor mengangkat kepalanya melihat Quinn.
“Kita masih punya waktu yang panjang sebelum tiba di Corogeanu.”
Eleanor tertegun. Quinn membiarkannya setengah berbaring di atas tubuhnya. Sementara itu tangannya merangkul punggungnya erat-erat. Quinn tidak pernah memperlakukannya dengan lembut seperti ini. Quinn yang biasanya pasti sudah mengejek dirinya dan terus menghinanya. Eleanor membaringkan badan di atas tubuh Quinn. Ia tidak ingin pergi dari kenyamanan ini. Ia tidak ingin melepaskan diri dari kehangatan ini. Ia ingin terus berada di tempat yang menenangkan ini.
Rasa tenang, aman dan nyaman membuat mata Eleanor berat.
-----0-----
“Di mana matamu!”
Semua kegiatan di Ruang Pesta langsung terhenti. Pasangan yang sedang berdansa mematung. Tangan para pemain musik terhenti di udara. Kata-kata orang yang sedang mengobrol tertahan dalam kesunyian.
Semua mata langsung menuju Simona yang bertolak pinggang. Matanya mengadili seorang wanita yang kurang lebih seusia dengannya.
“Apa kau tidak tahu siapa aku!?” Simona membusungkan dada. “Beraninya kau menabrakku!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu Pilihan (Tamat)
FantasiStory From Sherls Astrella Nov 2007 - Des 2007 ♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧♧ Ketika sepupunya menikahi seorang pelacur dengan catatan kriminal panjang, Quinn tahu ia harus melakukan sesuatu untuk kehormatan kerajaannya. Rakyat sudah berspekulasi Rajanya akan...