Part 14

9K 728 38
                                    

Kesabaran....
Sebaik-baiknya kesabaran adalah ketika kamu lebih memilih diam. Padahal egoismu sedang  meronta ingin di dengarkan.
Siang itu Rima pulang ke rumahnya dengan mengajak Hulya. Akbar masih di rumah sakit, tetapi sejak kemarin Rima memutuskan untuk tak datang menemuinya. Hatinya sangat terluka, entah apa maksud Akbar bersikap seperti itu di depannya.
"Assalamu'alaikum," ucap Rima.
"Wa'alaikumsalam, Rima?" Seruan dari Ibunda nya yang terlihat kaget melihat kedatangan Hulya bersama Rima.
"Mama," Rima mencium tangan Ibunya dan memeluknya cukup lama. Perasaan Ibu tak bisa di bohongi, ia tau Rima sedang tidak baik-baik saja.
"Nenek," Hulya ikut mencium tangan Ibunya Rima dan memeluknya setelah Rima.
"Sebaiknya kalian berdua ke kamar dulu, bersih-bersih dan istirahat. Kalian pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh."
RIma membawa Hulya masuk ke dalam, dan Ibunya masih menatap punggung mereka berdua dengan perasaan tak menentu. Ia tau Rima dan Akbar tidak sedang baik-baik saja. Rima jarang sekali pulang ke rumah kkalau bukan hari raya, apalagi jarak rumahnya ke rumah Ibunya cukup jauh yang tinggal di kota Hujan Bogor.
###
Malam menjelang, Hulya sudah terlelap di dalam kamarnya. Kini Rima sedang berada di ruang keluarga bersama Ibu dan Bapaknya yang menatapnya dengan penuh tanya.
"Bapak dan Mama tidak akan bertanya, kamu bisa katakan kalau kamu sudah merasa siap," ucap Bapaknya.
"A-aku.. hikzz...." Belum sempat kata-katanya keluar dari mulutnya yang bergetar, isakannya terlebih dulu meronta dan akhirnya Rima kehilangan kendalinya. Ia menangis sejadi-jadinya dan begitu histeris di depan kedua orangtuanya.. "Hikz....hikzz....hikz...."
Dinding ketegarannya akhirnya runtuh dan ia tidak mampu lagi menahan dirinya sendiri. Ibu dan Bapaknya kaget respon yang di berikan oleh Rima. Ibunya segera berpindah ke sisi Rima dan memeluk putrinya itu.
"Istigfar Nak,"bisik Mamanya yang ikut menangis melihat tangis histeriis dari Rima.
"Istigfar Rima, kamu sedang hamil. Tidak baik untuk janin kamu kalau kamu menangis seperti ini," seru Bapaknya.
Rima menarik nafasnya dalam-dalam dan memejamkan matanya dimana air matanya semakin tumpah ruah membasahi pipinya. Ia terus bergumam 'Astagfirullohaladzim,'Setelah cukup lama ia melakukan itu dan berulang-ulang, RImapun mampu tenang dan hanya isiakan kecil yang keluar dari bibirnya yang pucat dan masih bergetar.
"Di minum dulu," ucap Mamanya menyodorkan segelas air putih kepadanya.
Rima menerima gelas itu dan meneguknya hingga tandas.
"Sudah lebih baik sekarang?" tanya Bapak Rima. RIma mengangguk lirih sebagai jawaban. "Sekarang ceritakanlah apa yang terjadi sampai kamu pulang tanpa ijin suamimu yang sedang sakit? Bapak sebenarnya sedikit kecewa padamu, selama ini Bapak tidak pernah mengajarkanmu hal memalukan seperti ini. Bapak selalu ajarkan poin poin penting hidup berumah tangga menurut agama islam. Kamu tau bukan, Allah melaknat wanita yang keluar dari rumah tanpa ijin suaminya. Dan Bapak sering sekali katakan padamu, sebesar apapun masalah yang menimpa kehidupan rumah tanggamu, janganlah kamu sampai berani keluar dari rumah."
Rima menunduk dan menyesali perbuatannya, ia terlalu terluka dan mengikuti emosionalnya yang begitu hancur.
"Sekarang ceritakan apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya Mama Rima.
Perlahan RIma menceritakan apa yang terjadi sejak kehadiran Kanaya, dia merasa begitu tertekan dari sejak awal kehamilan. Ini sudah 5 bulan berlalu dan kehamilan Rima kini memasuki bulan ke tujuh. Dan ia harus menerima fakta menyakitkan tentang suaminya yang mencintai wanita lain yang merupakan sepupunya sendiri.
Ibu dari Rima ikut menangis mendengarnya dan Bapak Rima tampak terdiam, seakan menahan emosinya dan sedang mengendalikan dirinya.
Lima belas menit berlalu yang hanya diisi dengan kesunyian dan suara isakan dari RIma dan Ibundanya. Kini Bapaknya Rima membuka suaranya.
"Sebesar dan sesakit apapun masalah yang menimpamu dan rumah tanggamu, sebaik-baiknya di bicarakan, di rundingkan baiknya bagaimana bukan diam dan kabur seperti ini. Ini justru semakin memperkeruh keadaan. Sebaiknya kamu tanyakan pada Akbar, dan apa yang akan kalian ambil untuk penyelesaian masalah ini. Jangan pernah lari dari masalah, Nak." Bapaknya Rima mulai mengeluarkan petuahnya.
"Ini adalah ujian untuk kamu sebagai istri, kamu harus menyadarkan suamimu dan membawanya kembali ke jalan Allah," ucap Mamanya Rima ikut menimpali.
Rima hanya mampu terdiam dan merenung mendengarkan ucapan dari kedua orangtuanya.
"Papa yakin kamu adalah seorang wanita kuat dan mampu melewati cobaan ini dengan ikhlas dan tabah,"tambah sang Papa.
"Jangan pernah putus berdoa dan meminta pertolongan hanya pada Allah SWT, karena itulah kekuatan kamu," seru sang Ibu hingga membuat Rima mengangguk paham.
###

Tersedia PDF nya, dengan harga 25k. kontak person pemesanan wa/telegram 081321079375.

Jangan Duakan Aku, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang