Tatapmu membuatku membatu
Sentuhanmu membuatku membisu
Senyummu membuatku terpaku
Dan ucapanmu
Mungkinkah mampu meruntuhkan prinsipku
Untuk kali kedua aku mengaku
Cinta itu lucu***
Selepas kepulangan Kak Agam, aku segera memasuki rumah. Sepi, seperti biasa. Kuletakkan tas dan kulepas sepatuku. Gerah. Lantas bergegas mandi.
Tak sampai sepuluh menit, aku menyelesaikan aktifitas mandi. Lalu turun ke ruang makan untuk melayani cacing di perutku yang mulai protes.
"Assalammualaikum."
Suara asing tertangkap indera pendengarku. Aku lantas berdiri menghampiri. Didepan pintu berdiri seorang lelaki berusia dua puluh tahunan. Membawa sebuah paket di tangan kirinya.
"Waalaikumsalam," jawabku singkat.
"Benar dengan saudara Malika Bilqish Ardiningrum?" tanyanya sopan.
"Iya, saya sendiri."
"Ini ada paketan buat mbak."
Setelah mengisi tanda terima, kurir itu pergi menyisakan aku dengan tanda tanya. Perlahan kubuka paketan yang terbungkus rapi itu.
Aku terperangah. Isinya sebuah setelan monalisa. Celananya berwarna cokelat, dan kemeja motif bungan berwarna hitam. Tak lupa hijab yang senada dengan celana. Dibawahnya terselip kertas berwarna biru muda, dengan coretan didalamnya.
Aku sudah memperingatimu tentang hati
Namun sepertinya kamu terlalu menikmati
Kuharap apa yang menjadi pilihanmu nanti
Tak akan membuat luka dihatiSemoga sukses dengan kencanmu besok sore
Mister i
Aku membaca kalimat demi kalimat yang tertera disana sambil menahan nafas. Bagaimana dia bisa tahu. Padahal baru beberapa jam yang lalu, Kak Agam mengajakku. Namun sayangnya, pertanyaan itu belum ada jawabannya saat ini.
***
Kak Agam
Lima belas menit lagi sampai. Jangan sampai telat.
Aku menghembuskan nafas. Gusar. Kulempar ponselku begitu saja. Aku berjalan menghampiri meja rias. Memastikan semua sudah rapi.
"Tunggu di teras aja deh," gumamku.
Sesampaianya di teras, aku mengambil duduk sambil mendengarkan suara merdu Ainan Tasneem. Kupejamkan mataku, menikmati setiap alunan nada yang dinyanyikan oleh penyanyi cantik itu.
Tanpa kusadari sebuah motor datang, dan pemiliknya perlahan menghampiriku. Seorang lelaki dengan jeans biru dan kaos putih, tak lupa jaket coklat. Rambutnya tersisir rapi, dan tak lupa sepatu putih yang menghiasi kaki jenjangnya.
"Hai," sapanya.
Aku membuka mata. Membisu.
"Hai," ulangnya.
"Eh, hai kak. Maaf nggak dengar kakak datang." ucapku.
"Asik sendiri sih, ya udah ayo. Nanti kemalaman. Bokap lo ada nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Malika
Teen FictionMalika tak dapat memungkiri pesona yang dimiliki oleh Abqari Agam Alger. Seorang anak basket yang beberapa kali mewakili sekolahnya di olimpiade matematika. Namun meskipun ia memiliki perasaan lebih kepada kakak kelasnya itu, ia tidak berani mengung...