~
Harvey berjalan mengitari taman. Suasana di sana begitu hijau dan damai. Kupu-kupu biru berterbangan seolah sedang menari menikmati semilir angin yang berhembus lembut.
Bias cahaya mengenai dedaunan di mana terdapat butiran-butiran air nan indah.
Tak sengaja iris biru jernihnya menangangkap sosok yang mengenakan dress kuning sedang duduk menekuk kaki di bawah pohon redwood. Daunnya yang lebat menjadi payung alami untuk melindungi diri dari terpaan langsung sinar matahari.
Angin lembut menerbangkan rambut pirang berwarna kuning pucat miliknya.
"Cantik," kaki Harvey menuntun dirinya untuk menghampiri wanita itu. Kemudian duduk di sampingnya tenang, menatap ke titik yang sama di mana gadis itu melayangkan pandangan.
"Benar," tutur wanita itu lembut. Menatap matahari yang bersinar terang. "Aku akan ke sana," tunjuknya dengan rona merah alami pada pipi tirusnya.
Harvey mengalihkan pandangannya ke wanita cantik itu. "Aku akan ikut bersamamu,"
Kini mata mereka saling bertatapan cukup lama. Hingga wanita itu mengulurkan tangan mengelus pipi Harvey lembut. "Aku mencintaimu Harvey," tuturnya sendu.
"I love you more, Claire."
Harvey memajukan wajahnya perlahan. Wanita itu memejamkan mata menunggu sang takdir bekerja. Beberapa detik kemudian bibir mereka bersentuhan lembut. Sampai angin membawa pergi sosok di depan Harvey. Lenyap dan hilang bagai butiran debu. Meninggalkan kehampaan, membawa pergi kepingan hati yang telah ia berikan kepada sosok itu.
Tangan Harvey mengambang di udara. "Maaf membuatmu menghilang."
~
"Harvey," panggil Jane saat pria itu berangsur membuka mata.
Perlahan namun pasti iris jernih itu terbuka memperlihatkan kesan positif yang selalu terpancar darinya.
"Anak ayah," panggil Damian lembut mengelus pucuk kepala Harvey.
Harvey mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan bercatkan putih itu. "Di mana Luke?" Tutur Harvey lemah seperti berbisik. Di hidung mancungnya terdapat selang oksigen yang membuat hidungnya terasa amat dingin.
"Kenapa tidak pernah cerita kepada ayah?" Ucap ayahnya khawatir.
"Harvey tidak apa ayah," ucap Harvey terputus-putus. "Di mana Luke?" Lanjutnya mengulang pertanyaan. Dia lihat hanya ada ayah, ibu, dan beberapa orang teman kelasnya. Betapa ia menghawatirkan adiknya itu.
Damian menatap putranya sendu seraya menggeleng lemah.
'tidak mungkin,'
Tidak menyangka semua ini akan terjadi, Harvey menutup mata menggunakan punggung tangannya yang terdapat selang infus. "Ini semua karena Harvey," tuturnya lemah. "Luke menjadi seperti itu karena Harvey, ayah.." tangisnya lirih.
Kini ibunya Rose yang mencoba menenangkan putra angkatnya itu. "Tidak sayang, semua ini salah ibu. Ibu selalu membenarkan apa yang Luke lakukan walaupun ibu tahu jika itu salah. Maafkan ibu yang tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk kalian berdua." Rose-ibu Harvey menggenggam tangan kanan anaknya itu menyesal.
Terkadang, kasih sayang melunturkan segala sekat pembatas antara benar dan salah. Kita tidak bisa menjadi hakim untuk orang lain agar melakukan apa yang kita putuskan. Karena kau adalah dirimu sendiri, dan aku adalah jiwa yang mulai pudar.
Selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're (Not) Alone END√
Mystery / ThrillerWARNING 17+ New York, Amerika. Claire McGraw, 16 tahun, seorang siswi yang bersekolah di sekolah swasta Malville. Diusianya yang masih terbilang sangat muda, gadis itu telah kehilangan jati diri karena banyaknya masalah yang dia lalui. Pertengkaran...