Sekitar pukul 12.45 siang, Harvey menuju kelas seni yakni digital art. Pelajaran yang paling disukainya. Karena dari situ dia belajar membuat desain grafis. Sering, setelah dia memajang hasil karyanya pada sebuah wab beberapa orang mulai tertarik dan memesan logo padanya, entah itu lambang untuk perusahaan-perusahaan baru atau merek tertentu. Selain dari kesenangannya membuat desain grafis, di situ dia juga memperoleh pendapatan sampingan yang lumayan besar untuk pemesanan satu logo tertentu.
Namun, saat di perjalanan tepatnya di dekat lapangan hijau yang terbilang cukup sepi, bahkan di sekitarnya belum ada orang lantaran sebagian besar dari mereka masih istirahat makan siang di kantin, sesuatu yang keras menghantam bagian belakang kepala Harvey. Membuat pria itu seketika ambruk dan tidak sadarkan diri.
*
Sedari tadi Claire terus memandangi ponselnya, menanti waktu semoga berlalu cepat hingga sore hari. Tapi sekarang masih jam 13.03 siang, kekasihnya pastilah belum pulang jam segitu. Masih 2 jam lagi, sabar Claire, lantas dirinya mengurungkan niat untuk menelpon. Pria itu tidak akan suka jika ditelpon saat masih ada jam pelajaran di sekolah, pikir Claire. Sekarang dia selalu mempertimbangkan apa yang akan ia lakukan, menyangkut apakah lelaki itu menyukainya atau tidak. Jika menurutnya tidak, maka sebisa mungkin tidak akan ia lakukan.
Ah.. dia mempunyai ide lain. Claire mengetik pesan singkat, yang intinya sehabis pulangan, ia menyuruh Harvey untuk menunggunya di bawah pohon Ek di belakang sekolah. Mungkin sangat menyenangkan jika mereka berpiknik kala itu di bawah langit berpayungkan awan cirrus. Setidaknya itulah yang Claire pikirkan. Mengenai hari indah ini, mungkin?
Claire membongkar lemari pakaiannya, mencari pakaian feminim yang cocok untuk ia kenakan. Namun setelah sekian lama, bahkan semua bajunya sudah ia keluarkan dari dalam lemari, tetap saja tidak ia temukan yang ia cari. Claire mendengus sebal. "Ayolah.. sedikit saja yang seperti wanita-wanita kebanyakan," tangan Claire sibuk memilah-milah mencari yang dia inginkan.
Dirinya mencoba mengingat-ingat, apakah dia pernah membeli pakaian seperti dress? Ah.. seingatnya tidak ada. Terpaksa dia mengambil kaos putih tanpa lengan yang bergambar tengkorak lalu mencocokkan bawahnya dengan celana jeans biru muda yang di bagian pahanya terdapat robekan yang memang menjadi style-nya.
Sebelum keluar kamar dia menatap pantulan dirinya di depan kaca, dia menebalkan celak hitam di sekitar bawah mata lalu menambahkan lipstik merah darah di bibirnya yang tipis. "Yakinlah, Harvey menyukai dirimu apa adanya," tutur Claire menyemangati diri sendiri.
Claire menutup pintu kamarnya, kebetulan saat itu Vie tengah ingin memasuki ruangan di depan kamar Claire yang memang merupakan kamarnya. "Hei, Claire." Sapa Vie. Hanya Vie teman yang berusaha baik di depan Claire, walau keramahan itu hanya berlaku di asrama saja. Sebagai formalitas tetangga depan kamar mungin?
Claire menoleh, "Hei," balasnya tak acuh.
"Ingin pergi keluar?"
Claire menatap Vie sebentar, apa tujuan gadis itu bertanya? Tapi tidak apa juga, sekalian memamerkan jika Harvey anak yang paling digilai wanita di sekolahnya adalah miliknya. "Ya, kencan dengan kekasihku Harvey," tutur Claire bangga dengan menekan kata kekasih di kalimatnya.
Vie terlihat biasa saja, bahkan ikut tersenyum bahagia mendengar proklamir tidak langsung Claire. "Aku turut senang mendengarnya, tapi menurut pengalamanku, pria seperti Harvey lebih menyukai gadis yang manis dan feminim. Maksudku pakaianmu, sepertinya tidak cocok untuk pergi berkencan,"
Terlihat Claire mengatupkan bibirnya tersinggung.
"Ayolah Claire, kau tahu maksudku tidak seperti itu. Kemarilah, aku akan meminjamkanmu gaun milikku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
You're (Not) Alone END√
Mystery / ThrillerWARNING 17+ New York, Amerika. Claire McGraw, 16 tahun, seorang siswi yang bersekolah di sekolah swasta Malville. Diusianya yang masih terbilang sangat muda, gadis itu telah kehilangan jati diri karena banyaknya masalah yang dia lalui. Pertengkaran...