8.Dream

2.5K 252 30
                                    


Rian masih membuat kerucut dengan mulutnya. Bibir itu manyun memandangi Jimin yang dari tadi membelakanginya.

Namja itu sudah 4 jam duduk di kursi kerjanya. Ini sudah pukul 1 dini hari, keduanya sama-sama belum tidur. Bukan, mereka tidak ingin tidur.

Rian sangat ingin mengajukan beribu pertanyaan yang sudah mendesak ingin disebutkan sedari sore tadi. Tapi dia tetap menahan saat sengaja mendengar sayup suara Jimin berteriak dari dalam kamar mandi.

Bahkan Rian sempat mendengar beberapa benda kecil yang jatuh di kamar mandi. Hal itulah yang mencekat mulut Rian.

Jika bukan karna ayah mertuanya memperingatkan setelah selesai makan malam bersama tadi, Rian pasti sudah memeluk Jimin saat ini.

Dia sangat ingin tahu alasan kenapa suaminya sampai bisa bertindak seperti itu. Tapi di sisi lain, Rian juga tidak ingin mendengarkan jawabannya. Rian takut kalau itu akan menjadi bom waktu untuk dirinya.

Rian ingat, rekaman kejadian di lapangan parkir kampus sore tadi.

Jimin sempat bersiteru dengan ajussi tampan lainnya karna berniat ingin membawa ajumma cantik itu pergi. Pahitnya, Jimin juga sudah bersiap untuk meninggalkan dirinya saat itu.

Mengingat hal itu saja rasanya tubuh Rian di koyak oleh binatang buas, walaupun dia belum tahu pasti bagaimana hubungan mereka berdua di waktu yang lalu.

Namun jika diingat bagaimana ajumma itu menolak dan menarik tangannya dari genggaman tangan Jimin, mungkin kekerasan kepala Jimin tidak akan berakhir begitu saja.

Jimin begitu memaksa agar ajumma itu ikut dengannya.

Membuang nafas hingga akhirnya Rian kalah, Rian menarik selimut dan merebahkan tubuhnya. Menenggelamkan diri seperti biasa dan berusaha untuk tidur.

Tanpa sepengetahuan Rian, sesaat setelah derik suara kasur yang direbahi. Jimin menoleh memperhatikan gundukan tubuh yang sudah dibungkus selimut berwarna putih itu.

Tidak berkelang waktu lama, Jimin kembali membuang muka menatap lembaran kertas yang dari tadi di kerjakannya.

*****

"Sepertinya anda butuh istirahat daepyonim"

Lagi-lagi sekretarisnya menunjukkan kepedulian melihat Jimin yang dari tadi memijit pelan pelipisnya. Sepasang mata sipit itu juga tertutup.

Beberapa kali juga Jimin menarik nafas lemah bahkan seakan ada getaran lirih mengiringi.

Masih tidak ada jawaban dari orang yang duduk di sofa empuk berwarna hitam itu. Sampai suara dering telfon membuat suasana sedikit berubah.

Sedikit memiringkan tubuh dan berbicara pelan agar tidak terlalu menimbulkan suara bising, Jungwoo mengangkat telfon dari orang diseberang sana.

Tidak beberapa detik berjalan, Jungwoo menyodorkan tangannya yang menggenggam benda pipih berwarna silver tua itu.

Jimin sebagai orang yang ditujukan sedikit heran melihat tangan yang sekarang menunggu jawaban sambut dari dia.

"Tuan Taehyung ingin berbicara langsung daepyonim"

Jimin mematung, tercekat, bahkan tertohok. Apa yang akan menyambutnya setelah ini.

Ada apalagi hal yang harus dihadapinya didetik selanjutnya.

*****

"Molla, aku malas membahasnya"

Dagunya bertopang dengan telapak tangan yang sikunya ditumpukan di atas meja. Rian manyun seakan ingin menjatuhan bibirnya ke lantai.

It's Lover Pt. IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang