The Night

1.1K 43 0
                                    

Sesuai dengan keinginan Harvey, hari ini ia menghabiskan waktu bersama wanita liar itu. Mulai dari bermain game di mall, membelikan gadis itu choker, hingga berfoto di studio foto yang memang disediakan. Hanya dengan 5 dolar mereka berdua bisa mengabadikan momen menyenangkan.

"Ini untukmu," Harvey memberikan beberapa lembar photocard.

"Aku tidak mau." Jutek Claire mengembalikan foto-foto itu ke tangan Harvey. Di foto itu hanya menampakkan wajah tampan Harvey yang tersenyum, sedang wajahnya hanya berekspresi datar. Dan ya.. karena saat itu dia tidak ingin berfoto. Terlebih dia tidak suka membuang-buang uangnya hanya untuk beberapa lembar kertas? What the fucking paper hell!

"Kau harus menyimpan ini," Harvey memberikan foto-foto itu ke tangan Claire lagi. "dan aku akan menyimpan yang satu ini." Dia memerhatikan foto dirinya bersama Claire yang memasang tampang kaget. Kaget saat dirinya tadi tiba-tiba menggenggam tangan gadis itu.

"Terserah,"

Harvey tersenyum senang. Namun, tidak berlangsung lama senyuman itu luruh, saat Claire membuang foto-foto tadi ke tempat sampah yang ada di jalan menuju asrama gadis itu.

Setelah sampai di asrama, Claire menyuruh Harvey masuk dan menunggu, sementara dia bersiap-siap.

Iris Harvey mengedar ke seluruh ruangan bercatkan cream itu. Saat pandangannya tertuju pada jejeran foto di dinding dekat tempat tidur, ia pun berinisiatif memajang foto dirinya dan Claire tadi di sana.

Lantas Harvey pun naik ke atas tempat tidur lalu menempel foto itu. Tak lama sebuah senyumam mengambang dari wajah tampannya. Setidaknya ada sebuah momen menyenangkan yang ia lakukan bersama gadis yang ia sukai.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Claire tetiba mengagetkan pria itu. Sontak Harvey turun dari tempat tidur.

"Tidak ada," senyumnya penuh makna.

Claire berjalan ke arah di mana Harvey berada. Lalu mendorong pria itu ke atas tempat tidur. Tidak ingin membuang waktu, Claire merangkak naik ke atas tubuh Harvey dan mengusap dada bidang itu sensual hingga ke leher. Dan mendaratkan kecupan-kecupan ringan di sana.

Napas pria itu naik turun menderu. Dia sangat menginginkan wanita itu sekarang, lantas dia merubah posisi dengan Claire yang berada di bawahnya. Dan mencium bibir merah wanita itu intens.

Sontak tangan Claire meraih kancing kemeja Harvey berniat membukanya. Namun, saat itu juga Harvey menahan tangan kecil itu. Lalu mengakhiri dengan mencium kening Claire sayang.

Claire dibuat terheran-heran. Matanya menatap iris di depannya lekat. "Kita akan melakukannya setelah aku memang berhak atas dirimu."

Harvey turun dari ranjang menuju tas besar miliknya di sisi tempat tidur. "Ini," dia menyerahkan setumpuk uang ke atas tempat tidur, tepat di depan Claire yang melongo masih tidak mengerti. "Ini uang tabunganku. Aku harap, setelah ini kau tidak menjual tubuhmu lagi untuk mendapatkan uang Claire."

Ekspresi Claire seketika berubah, ia menautkan kedua alisnya tidak suka, ucapan itu seolah memang Harvey tujukan untuk menghinanya. Namun apakah benar begitu? "Aku tidak butuh uangmu." Tutur Claire dingin. "Jika dari awal kau memang berniat menghinaku, katakan saja."

"Tidak Claire, sungguh."

"Di dunia ini aku menemui banyak orang dengan karakter bajingan sepertimu. Kupikir kau berbeda, tapi aku salah." Tutur Claire kecewa. "Betapa bodoh aku selalu terjebak dalam permainan-permainanmu yang kekanak-kanakan ini. Aku tahu kau jijik. Tidak mungkin orang sepertimu mau menyentuh wanita sepertiku. Bagi sebagian orang sepertimu orang sepertiku ini hanya bahan ejekan dan mainan kalian saja bukan?" Claire terdiam sejenak.

"Kau salah paham Claire,"

"Okey aku akan mencoba berpikir positif, kau ingin bilang jika kau hanya ingin membantuku?"

Harvey menanggut mengiyakan.

"Aku tidak butuh bantuanmu Harvey, dan aku akan mendapatkan uang dengan caraku sendiri."

"Tapi, caramu itu tidak benar."

Claire tertawa hambar. "Memang apa yang bisa dilakukan seorang gadis bodoh yang hidupnya telah hancur? keluarga? Masa depan?"

"Kau bisa memulai semuanya dari awal."

"Sudah terlambat,"

"Tidak ada kata terlambat-" Ucapan Harvey terhenti kala, Claire mengangkat satu tangannya.

"Bisa kau tinggalkan aku?"

Harvey menatap gadis itu lemah, perlahan ia memanggul tas ransel miliknya menuju pintu keluar.

"Kau bisa mengambil uangmu, karena kita belum sempat melakukannya." Cegat Claire sebelum pria itu benar-benar pergi.

"Itu milikmu, aku sudah memberikannya padamu. Jika kau keberatan menerimanya karena kita tidak melakukan itu, kau bisa menanggap jika aku menggunakan jasamu seharian ini. Sampai jumpa besok Claire," ucap Harvey lemah.

*

"Kau pikir bisa lari dariku?" Tutur seorang pria. Saat Harvey menutup pintu kamar asramanya.

"A-apa yang kau lakukan di sini?" Tuturnya melihat tiga orang di dalam kamarnya.

"Hanya ingin memastikan jika kau tetap tutup mulut mengenai apa yang kau lihat kemarin malam." Tutur seseorang yang berjalan santai di mana saat ini Harvey berdiri.

Sungguh sial, seandainya kemarin malam dia tidak pergi ke bar itu, mungkin Harvey tidak akan terkena masalah seserius ini. Dia tidak bisa menyalahkan rasa ingin tahunya, mengingat itu yang membuat dirinya lebih unggul dari siswa lain di kelasnya. Namun, dia mengutuk mengapa rasa ingin tahu itu datang di tempat yang tidak seharusnya!

"Apa kau sudah memberitahukannya ke orang lain? Atau bahkan polisi?" Tutur pria itu menyeramkan.

Harvey hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Dia memang belum memberitahukan kejadian itu pada seseorang, tapi tidak menutup kemungkinan jika dia akan melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian, mengingat itu adalah tindak kriminal yang menghilangkan nyawa seseorang.

Rahang pria itu mengeras, saat Harvey tak kunjung menjawab. "Buat dia tutup mulut," perintah orang itu pada dua orang berbadan besar di belakangnya.

Menurut Harvey, malam itu adalah malam yang panjang baginya.

*

To be Continued

You're (Not) Alone END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang