Part 17

10.8K 888 149
                                    

Kanaya berjalan dengan pandangan menerawang keluar jendela ruangan tempatnya bekerja. Kata-kata Akbar tadi sungguh mengusik pikiran Kanaya. Sungguh bukan ini yang ia harapkan. Walau sesungguhnya ada sedikit kebahagiaan di dalam hatinya mengetahui Akbar masih mencintainya seperti dulu. Lalu apa akan terlihat begitu jahat kalau ternyata dirinyapun masih mencintai Akbar,  dan perhatian Akbar selama ini seperti air yang mengalir dalam hidupnya yang kekeringan.
Apa jalan ini bisa ia jalani,  dengan menyakiti wanita lain yang pasti akan sangat terluka mengetahui suaminya mencintai wanita lain? Haruskah Kanaya bersikap egois dalam hal ini?
Kanaya merasa kepalanya pening sendiri memikirkan semua itu. Hati dan Pikirannya saling berperang,  mana yang harus dia putuskan. Sesungguhnya kenangan indah di masalalu kembali terngiang dalam benaknya,  dan itu memicu perasaannya yang telah lama ia kubur untuk Akbar.

Rima baru saja sampai di rumahnya bersama Amierra,  Djavier dan Aisyah. Akbar nampak sudah ada di rumah dan sempat kaget melihat kedatangan mereka.

"Lho Rima kenapa?" tanyanya.

"Kamu ini kemana saja sih Akbar,  seharian gak aktif. Kamu bahkan gak tau istrimu masuk rumah sakit!" amuk Amierra kepada putra sulungnya.

"Sudah Umi, " seru Rima menghalau Amierra untuk tak marah lagi pada Akbar.

"Rima masuk rumah sakit? Kenapa?" tanya Akbar dengan wajah polosnya.

"Astagfirulloh! Masih tanya kenapa,  kamu sudah mendzoliminya,  Akbar!"

"Umi sudah,  biar Abi yang bicara. Aisyah,  bawa mbakmu ke kamarnya, " perintah Djavier dengan nada tenangnya.

"Baik Abi,  ayo kak Rima." Aisyah menuntun Rima menuju kamar Rima di lantai atas.

"Akbar,  Abi mau bicara!" Seru Djavier dengan nada tenang tetapi begitu tegas. Dan tak ada seorang anakpun di antara Akbar dan Aisyah yang berani melawan Djavier. Walau tak banyak berbicara,  tetapi sikap tegas dan bijaksananya mampu membuat lawan bicaranya tak berkutik.

Kini mereka bertiga duduk bersama di ruang keluarga. Dengan Akbar yang duduk di sofa double tepat berhadapan dengan Djavier.
"Katakan ada masalah apa antara kamu dan istrimu? Bagaimana bisa istrimu kemarin pulang ke rumahnya,  bahkan tanpa meminta ijin padamu!" tanya Djavier.

Akbar terdiam tak mampu membuka suaranya. "Akbar,  katakan saja segalanya,  Umi sudah dengar dari Rima. Sebenarnya apa yang kamu inginkan,  Akbar. Kamu memiliki istri yang penurut dan juga anak, bahkan sebentar lagi anakmu juga akan lahir. Apa yang kamu inginkan?" Kini giliran Amierra yang bertanya.
Akbar masih diam membisu. Ia hanya mampu menunduk tanpa bisa berbicara.

"Ini ada hubungannya dengan Kanaya,  bukan?" Akbar sedikit tersentak kaget mendengar penuturan Amierra.

"Itu-"

"Jawab Akbar,  kau ini seorang kapten di kepolisian. Apa seperti ini sikapmu saat di tanya?" Kali ini suara Djavier tampak meninggi,  Djavier tidak suka dengan jawaban yang bertele-tele. Menurutnya seorang pria itu haruslah tegas.

"Aku ingin menikah siri dengan Kanaya, " jawab Akbar membuat Amierra dan Djavier terpekik kaget.

"Apa yang baru saja kau katakan,  Akbar?" bentak Amierra tampak emosi. "Lihat istrimu sedang hamil, dan kehamilannya begitu lemah karena dia terlalu stres dan kelelahan. Dimana otakmua,  Akbar? Bisa-bisanya kau memikirkan hal seperti ini?" Amuk Amierra.

"Umi,  tenanglah." Djavier berusaha menenangkan istrinya.

"Tetapi putra kita sudah keterlaluan,  Abi."

"Sudah cukup, " ucap Djavier dan kini kembali menatap putranya. "Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau ucapkan, Akbar?"

"Ya Abi, " jawab Akbar.

Jangan Duakan Aku, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang