Tawa menggema ke sepenjuru ruang kedap suara berukuran 3x3 meter ini. Rintihan dari beberapa orang yang ada dalam ruangan seolah menjadi alunan merdu bagi Alex. Mereka digantung dengan tangan dirantai menjadi satu. Alex juga begitu menikmati lukisan abstrak karya anak buahnya pada tubuh orang-orang tersebut.
Bagi Alex, tidak ada ampun untuk mereka yang berani melawannya. Hanya butuh beberapa jam untuk menemukan keberadaan orang-orang tersebut. Ia sebenarnya sedikit menyayangkan karena harus kehilangan salah satu rekan bisnis. Namun, tentu ada konsekuensi yang harus ditanggung ketika berani mengusik seorang penguasa.
"Hentikan!"
Alex bangkit dari singgasana kebesarannya, mendekati mereka yang sudah tak terlihat lagi bentuk wajahnya. Bahkan, beberapa dari mereka ada yang sudah tak sadarkan diri. Ia meminta orang-orang ini untuk bicara, tetapi sayangnya tak ada sepatah kata pun yang keluar.
"Aku tidak mengerti kenapa kau merahasiakan identitas orang itu. Terlebih dengan beraninya merencanakan pembunuhanku." Alex menjambak salah satu pria yang menjadi pemimpin dari kelompok tersebut. "Sayangnya, rencana kalian yang sempurna itu tak menghasilkan apa pun."
Ia melepaskan jambakan karena tetap tidak mendapat jawaban. Oh, tentu saja. Alex tidak butuh penjelasan dari mereka. Jadi, sebelum itu ia sudah memberi perintah agar membuat mereka semua tidak dapat berbicara lagi. Potongan lidah orang-orang itu mendarat mulus di pangkuan masing-masing.
Alex kembali berbalik, mengambil SIG P250 miliknya yang sudah dipersiapkan oleh Simon. Ia tak perlu lagi menyesuaikan ukuran tangan dengan pistol tersebut. Tujuh belas peluru yang ditampung sangat sesuai untuk menghabisi orang-orang itu.
"Siram mereka!" Alex tak menyukai melihat calon korbannya tak bergerak. Ia merasa tidak ada sensasi yang dapat memacu adrenalin. Karena ketika orang-orang itu menggeleng ketakutan, ada tantangan tersendiri baginya.
Alex memfokuskan diri, tak boleh ada satu peluru pun yang meleset. Letusan senjata api begitu memekakkan. Dan sesuai keinginannya, semua tepat pada sasaran. Dahi mereka berlubang dengan darah yang semakin mengalir deras.
Ruang eksekusi memang selalu menjadi tempat favorit Alex di mana pun ia berada. Bau amis dari cairan kental berwarna merah itu seakan menjadi aroma terapi baginya. Memang tak ada kegiatan yang lebih menyenangkan lainnya jika dibanding dengan mengeksekusi. Ah, tetapi Alex sudah menemukan mainan baru.
"Sir," panggil Sam, membuat Alex menoleh padanya setelah memberikan pistol kembali pada Simon.
"Ada apa?"
"Informasi tentang Miss Joanna Anastasia," jawab Simon yang diangguki oleh Alex.
"Ayo!"
Mereka pun masuk ke ruang kerja. Nuansa abu-abu menyambut, yang memang menjadi ciri khas tersendiri dari pria itu. Alex melangkah ke connecting door yang menghubungkan langsung dengan kamar. Ia mengganti kemeja lebih dulu karena terkena noda darah.
"Jelaskan, Sam!" perintahnya seraya berjalan ke salah satu lemari kaca, mengambil sebotol chateau lafite 1787 dan menuangnya. Kemudian Alex duduk santai di single sofa berwarna cokelat kayu. Ia menyesap chateau perlahan sambil menyimak informasi yang Sam berikan.
"Jadi, gadis itu salah satu korban kebakaran hutan di Hornbrook?" Alex mengangguk mengerti.
Peristiwa itu memang menggemparkan dan banyak yang menduga penyebabnya karena variasi iklim yang ekstrim. Padahal, jika ditilik lebih lanjut, mereka dapat menemukan sumber awal terciptanya kebakaran itu. Alex hanya mendecih, pemerintah memang mengecewakan. Ia jadi merasa kasihan juga dengan Joanna.
"Sir!" panggil Simon tiba-tiba di saat Alex larut dengan pikirannya. Pria itu hanya memberi isyarat agar Simon melanjutkan ucapannya. "Transaksi baru." Ia pun menunjukkan layar mackbook yang menampilkan blueprint dari salah satu rekan bisnis DA.
Tak ada yang aneh dari rancangan transaksi ini, tetapi Alex tidak ingin jatuh di lubang yang sama lagi. Jadi, ia tidak langsung menyetujuinya. Ada beberapa hal yang harus diselidiki, karena sangat besar potensi dari pengkhianatan. Terlebih, orang yang ingin membunuhnya masih belum diketahui pasti identitasnya.
"Aku akan mempertimbangkannya terlebih dahulu," ujarnya. Simon mengangguk, ia sudah mengenal Alex sejak Senior High School dan menjadi tangan kanan pria itu bersama Sam. Tanpa perlu memberi banyak instruksi, mereka sudah mengetahui kemauan Alex.
Simon membalas surel yang dikirimkan oleh rekan bisnis mereka. Ia memang mengemban tanggung jawab terhadap segala bentuk transaksi yang akan diambil oleh DA. Maka dari itu, transaksi beberapa waktu lalu dianggap sebagai kesalahan terbesarnya karena tidak menyeleksi terlebih dahulu.
Pria itu lantas meneruskan blueprint tersebut ke surel milik Sam untuk ditelusuri terlebih dahulu. Karena di DA hanya Sam dan Alex yang dapat menggunakan aplikasi khusus sebagai penghubung ke dunia bawah.
"Apa ada lagi yang ingin kalian informasikan?" tanya Alex dan dijawab dengan gelengan oleh kedua tangan kanannya itu. "Baiklah, Sam lanjutkan semuanya! Simon ikut aku, ada beberapa hal yang harus diurus."
***
Selama tiga puluh menit waktu yang ditempuh Alex dan Simon dari Siskiyou menuju Hornbrook. Sebenarnya, Simon sendiri sudah beberapa kali membujuk Alex untuk kembali ke San Fransisco. Setelah transaksi terakhir mereka, sudah tidak ada lagi urusan lain di tempat ini. Namun, Alex tidak mau meninggalkan mainan barunya. Ia ingin memboyong Joanna bagaimana pun caranya.
Usaha yang dilakukan Alex kemarin tidak membuahkan hasil. Ia sudah mengajak Joanna pergi dengan baik-baik, tetapi ditolak oleh gadis itu. Pria itu juga mengancam tidak mau menjadi teman Joanna lagi. Sayangnya, tidak berhasil. Kali ini Alex harus melakukan sesuatu yang lain.
"Berhenti!" perintahnya.
Kini, Alex memantau keadaan Joanna secara langsung. Sebenarnya, ia sudah ingin melakukan hal ini sejak awal. Namun, gagal karena terlalu menikmati proses eksekusi dari para pengkhianat.
"Apa yang mereka lakukan?" Alex menggeram marah melihat kejadian yang tak jauh darinya.
Di sana, Joanna hanya menerima perlakuan dari seorang wanita muda yang jika dilihat berusia beberapa tahun di atasnya. Wanita itu mendorong dan mengguyur tubuh Joanna dengan air kotor. Alex dapat melihat tubuh gadis kelincinya jadi dipenuhi lumpur.
"Sial!" Tanpa berpikir panjang, Alex keluar dari mobil dan menangkap tangan wanita yang ingin menampar Joanna. "Apa yang kau lakukan?" geramnya.
Wanita itu tersentak dengan nada tinggi Alex, apalagi tangannya terasa begitu sakit karena cengkeraman pria tersebut. Joanna sendiri mendongak dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Menatap Alex seakan meminta untuk diselamatkan.
"Alex," gumamnya.
Joanna tak mengerti dengan yang ia rasakan. Di saat kepedihan menjalar, ia juga merasa senang dengan kemunculan Alex. Gadis itu berdiri, kemudian bersembunyi di balik punggung Alex. Meremas kemeja pria itu erat.
Alex melepas tangan wanita itu dan memilih membawa Joanna pergi. Ia mengajak gadis tersebut masuk mobil yang kini sudah terparkir tepat di depan rumah. Kali ini, tidak ada penolakan dari Joanna. Ia terlihat masih terguncang dengan yang baru saja terjadi.
"Siapa wanita itu? Kau sering diperlakukan kasar seperti tadi?" tanya Alex tak sabar, sedangkan Joanna menggeleng kecil. "Lalu kenapa?"
"Aku ...." Joanna masih sesenggukan, ia hanya menggeleng berulang kali. Pada akhirnya Alex tidak mendapat jawaban, pria itu memilih untuk membawa Joanna masuk dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JOANNA (Sudah Terbit)
Genel KurguSebuah pertaruhan yang dipilih Alex membawa Joanna masuk ke lingkaran hidupnya yang berderak. Namun, ternyata keputusan Alex salah. Dia harus melalui segala rintangan yang terus melibatkan Joanna sampai gadis itu mendapat masalah besar. Akankah mere...