12.Meet

2.5K 236 70
                                    


Jika dihitung, sudah enam belas hari Rian berada di dalam ruangan faforitnya ini. Ruangan kotak dikelilingi dinding berwarna biru muda, dengan satu ranjang berukuran kecil terletak di tengah-dan jangan lupa sprei bermotif koala.

Rian sangat menyukai binatang pemalas itu, jika dikilas balik-Rian dan koala tidaklah sama. Rian cukup aktif juga dalam bergerak, misalnya bermain game. Itu adalah olahraga yang paling disukainya.

Di kamar ini, kamar pribadi milik Rian yang sudah dimilikinya dari tiga tahun yang lalu. Sebuah kos kecil yang bertopang di atas atap rumah orang.

Bukan kabur, tapi Rian butuh waktu untuk menenangkan diri. Dia akan menghadapi ujian semester pertama, dan sebaiknya semua hal yang bisa membebani otaknya disingkirkan dulu.

Tidak banyak, hanya saja Rian tidak sengaja berpapasan dengan Jimin yang keluar dari kamar mertuanya di pagi hari saat dia akan berangkat ke kampus pukul sembilan pagi.

Memang Jimin hanya keluar sendiri, lucu-saat itu Jimin keluar dengan wajah kusut khas bangun tidur, dan rambut yang cukup berantakan. Jika disamakan seperti surai singa malas yang tidak disisir.

Dan lagi, seorang direktur jenis apa yang bangun sesiang itu. Apakah direktur memang selalu sebebas itu untuk menjalankan bisnisnya.

Semenjak hari itulah, Rian memutuskan untuk tidak pulang. Bahkan ponselnya juga sengaja dimatikan. Rian tidak ingin diganggu oleh siapapun, tanpa terkecuali Yeonjun.

Selama itu juga Rian tidak masuk kuliah, hanya belajar dengan buku yang sudah disiapkan sebelumnya.

Mungkin Rian memang bodoh karna dia mau saja dibodohi seperti saat itu dan sekarang. Dia bahkan masih tidak bisa berbohong kalau dia begitu mencintai namja brengsek yang tidur dengan wanita lain, dan dalam satu atap yang sama dengannya.

Betapa rendahnya Rian sekarang saat menyadari kalau suaminya malah meniduri wanita yang begitu ingin dihindarinya atau mungkin sekarang-dibenci. Wanita yang seakan menjadi mimpi buruk menjadi kenyataan untuk Rian yang masih belia ini.

Sudah pukul tiga sore, kerongkongan Rian sudah kering dari tadi. Bukannya malas untuk bergerak sekedar mengambil minuman, tapi stok minuman di kulkas kecil itu sudah kosong, ramyun pun juga hanya tinggal satu bungkus.

Rian menaruh pena yang tadi memerintahnya untuk terus digunakan di atas meja. Bangkit dari tikar hitam polos itu dan meraih outer yang disempilkan di belakang tepat di tepian ranjang.

Rian keluar untuk memenuhi perlengkapan perutnya lagi. Tidak terlalu jauh, hanya mampir di minimarket perempatan jalan. Serasa cukup Rian kembali dengan tangannya berisi ice cream yang sedang dijilatinya.

Menaiki anak tangga yang tidak terlalu banyak dengan langkah gontai yang mengartikan betapa malasnya Rian untuk bergerak, siapa sangka kalau kejutan besar sudah menunggu dirinya.

Jika itu bukan Rian mungkin tentengan kantong belanjaan akan terlepas dari genggaman tangannya sekarang. Bohong jika Rian tidak terkejut dengan orang yang sekarang sedang duduk di salah satu kursi depan rumahnya.

Kim Hanri, apa yang dilakukannya disini?

Tidak, bagaimana dia bisa menemukan tempat ini.

"Annyeong, Han Ri An"

Perempuan itu menyapa dengan senyuman di wajah cantiknya. Bahkan dia melambaikan tangannya pada Rian.

Rian merasa seakan waktu disekelilingnya berhenti, membekukan setiap inci di tubuhnya.

Karna masih tidak ada jawaban yang dinantikan, Hanri memutuskan untuk bangkit dan melangkah mendekati Rian. Hanri sempat menyapu tanaman bunga yang tumbuh subur dengan jari-jarinya-dan tetap dengan senyuman diwajahnya.

It's Lover Pt. IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang