~Mina POV~
Hari ini adalah jadwal Nayeon untuk terapi berjalan, kali ini aku yang akan membantunya. Tak bisa ku pungkiri bahwa aku sedikit gugup, mengingat aku akan ada disampingnya dalam waktu hampir satu jam.
Knock-Knock . . .
"Anyeonghaseo, selamat pagi." sapaku saat sampai di ruangan Nayeon.
"Anyeonghaseo dok." jawab Jihyo dan Nayeon bersamaan.
Tumben sekali Jihyo masih disini, biasanya ia sudah berangkat bekerja pagi-pagi sekali.
"Hari ini adalah jadwal terapi, apa anda sudah siap nona?" tanyaku pada Nayeon.
"Ne, dok." jawab nya singkat dengan tetap menatap lurus wajahku.
"Baiklah, mari saya bantu." ucapku kemudian membantunya berdiri, begitupun dengan Jihyo.
"Pelan-pelan saja Nay." ucap Jihyo.
Nayeon mulai melangkah kan kakinya selangkah demi selangkah, tangan kanannya menggenggam kuat tanganku dan tangan kirinya menggenggam kuat tangan Jihyo.
Aku membawa Nayeon untuk berkeliling sekitar koridor rumah sakit dibantu dengan Jihyo.
"Ah lihat Jihyo-ya, aku sudah bisa berjalan!" ucap Nayeon antusias.
Aku terkesima melihat wajah sumringahnya sedekat ini. Puppy eyes nya, bunny smile nya. Ah itu semua membuat fokusku hilang.
"Benar, kamu melakukannya dengan baik Nayeon-ah." jawab Jihyo tak kalah senang.
Saat sedang fokus memperhatikan wajahnya tiba-tiba ia menoleh kearahku, aku sangat terkejut karena jarak wajah kita sangat dekat. Ia memberhentikan langkahnya dan tetap menatap lekat wajahku, aku terbawa oleh sorot matanya, membuatku enggan untuk memalingkan wajahku.
"Ehm." dehem Jihyo menyadarkanku dan Nayeon.
"Seperti nya aku harus berangkat sekarang Nayeon-ah, banyak dokumen yang harus ku revisi. Lagipula sepertinya Dokter Mina akan menjagamu dengan baik." ucapnya.
"Hmm, ne. Hati-hati." ucap Nayeon kikuk.
"Baiklah. Dok, tolong jaga Nayeon. Aku akan berangkat sekarang, annyeong." pamitnya.
"Ne, anyeong." balasku.
Hening.
Hanya ada kecanggungan saat Jihyo pergi.
"Hm, ayo kita lanjutkan terapinya Nona." ucapku.
"Ah, ne." jawab nya.
Aku yang berada disamping kanannya kini beralih kearah depan, kemudian menggenggam kedua tangannya dan mulai berjalan mundur mengimbangi langkah pelan Nayeon.
"Hati-hati, pelan-pelan saja." ucapku yang sedari tadi setia memandangi kakinya. Sedangkan Nayeon, aku tahu ia sedang memandangku.
Hening lagi.
"Dok?" ucapnya tiba-tiba.
"Hm?"
"Mina?"
"Ne?"
"Minari?"
Kali ini aku memberanikan diri menatap wajahnya.
"Nah, kalau dipanggil itu tatap wajahku, bukan malah memperhatikan kakiku. Apa kakiku lebih menarik dibanding wajahku?" serunya.
Aku tidak merespon seruannya, hanya tetap menatap wajah manisnya.
Ia tersenyum kemudian kembali berkata,
"Sekarang kamu menyadari kan, kalau wajahku sangat menarik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Will Never Change
Любовные романы"Ada hal yang tidak bisa terpisahkan, walau dipisahkan secara terpaksa. Seperti- Kau dan aku? Ck, terlalu kuno untuk disebut takdir, bukan?"