Mengungsi

968 85 13
                                    

Kami sekeluarga pun memutuskan untuk "pindahan sementara" ke rumah nenekku di tengah kota.

Begitu juga dengan Bu Abel (tetangga kanan) dan asisten rumah tangganya, Bi Yati.
Perasaanku masih gundah, dipenuhi oleh teori-teori dan semua kemungkinan yang mungkin saja akan terjadi di waktu yang akan datang. Cepat atau lambat, kami pasti menjadi targetnya.

Seharusnya penghuni rumah nomor 5 lah yang menjadi targetnya. Sedangkan nomor rumah majikanku adalah 9. Dan Bu Abel 7.

Masih ada waktu bagi kami untuk menyelamatkan diri.
Tentunya kami terbagi menjadi 3 mobil.
Mobil pertama,.paling depan dengan Pak Adi majikanku,.bersama istrinya (Bu ratna), serta kedua anaknya paling bungsu yang kembar (Lea dan Leo).

Sedangkan aku menumpang di mobil Rachel (anak pertama), bersama Viona (anak ketiga).

Mobil Bu Abel dan Bi Yati mengikuti dari belakang.

Disepanjang jalan, aku sibuk dengan semua pikiran yang berputar di otakku. Viona membuyarkan lamunan itu.

"Kak" kejutnya

"Eh iya??" sahutku

"Kita harus yakin kak. Kita pasti bisa selamat. Gak boleh pesimis. Sekarang kan kita udah menjauh dari komplek itu." Kata Viona meyakinkanku

Sepertinya ia telah memperhatikan ku sedari tadi, dia tau kalau aku sedang memikirkan tentang kasus-kasus pembunuhan yang lumayan meresahkan itu.

Dalam hati, aku merasakan ketidakyakinanku akan selamat. Tapi bagaimana lagi? Ini satu-satunya jalan terbaik, yaitu mengungsi sementera, menjauh dari komplek sampai suasan kembali tenang dengan pembunuh yang ditangkap.

------------------------------------------------------------
Sesampainya di rumah nenek. Kami pun merapikan masing-masing karena cuma ada 3 kamar kosong. Kamipun tidur berdesakan. Aku dengan putri-putri sulung. Bu Ratna dan Pak Adi tidur dengan si kembar.

Dan Bi Yati satu kamar dengan Bu Abel.

Pak Adi terdengar berbicara dengan seseorang melalui handphonenya. Sepertinya ia mengabari Pak Budi (ketua komplek) bahwa kami akan meninggalkan rumah sementara waktu.

Pak Budi pun memberikan kami ucapan "oh semoga keadaan disana baik-baik saja pak."

"Nanti kalau ada kasus atau apa-apa kabari saya ya Pak" pinta pak Adi kepada ketua komplek itu.

Tak terasa, hari pun mulai gelap. Mentari kini mulai tenggelam digantikan oleh sang rembulan.

Terlihat Bu Abel sedang tergesa-gesa.
"Kenapa Bu? Ada masalah?" Tanya bu Ratna.

"Aduh bu, saya ada keperluan nih. Maaf banget ya. Saya mau ke rumah saudara saya. Deket sini kok." jawab Bu Abel

"Oh gapapa buk, kenapa harus minta maaf? Biasa aja sama saya. Kita kan tetangga dekat" kata Bu Ratna.

Baru saja Bu Abel sampai di gerbang, terlihat Bi Yati menyusul Bu Abel sambil membawakan sesuatu.
Benda itu adalah cincin

"Non... Ini loh, cincin kesayangannya ketinggalan" kata Ni Yati

"Oh iya Bi, Makasi ya... Bibi disini dulu nginep ya. Saya mau ke rumah saudara bi"

Tak lama, bu Abel melaju mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan kami.

Sedangkan pembatunya yakni Bi Yati, menginap disini bersama kami.
-----------,,,--------
Aku berharap nanti malam dapat tidur dengan pulas.

Nenek dan Kakek Rachel sangat ramah. Bahkan Nenek ikut membantu kami memasak di dapur. Tentunya dengan saran resep andalannya.

Setelah semua masakan beres dan dihidangkan. Kami pun makan bersama. Begitu juga dengan Bi Yati.

Disini kami terlihat senang dan nyaman. Tak ada rasa takut lagi seperti hari kemarin karena kami tinggal begitu jauh dari komplek kami.

Semoga saja tidak ada kabar buruk lagi mengenai komplek itu.
Menurut penuturan Pak Budi tadi melalui telepon, pemilik rumah nomor 5, tidak merasakan takut. Bahkan katanya penghuninya yang hanya tinggal seorang diri, sudah siap menghadapi ajalnya tanpa ada usaha apapun lagi.

Sungguh miris, menurut cerita sih. Dia memang tipe orang yang jauh dari keluarga. Jadi mau tidak mau, dia hanya bisa berdiam diri di rumahnya di komplek itu.

Semoga saja dia selamat.

The Neighbor (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang