~Nayeon POV~
Makan malam ku lewatkan dengan canggung, suasana hening dan sedikit mencekam. Apa hanya aku yang merasakan seperti itu? Mungkin aku berlebihan, hehe.
Ah ya, masakan Mina sangaaaattt enaak! Ia sangat pandai memasak, bahkan sekarang aku bisa memasak sedikit menu makanan itu ia yang mengajari nya dulu. Uh, benar-benar calon istri yang baik.
Kini aku tengah menonton drama dengan Mina. Suasana masih sama, hening dan canggung. Aku harus menebas keheningan ini.
"Minari?" ucap ku mencoba membuka pembicaraan.
"Hm?" jawabnya tanpa mengalihkan perhatian nya dari layar kaca itu.
Ah aku sedikit flashback saat masih tinggal dengan nya dulu.
"Boleh ku tahu siapa yang sudah mengisi hatimu?" ku beranikan bertanya.
Pertanyaan ini sudah sangat menggangguku. Siap atau tidak aku akan merasakan sakit saat mendengar jawabannya nanti.
Dirasa pembicaraan mulai serius, Mina mengalihkan pandangannya padaku, kita bertatapan. Aku sedikit gugup, jarak kita tidak lebih dari setengah meter saja.
"Dia orang yang baik." jawab nya.
Uh, bukan itu pertanyaanku sayang, aku ingin tahu siapa orang nya. Aku tahu ia pasti orang yang baik karena itu ia bisa merebut hatimu.
"Ah, syukurlah." sahutku sembari tersenyum yang sedikit kupaksakan.
Hening lagi.
"Kamu bahagia?" tanyaku lagi.
Ia tak kunjung menjawab pertanyaan ku dan malah menatapku lekat.
Setelah beberapa saat, ia mengangguk dan menjawab, "Ne, aku bahagia."
Kuharap itu benar, aku tak apa. Bahagia dengan kebahagianmu, itu cukup.
"Apa yang membuatmu membuka hati untuknya, Minari?"
"Simple, ia selalu disampingku saat seseorang malah meninggalkanku." ia melirik diriku sekilas.
Jawabannya benar-benar telak mengenai hatiku, sakit.
"Minari." panggilku lembut.
Ia menoleh dan menatapku lagi.
"Itu semua membuatku sakit, bisakah kamu mengobatiku?" ujarku sedikit bercanda.
"Aku tidak pandai mengobati hal semacam itu. Bahkan saat aku merasakan sakit yang sama seperti mu, aku tidak bisa mengobati diriku sendiri."
Aku menatap nya sendu.
"Maaf, itu semua bukan kemauanku." lirihku kemudian menunduk.
"Lupakan, itu sudah berlalu." sahutnya.
"Jika aku tak bisa melupakan nya?"
"Setidaknya cobalah berhenti menyakiti dirimu sendiri."
"Bantu aku, aku tak bisa sendirian. Itu terlalu berat, Minari."
"Aku tidak bisa berbuat banyak."
"Apa aku masih ada disini?" kuarahkan tanganku menuju dadanya.
Tanpa sengaja aku merasakan detak jantung nya berdetak sangat cepat, sama sepertiku.
Ia mengalihkan pandangannya, aku tahu ia sedang berusaha mengontrol emosinya.
"Sudah hilang, sejak lama." jawabnya tanpa menatapku.
"Tak adakah sedikit kesempatan untukku, Minari?"
Ia tidak menjawab, lagi.
Hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Will Never Change
Romance"Ada hal yang tidak bisa terpisahkan, walau dipisahkan secara terpaksa. Seperti- Kau dan aku? Ck, terlalu kuno untuk disebut takdir, bukan?"