Rima baru saja keluar dari sebuah Mesjid yang berada tak jauh dari komplek rumahnya. Di waktu senggang, Rima memang rutin menghadiri pengajian-pengajian untuk menambah ilmu agamanya dan memperluas wawasannya. Dan hari ini Ustadzah seakan menyindir Rima dan memberi masukan untuk Rima.
'Komunikasi.'
Itulah yang di bahas hari ini, cara berkomunikasi yang baik dengan suami.. Cara menjaga komunikasi supaya tidak sampai terjadi kesalahpahaman dan berujung suudzon dan fitnah. Semua beban yang ada di hati sebaiknya di ceritakan atau di bicarakan dengan suami secara baik-baik. Dan tanyakan berbagai pertanyaan yang mengusik pikiran supaya segalanya clear.
Rima merasa sedikit lega dan tenang, akhirnya ia mendapat jawaban dari segala gundah di dalam hatinya. Ia tidak ingin sampai suudzon pada suaminya sendiri.
"Assalamu'alaikum," ucap Rima saat masuk ke dalam rumahnya yang tampak sepi.
Seorang pengurus rumah tangga di sana bergegas menghampirinya. "Wa'alaikumsalam,"
"Ada apa, Bi?" tanya Rima saat melihat asisten rumah tangganya tampak gelisah.
"Tadi Tuan menghubungi ke rumah, katanya Nomor Nyonya tidak aktif," ucap pembantu itu.
"Oh iya kebetulan handphone saya habis baterai, ada apa?" tanya Rima ikut merasa khawatir.
"Tuan tadi bilang kalau Non Hulya di bawa ke rumah sakit, pihak sekolah menghubungi kalau Non Hulya pingsan di sekolah."
"Astagfirulloh, di rumah sakit mana?" tanya Rima semakin gelisah, pantas saja hatinya tidak tenang sejak tadi.
"Ini Nyonya." Asisten rumah tangga itu menyerahkan secarik kertas pada Rima, dan tanpa pikir panjang lagi Rima berlalu pergi.
***
Rima sampai di sebuah rumah sakit, ia berlari menuju IGD dimana Hulya masih dalam penanganan Dokter. Sesampainya di sana, ia melihat Akbar bersama Kanaya.
"Assalamu'alaikum," ucap Rima dengan tatapan bertanya-tanya kenapa Kanaya bisa ada di sini.
"Wa'alaikumsalam, kamu ini bagaimana sih Rima!"
Deg... Rima memandang Akbar dengan rasa sakit, pertama kalinya Akbar memanggil namanya bukan memanggilnya Umi lagi. "Kamu ini seorang Ibu, bagaimana bisa kamu mengabaikan Hulya?"
"Sebenarnya kerjaan kamu apa saja di rumah? mengurus satu anak saja kamu tidak bisa! Lihat, kini Hulya sakit dan Dokter masih menanganinya sejak setengah jam yang lalu!"
"A-abi?" Rima mendadak kelu untuk menjawab, hatinya terlanjur terluka dengan kata-kata yang di lontarkan suaminya itu.
"Mas, tenangkan dirimu. Kita sedang berada di rumah sakit," ucap Kanaya berusaha melerai.
"Ma-maafkan aku, Bi. Aku tadi sedang ke pengajian dan kebetulan handphoneku mati." Rima memberanikan menjawab dengan menundukkan kepalanya tak berani menatap manik mata suaminya.
"Aku tidak perna melarangmu untuk pergi ke pengajian, Rima. Tetapi kamu akan lebih mendapatkan pahala dengan fokus mengurus anakku dan aku. Setidaknya fokuskan pada putriku!" ucap Akbar penuh penekanan.
Tak lama Dokter keluar dari ruang IGD membuat ketiganya beranjak mendekati Dokter tersebut.
"Bagaimana Hulya?" tanya Akbar.
"Kami akan melakukan tes darah padanya, kami belum bisa mendiagnosa. Setelah hasil lab keluar, kami akan segera memberitahu kalian. Prosesnya biasa memakan waktu satu jam." Setelah menjelaskan perihal itu, sang Dokter berlalu pergi meninggalkan mereka bersama beberapa perawat yang bertugas membawa sample darah Hulya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Duakan Aku, Mas!
SpiritualRima harus menanggung beban cukup berat di kala dirinya tengah mengandung. Dimana suaminya yang mulai mengkhianati pernikahan mereka dan berencana untuk menikah lagi. Apakah Rima sanggup mempertahankan pernikahannya atau memilih menyerah?