~Mina POV~
Akhirnya aku akan menemuinya lagi pagi ini. Kini aku sedang berjalan menuju ruangan dimana Nayeon dirawat.
"Huft, ayolah Mina tidak usah merasa tegang seperti ini." gumamku.
Saat aku sudah hampir sampai, aku melihat gadis bermata besar itu keluar dari ruangan Nayeon, tak lama aku mendengar suara,
"Gomawoyo Jihyo-ya, saranghae." itu seperti suara Nayeon.
Ah jadi benar dugaanku, gadis itu adalah kekasih Nayeon.
"Kenapa aku merasa sakit seperti ini, come on Mina, dia bukan siapa-siapa dirimu!" gumamku.
Setelah menenangkan perasaanku, aku memasuki ruangan itu dan mataku langsung terkunci dengan mata Nayeon. Dia sangat syok, terlihat dari matanya yang membulat.
Aku mulai mendekatinya dan bertanya, "Bagaimana keadaanmu nona Im?"
Dia sama sekali tidak menjawab, aku tidak menatapnya, tidak sanggup melihat matanya.
"J-jadi kamu benar M-mina?" ucapnya terbata, setelah diam beberapa saat.
Aku berusaha tidak merespon nya. Berpura-pura sibuk, dengan infusannya.
"M-mina?" ucapnya lagi.
"Sepertinya keadaan anda sudah membaik nona Im." ucapku mengalihkan.
Lagi-lagi ia tidak menjawab, aku tahu ia hanya menatapku sedari tadi. Jangan seperti ini Nayeon-ah, kau membuatku grogi.
"Kalau begitu saya permisi." ucapku lagi.
Saat berbalik hendak pergi, ia menahan tanganku menggunakan tangan yang diinfus, alhasil darahnya mengalir diselang infusan. Sentuhan tangannya bagaikan arus listrik yang menjalar ke tubuhku.
"Tetap disini Minari." ucapnya lirih.
Minari? Hanya dia yang memanggilku dengan sebutan itu, aku merindukan itu, bahkan sangat.
"Maaf saya tidak ada waktu nona Im. Dan jangan seperti ini, anda melukai tanganmu sendiri." seruku berusaha acuh.
"A-aku merindukan mu Mina." ucapnya sangat pelan.
"Aku tersiksa karena merindukanmu." kini suaranya sudah sedikit serak.
Rindu? Apa artinya itu? Jika kamu tidak ingin tersiksa karena merindukanku, kenapa kamu pergi meninggalkan ku?
Saat aku berbalik, ternyata ia sedang menangis. Jangan seperti ini Nayeon-ah! Aku tidak bisa menghapus air matamu!
"Maaf saya harus pergi." ucapku.
Ia terlihat mulai melepaskan tanganku perlahan, setelah benar-benar terlepas aku berlalu pergi dari ruangan itu.
"Aku masih saja tidak sanggup melihatmu menangis, apalagi karena ku." tak sadar akupun ikut menagis, untung saja sudah sampai diruanganku, jadi tidak akan ada yang melihatnya.
~Nayeon POV~
"Nayeon-ah, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis? Apa kaki mu terasa sakit?" Jihyo langsung berlari kearahku saat ia membuka pintu dan melihatku menangis.
Aku tidak menjawab pertanyaan nya.
"Yah! Jawab aku, jangan diam saja Nayeon-ah, kamu membuatku khawatir! Tunggu, aku akan panggilkan dokter." ucapnya kemudian berbalik, tetapi dengan cepat aku menghentikan nya.
"Hiks.. Hiks.. Min hiks.. na.. dia benar-benar hiks Mina." jawabku sesenggukan (?)
"Apa yang kamu katakan? Aku tidak mengerti." ucapnya masih meninggikan suaranya, ia tak pernah meninggalkan suara emasnya dalam keadaan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Will Never Change
Romansa"Ada hal yang tidak bisa terpisahkan, walau dipisahkan secara terpaksa. Seperti- Kau dan aku? Ck, terlalu kuno untuk disebut takdir, bukan?"