Bagian : XV

18.1K 1.7K 52
                                    

"Ini apa, By?" tanya Ayura mengalihkan obrolan. Bisa gawat jika Haras atau orang lain dengar pertanyaan Baby. Jika orang lain, Ayura masih bisa berikan berbagai alasan. Bahkan alasan tidak masuk akal sekalipun. Tapi jika yang bertanya itu Haras, sumpah demi apapun, Ayura tak akan bisa mengelak. Anak itu terlalu perasa. Terlalu paham. Dan terlalu dewasa.

"Hah? Nggak tau, Tan. Coba dibuka.."

Ayura buka paper bag itu. "Sarapan nih. Siapa yang bawa? Om Dirga?"

"Kayaknya bukan. Tadi Om Dirga nggak bilang bawa sarapan. Mungkin Om Jo kali, Tan. Itu ada buah juga." Pandangan Ayura tertuju pada keranjang berisi buah segar di atas meja. Ayura tersenyum sekilas. Ternyata Jonattan memang tidak berubah sepenuhnya. Sifat aslinya masih terselip meski ia sudah lupakan semua ingatannya.

Bolehkah Ayura merasa bahagia sedikit saja karena hal itu?

...

"Kenapa, Kel? Kamu kayaknya enggak fokus sama sekali." Aditya yang duduk di depan Jonattan melempar senyum tipis. Mereka baru saja melakukan pertemuan para pemegang saham. Dan selama rapat tadi, Jo beberapa kali menegur Aditya. Tidak biasa Aditya seperti itu. Ia terkenal profesional sama seperti Jonattan. Bisa dibilang ia duplikat Jonattan dalam dunia bisnis. Tapi ketidakfokusannya tadi membuat predikat itu cacat.

"Apa yang mengganggu kamu sampai bisa nggak fokus gitu?"

Aditya menghela napas pelan. "Nggak, bukan apa-apa. Cuma kelelahan saja, Mas," jawabnya.

Kening Jonattan mengerut beberapa saat. Meneliti ekspresi Aditya. Jo tau kalau Aditya bohong.

"Tiga hari lagi pertunangan kamu sama Jihan akan diumumkan secara resmi. Kamu mikirin itu?"

"Hah? Oh,"

"Sebaiknya kamu istirahat, cuti dulu. Mas nggak mau kinerja kamu nggak bagus hanya karena kelelahan." Jonattan memeriksa berkas di hadapannya. Aditya pandangi Jonattan lama.

"Kenapa?" tanya Jo.

"Boleh aku tanya sesuatu, Mas?"

Jo alihkan pandangan dari kertas putih penuh huruf dan angka penting itu.

"Kenapa Mas memutuskan menikah sama Kak Fani dulu? Padahal saat itu Kak Fani udah punya anak."

Tak ada perubahan berarti pada ekspresi Jo. Masih tenang. Masih sama, datar.

"Kenapa memangnya kalau dia punya anak? Ada yang aneh dengan itu?"

Aditya terlihat berpikir. Ia pun sepertinya tengah memikirkan sesuatu yang lain.

"Ketika kamu dipertemukan dengan wanita baik, itu pertanda kamu adalah orang yang beruntung," sambung Jo.

"Walaupun Mas nggak cinta?"

Kali ini ada sedikit kerutan di kening Jo. Aditya memang selalu gamblang bicara padanya. Seumur pernikahannya dan Fani yang sedang menuju ke 8 tahun, belum ada yang berani menyinggung tentang ini. Tentang perasaannya.

"Cinta itu berapa persen sih untuk jadi bahan bakal pondasi rumah tangga?"

Kening Aditya mengerut. "Maksud Mas nggak penting gitu?"

Jo menautkan jari-jari putih dan lentiknya. Kemudian bersandar ke sandaran kursi. "Penting. Tapi bukan poin utama. Jika kamu bertemu wanita baik yang kebetulan kamu cintai atau dia cinta sama kamu, itu namanya keberuntungan."

"Keberuntungan?"

Jonattan mengangguk. Ia memandangi sekilas figura yang terpajang di atas meja kerjanya. Dirinya, Fani dan Cindy. Ketiganya tersenyum manis di sana.

Peppermint [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang