Here Come The Regrets

232 46 7
                                    

Here come the regrets
Here come the regrets
Here comes the
I wish I hadn’t done it
I wish I hadn’t said it
I wish that I could take it all back
(Here come the regrets by Epik High ft Lee Hi)

***

Terkadang memang otak dan hati saling bertolak belakang, Mino pikir dengan mengatakan hal-hal yang menyakitkan ke Irene barusan adalah hal yang terbaik yang bisa dia lakukan. Dia ingin Irene bebas dari dirinya. Dia tak layak ada di jarak yang berdekatan dengan Irene. Itu berbahaya sekali. Tapi setelah melihat raut wajah Irene yang kecewa padanya, dia sungguh menyesal. Perkataan dia sungguh keterlaluan. Dia benci mengakui ini, tapi tingkah dia barusan mirip dengan tingkah ayahnya dulu. Ayah sialannya sering memaki ibunya dengan perkataan kasar.

Mino memukul kepalanya kencang, dia bahkan tak peduli dengan luka yang belum kering dari kepalanya. Dia layak mendapatkan kesakitan ini. Dia bajingan. Dia benci mengakui ini, tapi mungkin saja memang benar pepatah yang bilang buah tidak jatuh jauh dari pohonnya itu benar. Dia perlahan berubah seperti ayahnya. Dia masuk dunia kejahatan, dan dia melecehkan wanita lewat perkataannya. Dia layak mendapatkan tiket cepat masuk neraka.

"Sialan!"

"Hentikan, Mino!" Zico menahan tangan Mino yang ingin kembali memukul kepalanya.

"Aku tadi sudah terlalu melampaui batas, bukan?"

"Ya, kau tadi memang bajingan, tapi hyung tahu, Mino yang hyung kenal bukan Mino yang tadi."

Mino menggelengkan kepala tidak menyetujui, "Salah. Hyung tidak tahu siapa aku. Aku bahkan tidak mengenali diriku sendiri."

"Kau orang yang baik, Mino."

"Salah lagi. Aku bajingan seperti ayahku. Like father like son."

Mino tertawa keras, dia pikir hidupnya ini sungguh lucu. Apa yang dia lakukan di kehidupan sebelumnya sehingga dia mendapat hukuman yang mengerikan seperti ini? kenapa di saat ini dia selalu mendapatkan kesialan. Apa yang salah dengan takdirnya? Ibunya dibunuh oleh ayahnya, dia bekerja untuk ayahnya, dan dia bertingkah menjadi mirip ayahnya. Dia benci sinergi busuk itu.

Mino berhenti tertawa lalu menoleh ke Zico dengan pandangan serius, "Hyung, bagaimana kabar si brengsek sialan itu?"

"Sidang selanjutnya ada di minggu depan. Nanti kalau kau sudah tenang, hyung punya rencana yang bagus."

"Katakan sekarang saja, hyung. Katakanlah apa idemu."

"Hyung pikir, bekerja sama dengan media bisa membantumu menjatuhkan ayahmu. Kadang hukum bisa dipermainkan oleh kekuasaan tapi opini publik itu mematikan. Apalagi dengan ceritamu tentang kebejatan ayahmu, hyung rasa publik akan benci sekali dengan ayahmu dan jika beruntung, mereka akan membuat petisi untuk memberi keadilan bagimu."

Rencana yang sempurna. Memang benar opini publik, ternyata di negaranya ini adalah hal yang mematikan. Kau bisa dipuja setinggi dewa pada awalnya tapi di akhir kau bisa saja dihujani cacian mengerikan yang membuatmu tak bisa berkutik sama sekali. Untuk sekarang, opini publik tentang ayahnya masih seakan acuh tak acuh, pembunuhan dan penggelapan yang terjadi di negara ini ada banyak sekali. Tapi jika dia menceritakan kisah miris dirinya, publik bisa menghakimi ayahnya.

"Hyung, punya kenalan seorang wartawan dari kantor berita." Kata Zico sebelum Mino sempat bertanya.

"Terima kasih, Hyung."

"Kita berdua bersaudara, bukan? Sesame saudara harus saling membantu."

"Sekali lagi, terima kasih."

"Besok kita bicarakan ini lebih lanjut. Hyung akan menghubungi teman hyung untuk datang kesini untuk merencanakan langkah selanjutnya."

"Bisakah kita membeberkannya sebelum jadwal persidangan?"

"Hyung tidak tahu. Semua itu tergantung pada teman hyung. Dia orang media, kita nanti percayakan saja pada rencananya."

Mino menghela napas lega. Setidaknya walaupun hidupnya mengerikan, dia dikelilingi oleh orang-orang baik yang siap membantunya. Lalu tanpa bisa dia cegah, dia kembali memikirkan Irene. Seandainya dia bisa egois, bisakah takdir memberi hadiah mewah padanya untuk membawa Irene menjadi miliknya?

Hah, mimpi saja kau Mino. Dia mengejek dirinya sendiri dalam hati. Dia yakin saat ini bahkan untuk melihat wajahnya saja Irene akan muntah karena dia begitu menjijikan, lebih busuk dari sampah.

**

Irene melihat seorang pria berkepala botak dan gemuk yang saat ini menjadi pasiennya. Pria itu bernama Kim Jae hyung, seorang akuntan yang terkena masalah dengan mengendalikan emosinya. Dia mengidap sindrom bipolar, dimana dia akan tiba-tiba merasa bahagia atau marah besar tanpa alasan yang jelas. Tuan Kim ini sedang mengalami masalah yang berat karena emosinya yang besar tak bisa dia kendalikan dan membuat istrinya melayangkan gugatan cerai, belum lagi dia juga dipecat dari kantornya.

Irene setia mendengar segala keluh kesah Tuan Kim, terkadang dia mencatat hal-hal seperlunya di papan berjalan miliknya. Dia merasa bersalah karena bersikap tidak professional, tapi pasien ini mengingatkan dia dengan Mino. Emosi Mino juga tidak stabil. Mood dia sering terombang-ambing.

Dia berharap yang duduk di depannya ini adalah Mino, dia ingin Mino menceritakan dirinya secara terbuka seperti yang dilakukan Tuan Kim.

Mino... Mino... Mino!

Irene menggelengkan kepalanya mencoba mengeyahkan nama itu dari kepalanya. Untuk apa dia memikirkan si brengsek itu. Tidak boleh. Mino brengsek tidak boleh masuk ke otaknya.

"Dok, apa kau tidak apa-apa?"

Memalukan sekali. Dia sedang ada pasien tapi sepertinya dia sendiri perlu terapis. Dia merasa izin praktiknya harus dihapuskan jika dia bertingkah seperti ini terus.

"Waktumu sudah selesai, kita akan bertemu lagi minggu depan."

Setelah pasien itu keluar, Irene langsung duduk menyandarkan kepalanya di kursi malasnya. Dia memijat kepalanya yang sedikit berdenyut. Lalu, dia nyalakan laptop di hadapannya dan mengalihkan focus sepenuhnya pada berita yang disiarkan disana.

Alam sedang berkonspirasi padanya. Wajah yang paling dia tidak sukai sekarang tertampang di layar di depannya. Mino sedang duduk disana. Yang membuat Irene terkejut adalah Irene sekarang mendengar langsung curahan hati menyakitkan Mino.

***


Love Is A LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang