Jam pelajaran pertama berakhir, ini masih pukul sepuluh pagi. Seperti biasa setiap selesai pelajaran, Yeonjun langsung bergeser posisi ke samping Rian.Sudah terlalu biasa bagi Rian jika anak itu tiba-tiba muncul dan menghilang. Seperti makan kerupuk pake nasi. Terlebih lagi jika soal mengganggu, Rian sudah sangat terbiasa.
"Ya! Apa orang itu masih mengirim pesan padamu?"
"Menurutmu bagaimana? Dia sama sekali tidak pernah absen untukku, bahkan dia selalu ada waktu untukku, tidak seperti ajussi yang selalu saja menghilang"
"Ya! Apa kalian bertengkar?"
"Tidak, bahkan kami tidak bicara lagi semenjak hari itu"
"Hari itu? Ada apa?"
Rian sadar dia keceplosan. Dia tidak memberi tahu Yeonjun soal Jimin yang menarik paksa wanita itu.
Melihat ekspresi Yeonjun yang begitu penasaran, Rian sangat ingin bercerita. Mulutnya sudah gatal ingin memaki Yeonjun untuk meluapkan emosinya.
Namun Rian berfikir lagi, ini masalah rumah tangganya. Bukan hanya malu, tapi Rian juga takut nanti kalau saja masalahnya terdengar oleh psikopat setia itu, Jimin bisa saja berada dalam bahaya.
"Aniy, lupakan saja"
"Ais kau ini, selalu saja menghindari pertanyaanku"
"Aa benar juga, aku dapat nomor ponsel Hanri noona, kau mau menghubungi sendiri atau aku yang wakilkan""Ho?"
Rian sedikit tercekat, tidak dapat dipungkiri kalau hatinya sedikit menciut. Ada perasaan yang selalu berbeda jika berkaitan dengan Kim Hanri.
"Hmm Hanri noona, aku dapat dari temanku, dia adik dari salah satu teman noona itu"
"Aaaa"
Rian menyunggingkan senyuman, begitu terpaksa dan sangat terlihat kepalsuannya.
"Baiklah, kirim kan nomornya padaku, aku yang akan menghubungi sendiri"
"Baiklah, akan kukirim nanti"
"Gomawo"
Sudah berpuluh kali Rian memperhatikan ponselnya di samping tangan kanan yang setia memutar pena. Tangan kirinya digunakan untuk menopang dagu yang sudah hampir jatuh itu.
Rian tidak fokus sama sekali dari pagi tadi. Fikirannya selalu melayang membayangkan, menanyakan, dan apa yang sedang di lakukan Jimin saat ini.
Jika diingat lagi, sudah 1 minggu Jimin tidak pulang ke rumah. Terakhir kali Rian di beri kabar oleh sekretaris Jimin kalau mereka berada di Vietnam. Ayah mertuanya juga mengiyakan pernyataan itu.
Bukannya Rian tidak mempercayai suaminya, bukankah hal yang wajar jika seorang istri mencemaskan suaminya saat mereka sedang berpisah dalam waktu yang cukup lama-dan tanpa kabar berita langsung.
Membuang nafas samar lagi, sekarang Rian membaringkan kepalanya di atas meja. Membiarkan dosen matematika itu mengoceh menjelaskan pelajaran di barisan paling depan.
Jam pelajaran berakhir, semua mahasiswa sudah membereskan alat belajar mereka. Terkecuali Rian, dia masih setia menempelkan pipinya di atas meja. Memanyunkan bibir, dan mencorat-coret kertas buku yang sudah hampir penuh dengan tinta hitam tak beraturan.
"Ya! Kau ingin menginap disini?"
"Pergilah, aku akan pulang sebentar lagi" Rian menjawab malas.
"Kau fikir aku akan percaya? Sudah seharian kau tidak keluar dari ruangan ini"
"Jangan menggangguku"
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Lover Pt. II
Romance[Completed] ■season 2 I'm sorry but I Love You And please comeback to me, I can leave all of the part in my life but not you. I know this is begin of me, so let me to save it.