24. Yumna meliburkan diri.

851 84 4
                                    

"Sallen, mau jadi koki" ucap Sallen.

Yumna mengangguk. "Pintarnya, kecil-kecil udah punya cita-cita" ucap Yumna. "Tapi, kenapa, Sallen pengen jadi koki? Apa gak mau kayak, Daddy? Kerja kantoran?" Tanya Yumna.

Sallen menggeleng kencang. "Sallen, gak mau Mommy kesepian dirumah. Sallen, mau buka restoran aja. Jadi Sallen, bisa pulang dan datang sesuka, Sallen" jawab Sallen.

Yumna berdecak kagum, anak umur lima tahun berpikir menjadi seorang koki dan membuka restoran sendiri, agar dapat pulang cepat dan memastikan ibunya tidak sendiri dirumah.

Padahal, jika dipikir-pikir. Kedua orang tuanya saja tidak memikirkan keadaan dirinya di rumah. Yumna benar-benar ingin mengambil Sallen saat ini juga.

"Bunda" panggil Sallen, yang menyadarkan Yumna dari lamunannya.

"Ya?" Tanya Yumna dengan senyum yang mengembang.

Dengan wajah ragu-ragu dan sedikit malu, Sallen menatap Yumna. "Apa, Sallen nakal?" Tanya Sallen.

Yumna sedikit bingung dengan pertanyaan Sallen, tapi ia menggeleng, mencoba menjawab pertanyaan yang sepenuhnya tidak ia mengerti.

"Kenapa tanya begitu? Sallen, kan gak pernah nakal" tanya Yumna.

Sallen menunduk. "Cuma mau dengar pendapat, Bunda. Sallen, takut, Daddy dan Mommy yang jarang pulang, karna, Sallen nakal" jawab Sallen pelan.

Yumna mendengar jawaban Sallen walau pelan. Tapi rasanya, Yumna ingin tidak mendengarnya. Begitu sakit saat melihat anak seusia Sallen memikirkan hal yang tidak dipikir oleh anak seusianya. Bahkan anak-anak lain berlomba untuk nakal, dan tidak perduli dengan kepulangan orang tuanya asalkan dapat bermain sesuka hati, tapi mereka menuntut kasih sayang.

Sedangkan Sallen? Menuntut keberadaan? Tidak juga, karena Mark dan Bianca masih pulang sesuka hati. Nakal? Sallen tidak pernah nakal, bahkan anak ini terkesan cool dan tidak perduli, tapi seperti anak yang lain, ia juga butuh kasih sayang walaupun tidak pernah meminta atau menuntut dari Mark.

Yumna yang sedang memotong sayur melepas pisau dan menghampiri Sallen. "Kalau, Sallen merasa Daddy dan Mommy Sallen, gak sayang sama, Sallen. Disaat itu, ada Bunda, yang akan selalu sayang sama, Sallen" ucap Yumna.

Sallen mengangkat sedikit kepalanya, menatap Yumna yang tersenyum kepadanya. Sallen membalas senyum Yumna.

"Karena, Sallen pengen jadi koki dan buka restoran. Sallen, harus bantu, Bunda potong bawang" ucap Yumna dengan usil

Sallen menggeleng cepat. "Gak mau, Sallen gak mau" tolaknya cepat.

Yumna tertawa, tangannya mengusap lembut pucuk kepala Sallen. Yumna tau sekali jika Sallen membenci bawang, dan ia berniat menjahili Sallen.

"Katanya mau jadi koki, masa kupas bawang aja gak mau. Nanti, kalau Sallen, udah jadi koki. Sallen, harus kupas bawang untuk nambah rasa" ucap Yumna.

"Sallen, pakai bumbu instan aja" ucap Sallen.

Yumna tertawa. "Mana ada koki yang pakai bumbu instan disaat dia bisa buat bumbu yang lebih lezat pakai tangannya sendiri" ucap Yumna.

Sallen melengkungkan bibirnya kebawah. Menunjukkan sisi manjanya yang sangat jarang ia tunjukkan. Inilah salah satu alasan Yumna membuat Sallen merajuk, agar dapat melihat ekspresi wajahnya.

"Kalau Sallen, benci banget sama yang namanya bawang. Sallen, harus buang perasaan benci itu. Karena ketika Sallen, udah berurusan sama bawang yang, Sallen benci. Itu bakalan berubah jadi rasa sayang yang berlebih" ucap Yumna sedikit bawa perasaan sepertinya.

Yumna seperti menceritakan kisahnya dengan Abizard. Yumna yang membenci bahasa kaku Abizard, dan mereka yang berurusan membuat perasaan Yumna nyaman dengan kehadiran Abizard.

Yumna menghilangkan bayang-bayang Abizard dari kepalanya. Ia harus fokus membuat sarapan untuk anak dan kakaknya.

"Ini bawang sama pisau. Pelan-pelan, Bunda gak mau dengar, Sallen nangis" ucap Yumna, memberikan bawang putih, bawang merah dan pisau.

Sallen mengambil pisau terlebih dahulu, masih menatap dua bawang berbeda warna itu dengan tatapan enggan.

Yumna berusaha menahan tawanya. Ia mengelus kepala Sallen pelan, memberi keyakinan agar Sallen mau menyentuh salah satu bumbu dapur berbeda warna itu.

Jangan khawatir karena umur Sallen yang masih kecil, dan Yumna memberikan pisau kepadanya. Sallen, sudah terlatih menggunakan pisau, ia sering memotong kue bolu yang selalu disiapkan oleh Bianca didalam kulkas. Yumna tau itu, karena Sallen yang menceritakannya sendiri.

"Bunda, ke kamar sentar, ya? Mau ngecek, Labib" ucap Yumna.

Sallen mengangguk, tanpa menoleh. Ia masih fokus dengan dua bawang yang sangat ia benci, sebenarnya Sallen benci semua jenis bawang.

"Eh? Sayangnya, Bunda udah bangun, ya?" Tanya Yumna, kepada Labib yang sedang bermain dengan boneka kecil.

Yumna mengangkat Labib dari atas kasur. Ia mengecup seluruh wajah Labib dengan gemas. Pagi ini, Yumna sudah bertekad, untuk meliburkan diri. Tadi malam, sekitar jam dua belas. Dayyan menelfon dan mengatakan jika mereka tidak bisa pulang besok, jadi Labib akan lebih lama bersamanya.

Yumna mengajak Labib kedapur. Mengecek keadaan Sallen dengan bawangnya. Yumna terkikik geli, pasti Sallen masih menatap kedua bawang itu dengan tatapan jijik.

"Yumna, parah banget sih. Anak umur lima tahun disuruh masak" omel Azmi.

Yumna diam aja, ternyata yang kupas bawangnya itu Azmi, dan Sallen lagi natap bawang yang belum dikupas dengan tatapan serius.

"Bunda, Bunda. Coba deh, bawangnya ditatap. Pasti mata Bunda, ntar perih dan Bunda, pengen nangis" ucap Sallen.

Yumna mengusap kepala Sallen pelan. "Ya namanya juga bawang. Sama kayak perasaan, lama-lama bikin perih dan ngebuat nangis" Yumna menanggapi dengan santai.

Satu jitakan mendarat diatas kepala Yumna. "Kamu ini loh, ngajarin yang gak bener ke anak kecil. Masa jawabnya kayak gitu" omel Azmi.

Yumna tertawa. "Sekalian gitu, kasih pengalaman tentang cinta juga, ke Sallen" alasan Yumna.

Azmi berdecak. Ia cepat-cepat menyelesaikan acara mengupas bawang dan segara ke kamar untuk menganti baju.

"Gunanya bawang apa, coba? Masakan gue udah jadi, tinggal dihidangkan juga. Ngapain gue nyuruh, Sallen ngupas bawang?" Monolog Yumna sambil membersihkan kulit bawang dan menyimpan bawang yang sudah dikupas kedalam kulkas.

"Hari ini, Sallen gak sekolah, Bun?" Tanya Sallen.

Yumna natap Sallen sebentar sebelum lanjut nyuci tangan. "Terserah, Sallen. Kalau, Sallen mau sekolah, Bunda bisa ko ngantarnya. Bunda, jug hari ini meliburkan diri" jawab Yumna.

Sallen mengangguk. "Ya udah, Sallen juga meliburkan diri aja" ucap Sallen.

Yumna tertawa. "Boleh aja, tapi jangan keseringan, ya?" Ingat Yumna.

Sallen mengangguk sebagai jawaban.

"Bu Nur dan Pak Jono, gak nyariin kamu, kan?" Tanya Yumna.

"Palingan, Daddy udah telpon" jawab sallen.

Bu Nur dan Pak Jono, itu pembantu dan supir yang dang setiap pagi. Tugasnya Bu Nur buat sarapan, makan siang dan makan malam untuk Sallen. Sedangkan Pak Jono, tugasnya ngantar jemput Sallen sekolah. Walaupun mereka kerja di rumah Sallen, tapi cuma dari pagi sampai sore, jadi setiap malam Sallen tetap aja kesepian.

Pagi itu, setelah Azmi keluar dari kamar. Mereka sarapan dengan santai, karena kantor Azmi yang masuk jam setengah delapan, sedangkan Yumna dan Sallen santai karena sudah meliburkan diri.

Tidak tau saja, jika di satu tempat, ada seseorang yang sedang kebingungan mencari Yumna.

Tbc.

Huuu, garing!! Dasar! Ucup!

My Formal Man.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang