Sepertinya ini waktu yang tepat dimana harus melepaskan sesuatu yang begitu berarti di dalam hidup.Itulah yang terlintas di benak Han Ri An saat ini. Sudah hampir tiga puluh menit dia duduk di lobi rumah sakit ini. Duduk sendiri menyudut di dekat kaca raksasa lantai dua rumah sakit.
Sudah dari tiga hari yang lalu Rian mondar mandir untuk menjenguk Hanri yang masih di rawat. Rian sangat ingat bagaimana wanita yang sempat dibencinya itu berlari hanya untuk menyelamatkan nyawanya.
Padahal jika itu Rian, dia tidak akan sanggup lagi sekedar untuk menggerakkan tubuhnya. Darah yang mengucur deras dari kepala pastilah menyebabkan nyeri yang teramat besar. Apalagi itu adalah benturan dari sebuah stik yang sangat terkenal untuk kalangan para psycho di dalam drama.
Tidak, Rian tidak bersama Jimin. Kali ini dia datang sendiri dan sengaja keluar dari rumah guna menenangkan fikirannya.
Hentakan kaleng minuman di salah satu lengannya menyadarkan lamunan panjang Rian. Sedetik setelah melihat siapa orang yang mengganggunya Rian menghembuskan nafas lega.
Seorang wanita dengan pakaian pasien yang tengah bergerak untuk duduk di samping Rian.
"Ajumma? Kenapa kau keluar dari kamarmu?"
"Eissss, sudah minum saja jangan mengomeliku terus"
"Tapi perempuan hamil tidak boleh minum minuman bersoda"
"Itu tidak bersoda, aku juga tidak bodoh ijassikka"
"Arasseo"
Terdengar suara desisan kecil dari kaleng minuman di tangan Rian. Rian ikut meneguk air segar itu melewati kerongkongannya.
"Bagaimana dengan luka ajumma? Sudah sembuh?"
"Seperti yang kau lihat, aku sudah bisa minum minuman bersoda, tentu saja aku sudah sembuh, lagian ini hanya luka kecil"
"Kecil apanya? Aku melihat pisau itu masuk hampir setengahnya ke dalam perut ajumma"
"Eissss lagi, kau berani mengomeliku? Pulang saja sana"
Rian terkekeh. Itu tidak bohong, Rian terhibur dengan protes kecil dari Hanri. Setiap kali melihat wajahnya menggerutu tidak terima selalu berhasil menggelitik hati Rian untuk tertawa.
Beberapa menit berkelang dalam keheningan. Rian menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Rasanya begitu berat bagi Rian. Langit di luar tampak begitu gelap karna memang ini sudah pukul sembilan malam.
"Ajumma...."
"Mm"
"Apa ajumma masih mencintai ajussi?"
Diam.
"Kau ingin bertanya atau ingin mengintrogasiku? Pilihlah salah satu maka akan kujawab"
"Aku ingin keduanya"
"Eiisss dasar gadis serakah"
Hanri membuang muka dan meneguk kembali minumannya. Berakhir dengan helaan nafas lalu Hanri menaruh kaleng kosong itu di lantai tepat di bawah kursi yang didudukinya.
"Jika kau bertanya maka jawabanku adalah tidak, tapi jika kau mengintrogasiku......."
Hanri menoleh menatap Rian yang sekarang melakukan hal yang sama dan begitu antusias untuk mendengar jawaban Hanri.
"Aku masih sangat mencintainya, bahkan semakin gila jika kuingat"
Nyali Rian menciut, begitu menyakitkan di relung hatinya. Dia tidak bisa menyembunyikan itu, tapi perasaan lain di hati Rian menepis keegoisan Rian yang tadi sempat menghasut Rian untuk marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Lover Pt. II
Romansa[Completed] ■season 2 I'm sorry but I Love You And please comeback to me, I can leave all of the part in my life but not you. I know this is begin of me, so let me to save it.