Part 9

8.6K 616 58
                                    

Rima baru saja hendak masuk ke dalam ruangan Hulya yang pintunya terbuka. Tetapi gerakannya terhenti di ambang pintu saat melihat pemandangan di depannya.
Memang tak ada yang aneh di hadapannya. Hanya Kanaya yang sedang berdogeng pada Hulya dan Akbar yang berdiri memperhatikan tepat di sebrang posisi Kanaya hanya terhalang blangkar Hulya. Tetapi yang membuat hati Rima sakit hati adalah tatapan Akbar kepada Kanaya. Tatapannya berbinar penuh cinta. Tatapan yang sudah lama tak pernah Rima lihat dari cara dia menatap dirinya.
Apa benar selama ini firasatnya,  bahwa Akbar memiliki perasaan pada Kanaya?
Rima berjalan mundur dan berjalan ke arah taman rumah sakit dengan perasaan tak menentu.
Rasanya ini lebih sakit dari saat Akbar mengacuhkan dirinya dan fokus dengan handphone nya. Rasanya jauh lebih sakit dari saat Rima mencoba memeluk Akbar dan Akbar tidur membelakanginya. Rasanya sangat sakit dari saat Akbar memarahinya.
Rima begitu mengenal suaminya,  Akbar memang tipikal pria yang kaku dan acuh, dia bahkan tak pernah bersikap romantis sama sekali. Tetapi tatapannya selalu memancarkan kejujuran,  apa maksud dari tatapannya pada Kanaya?
15 menit berlalu,  Rima sudah cukup tenang. Ia akhirnya memutuskan masuk ke dalam ruangan Hulya dan tampak Hulya sudah terlelap.
“Assalamu'alaikum, “ salam Rima yang di jawab oleh Akbar dan Kanaya.
“Ada obatnya?” tanya Kanaya yang di angguki Rima.
Rima tidak memungkiri kalau Kanaya begitu cantik. Dan tatapannya penuh kehangatan. Setiap kata yang terucap dari bibirnya bagaikan nyanyian merdu. Dan siapapun pastilah akan jatuh cinta pada dirinya. Tetapi haruskah suaminya sendiri?
“Kalian sudah ada di sini,  aku akan pulang.” Kanaya beranjak dari duduknya seraya mengambil tas miliknya.
“Apa mau ku antarkan?” tawar Akbar membuat Rima menatap ke arahnya walau Akbar tetap menatap ke arah Kanaya.
“Ah tidak usah. Ini masih siang,  aku juga bisa pesan taxi online. Lagipula Rima sendirian di sini,  dia kan sedang hamil.” Kanaya seakan memahami apa yang di rasakan Rima.
“Baiklah aku pulang duluan yah,  Assalamu'alaikum.”
“Wa'alaikumsalam.” Jawab Rima dan Akbar.
“Sudah makan,  Bi?” tanya Rima berusaha bersikap biasa saja dengan tetap menampilka  senyuma  terbaiknya.
“Belum, “ jawab Akbar yang kini memilih duduk di atas sofa dan memainkan Iphone nya.
“Baiklah,  akan aku pesankan makan.”
“Tidak perlu,  nanti setelah Magrib,  aku akan makan di kantin rumah sakit. Sebaiknya kamu pulang saja dan beristirahat,  jaga kandungan kamu jangan sampai kelelahan. Biar Hulya,  aku yang jaga, “ ucap Akbar.
Sebenarnya Rima sudah gatal ingin menanyakan segala hal yang mengganjal di hatinya. Tetapi dia tahan,  karena situasinya tidak mendukung. Ia takut berdebat dengan Akbar di depan Hulya.
“Baiklah aku akan pulang, “ ucap Rima berjalan menuju meja nakas dan menyimpan obat yang tadi dia beli.
“Mi, “
“Iya Bi?” Rima menoleh saat Akbar memanggilnya.
“Bagaimana tadi hasil laboratoriumnya? Apa trombosit Hulya ada perkembangan?” tanya Akbar yang kini menatap ke arah Rima.
Tatapannya berbeda.... Itulah yang terlintas di kepala Rima.
“Hasilnya sudah mulai membaik,  trombositnya sedikit demi sedikit meningkat. Kata Dokter kalau besok keadaan Hulya jauh lebih baik,  dia bisa pulang.”
“Alhamdulillah,  syukurlah.”
***
Keadaan kembali normal,  Hulya sudah sehat dan ia sudah kembali bersekolah. Rima kembali ke rutinitas biasanya,  mengurus rumah tangga,  Akbar dan juga Hulya.
Sikap Akbarpun semakin acuh dan menjauh dari keluarganya. Dia berangkat pagi dan pulang larut malam,  setelah itu langsung tidur. Sehingga waktu bersama Rima dan Hulya begitu kurang,  bahkan komunikasi antara Rima dan Akbarpun menjadi terbatas.
Rima berusaha tak menaruh curiga apapun pada suaminya itu,  walau ia tak bisa memungkiri kalau hatinya selalu resah dan bimbang. Ada rasa takut sekaligus sakit di dalam hatinya.
Hari ini Rima menjemput Hulya ke sekolahnya. Hulya yang senang melihat sang Umi langsung berlari dan memeluk tubuh Rima.
“Sudah selesai?”
“Sudah Umi.”
“Ya sudah yuk kita pulang.” Rima menggandeng Hulya menuju taxi online,   tetapi gerakan Rima terhenti saat perumnya terasa begitu kram.
“Umi,  ada apa?” tanya Hulya saat Rima tampak meringis kesakitan.
“Perut Umi, “ gumamnya.
“Ayo naik ke dalam mobil dulu.” Sopir online itu segera membukakan pintu penumpang supaya Rima lebih mudah naik ke dalam mobil.
“Apa kita ke rumah sakit saja Umi? Hulya telpon Abi?” tanya Hulya. Gadis berusia 5 tahun itu sungguh pintar.
“Tidak,  Umi sudah merasa lebih baik. Mas antarkan kami ke alamat yang di tuju, “ ucap Rima.
“Baik Bu, “
Tak butuh waktu lama,  mereka sampai di kediaman Akbar. Rima sudah merasa lebih baik,  perutnya tidak kram seperti tadi.
“Kamu bergegas ganti bajumu,  bibi sudah siapkan makanan untukmu.”
“Iya Umi, “ ucap Hulya berlari menuju kamarnya.
Rima masuk ke dalam kamar mandi karena perutnya terasa tak nyaman. Betapa kagetnya dia saat melihat celana bagian dalamnya terdapat darah dengan sedikit gumpalan.
“Ya Allah?” Ia menjadi resah dan khawatir. Ia bergegas membersihkan diri dan pergi menuju rumah sakit dan menitipkan Hulya pada pembantunya.
***
“Apa yang terjadi?” tanya Rima pada Dokter di hadapannya.
“Janin anda baik-baik saja. Tetapi bu Rima,  trimester pertama itu sangatlah rentan,  kondisi janin anda begitu lemah,  jadi di harapkan anda jangan stres dan kelelahan. Saya sarankan Ibu rebahan terus,  bangun hanya untuk makan dan solat saja,  selebihnya lebih baik anda beristirahat saja.”
Rima hanya menganggukkan kepalanya. “Keseringan terjadi pendarahan seperti ini,  beresiko keguguran. Jadi tolong jangan terlalu banyak berpikir yang berat-berat dan banyak-banyaklah beristirahat.”
“Baik Dok.”
***
“Assalamu'alaikum, “ Rima terbangun dari rebahannya saat mendengar salam.
“Wa'alaikumsalam,  Abi sudah pulang?” tanya Rima saat melihat kedatangan Akbar. “Maaf aku tidak menyambutmu di bawah,  aku akan siapkan teh.” Rima bergegas bangun.
“Tidak perlu,  apa kata Dokter?” tanya Akbar to the point. Rima tadi memang meminta ijin Akbar untuk pergi ke rumah sakit memeriksakan kandungannya yang begitu saja mengeluarkan darah.
“Katanya aku harus istirahat total,  mungkin aku kelelahan.”
“Ya sudah untuk sementara Hulya biar aku yang jemput. Kamu fokus saja pada kesehatanmu dan janin, “ ucap Akbar tanpa ekspresi apapun dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Ya begitulah Akbar,  dia bukanlah tipikal pria penuh perhatian dan menunjukkan berbagai ekspresi. Dia pria acuh dan begitu cuek.
***
Tbc...
06-04-2019

Jangan Duakan Aku, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang